Kamis, 07 Februari 2013

LPIR TR 2012


PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU (WHEY)
SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN NATA DE SOYA


PERINGKAT II LPIR
Tk. KOTA PEKALONGAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keberadaan suatu industri tentunya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, seperti halnya indutri pembuatan tahu dan tempe yang berada di Kelurahan Duwet Kecamatan Kuripan Selatan Kota Pekalongan. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011 desa Duwet yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 3784 jiwa dengan 67 orang bekerja sebagai pengusaha industri tahu dan tempe ternyata mampu memberikan pendapatan desa sekitar Rp 155.000.000,00 pertahun.
Sayangnya dengan meningkatnya perekonomian penduduk tidak diimbangi dengan kesadaran penduduk untuk menjaga kondisi lingkungan. Terbukti dengan adanya sebagian pengusaha industri membuang limbah sisa pengolahan secara sembarangan, walaupun sebagian pengusaha yang lain telah memanfaatkan limbahnya untuk pakan ternak dan biogas. Hal ini dimungkinkan karena faktor keterbatasan modal dan rendahnya SDM dengan tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Duwet yang sebagian besar penduduknya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Padahal limbah cair industri tahu dan tempe merupakan salah satu limbah organik yang dapat menyebabkan bau busuk dan dapat mengurangi mutu air apabila dibuang ke sungai. Namun disisi lain limbah ini mengandung zat-zat yang berguna untuk perkembangan bagi mahluk hidup yang lain, contohnya Acetobacter Xylinum. Bakteri ini merupakan bakteri asam asetat aerob yang dapat digunakan untuk pembuatan nata.
Nata merupakan makanan yang sudah banyak dikenal orang terbuat dari kelapa atau disebut dengan nata de coco, tetapi sebenarnya nata dapat dibuat dari bahan-bahan lain seperti halnya limbah cair hasil buangan industri tahu. Usaha ini cocok dikembangkan masyarakat yang berada di sekitar indutri tahu terutama oleh para ibu.
Berdasarkan latar belakang masalah itulah penulis ingin mengetahui manfaat yang terkandung dalam limbah cair tahu (whey) dan cara pembuatan nata de soya serta kendalanya, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan lingkungan serta meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar industri tahu. 


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
1)   Apakah yang dimaksud dengan limbah cair tahu (whey) dan manfaat apa yang terkandung didalamnya?
2)   Bagaimanakah proses pembuatan nata de soya dan apa manfaatnya?
3)   Kendala apakah yang dihadapi dalam pembuatan nata de soya dan bagaimanakah cara mengatasi kendala tersebut?

1.3  Gagasan Kreatif dan Inovatif
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah (http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah).
Pertimbangan dampak yang muncul adanya limbah inilah perlunya pengolahan limbah sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat, khususnya limbah cair tahu. Tahu yang terbuat dari kedelai banyak mengandung zat yang bermanfaat bagi manusia, sehingga diharapkan limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan. Menurut Pranoto (2000) bahwa bahan baku pembuatan tahu adalah kedelai dimana mengandung zat organik sebagian larut dalam air dan terbuang. Golongan bahan organik utama dalam buangan industri tahu adalah protein, karbohidrat, dan lemak.
Bahan organik merupakan suatu sistem zat yang rumit dan dinamik. Bahan tersebut tersusun atas bahan-bahan yang beraneka berupa zat yang berada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang mengalami perombakan, hasil metabolisme mikroorganisme yang menggunakan sisa organik sebagai sumber energi dan hasil sintesa mikrobia (Tejoyuwono Notohadiprawiro, 1998).
Air limbah tahu bersifat asam dan mengandung nutrient yang larut dalam air sehingga cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum, yang merupakan bakteri pembuatan nata.
1.4  Tujuan dan Manfaat
1)               Tujuan
·      Untuk mengetahui limbah cair tahu dan manfaat yang terkandung di dalamnya.
·      Untuk mengetahui cara dan proses pembuatan nata de soya.
·      Untuk mengetahui manfaat yang terkandung dalam nata de soya
·      Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pembuatan nata de soya.
·      Untuk mengetahui cara mengatasi kendala dalam pembuatan nata de soya.

2)   Manfaat
·      Memberikan informasi mengenai limbah cair tahu dan manfaat yang terkandung di dalamnya serta dapat digunakan sebagai bahan pembuat nata de soya.
·      Memberikan informasi tentang proses pembuatan nata de soya, sehingga diharapkan dapat dilakukan oleh masyarakat yang  berada di sekitar industri tahu.
·      Memberikan informasi mengenai manfaat nata de soya.
·      Memberikan informasi mengenai dan kendala yang dihadapi dalam pembuatan nata de soya dan cara mengatasinya.
·      Memberikan informasi mengenai penanganan dan cara untuk mengurangi dampak negatif  limbah cair tahu sehingga menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat serta dapat lebih meningkatkan pendapatan masyarakat.




BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1    Tahu dan Proses Pembuatannya
2.1.1   Tahu
Tahu tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tahu sering digunakan sebagai pengganti lauk–pauk dan kandungan proteinnya pun tinggi. Kedelai merupakan bahan dasar pembuatan tahu. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu.
Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (mudah hancur). Ada pula beberapa pengusaha tahu yang memproduksi tahu keras, misalnya tahu kediri. Air yang terperangkap di dalam gumpalan protein menyebabkan tahu menjadi mudah dibentuk/dicetak. Untuk membentuk tahu yang keras, cetakan diberi tekanan/beban berat, sehingga dalam waktu singkat air akan keluar dengan sendirinya.
Berdasarkan cara pembuatannya tahu digolongkan menjadi dua jenis tahu yang dikenal oleh masyarakat, yaitu tahu biasa dan tahu cina. Tahu biasa merupakan tahu yang cara pembuaannya dimulai dari perendaman kedelai, kemudian digiling dan ditambah air. Bubur kedelai hasil gilingan tersebut dipanaskan sampai hampir mendidih kemudian disaring. Pada saat bubur kedelai tersebut mencapai suhu yang dianggap tepat untuk penggumpalan protein, bahan penggumpal ditambahkan ke dalamnya. Gumpalan protein yang diperoleh kemudian dituangkan dalam cetakan dan ditekan untuk mengeluarkan air, lempengan tersebut lalu dipotong-potong menjadi bentuk persegi atau segi tiga. Sedangkan tahu cina sedikit berbeda cara pembuatannya dengan tahu biasa. Pada pembuatan tahu cina, kedelai yang digunakan dikukus dahulu sebelum dirensam. Bubur kedelai yang diperoleh setelah penggilingan disaring lebih dahulu, sebelum dipanaskan. Tahap pengerjaan selanjutnya sama dengan pengerjaan tahu biasa. Bentuk tahu cina biasanya bujur sangkar dengan ukuran besar dan beratnya dapat mencapai 10 kali berat tahu biasa. Beberapa jenis tahu cina sengaja ditekan sedemikian rupa sehingga tebalnya 0,5 cm (Winarso, 1986).
2.1.2   Proses Pembuatan Tahu
Proses pembuatan tahu dilakukan beberapa tahapan, yaitu :
1)        Pencucian kedelai
2)        Perendaman kedelai
3)        Penggilingan kedelai
4)        Pemasakan bubur kedelai
5)        Penyaringan dan penggumpalan
6)        Pencetakan dan pengepresan
7)        Pemotongan tahu
8)        Pemasakan tahu
(Annisa Nur Ichniarsah, 2011)
Proses pembuatan tahu dapat dijabarkan seperti diagram dibawah ini :
Kedelai
 
Diagram (1) Alur Pembuatan Tahu
Penggumpalan
Tahu
Pemotongan
Perendaman
8 – 12 jam
Pencucian atau Perendaman kembali
8 – 12 jam
Penggilingan
Bubur Kedelai
Penyaringan
Filtrat
Ampas tahu
Pendidihan ± 30 menit
1
Penyaringan
Whey
Curd
2
Tahu
Pengepresan
 






















2.2  Potensi Limbah Cair Tahu (Whey)
Berdasarkan survey industri kecil dan menengah di Jawa pada tahun 2000, jumlah tahu yang diproduksi sebesar 18.338.236 kg dan ampas tahu yang dihasilkan 8.165.400 kg. Kapasitas penggunaan kedelai rata-rata perhari berkisar 5-15 kg tergantung modal pengusaha. Industri kecil (RT) pembuat tahu terutama yang berada di pinggir-pinggir sungai atau selokan memberikan dampak terhadap pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah cair tahu yang dibuang ke sungai atau selokan di sekitar industri tersebut.
Pemanfaatan limbah menjadi produk yang bernilai secara finansial diharapkan akan menjadi motivator bagi pengusaha tahu untuk lebih bergairah dalam mengolah limbah yang dihasilkan. Bagi instansi dan masyarakat yang terkait, kondisi ini akan meningkatkan nilai keberhasilan terhadap kualitas lingkungan sekitar. Upaya untuk mengoptimalkan agroindustri kedelai ini perlu dilakukan dengan beberapa masukan teknologi sederhana (BPS, 2000).
Bahan baku tahu adalah kedelai maka hampir seluruh limbahnya merupakan limbah organik. Industri tahu menghasilkan dua macam limbah, yaitu :
a.    Limbah padat yang berupa ampas
b.    Limbah cair berupa air dari pencucian kedelai, sisa pengepresan ampas, sisa pencetakan tahu dan sisa larutan asam cuka yang dipakai.
c.    Limbah cair tahu merupakan limbah pangan yang mengandung senyawa organik, tidak beracun dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Menurut Erlin Nurhayati dalam Kompas (2000) “limbah cair tahu mengandung nutrisi berupa protein, karbohidrat dan lipid yang tingkat pencemarannya sangat tinggi yaitu Chemical Oxygen Demand (COD) dan Bilogical Oxygen Demand (BOD) yang mencapai ribuan miligram perliter”.
Pranoto (1999) menyatakan bahwa limbah tahu cair mempunyai karakteristik fisika dan kimia.
Karakteristik fisika yaitu :
a.    Kandungan total solid atau padatan yang terdiri yang terdiri dari bahan terapung, tersuspensi, koloid dan terlarut. Suhu air buangan lebih tinggi dari suhu rata-rata.
b.    Berwarna gelap bila sudah basi dan bau kurang sedap apabila sudah busuk.
Karakteristik kimia meliputi :
a.    Mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi.
b.    Bahan organik, air buangan industri tahu mengandung senyawa nitrogen (N2), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Amoniak (NH4) dan Sulfida (SO4).
c.    Gas, gas Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Hidrogen Sulfida (H2S) dan Metan (CH4).
Pengolahan kedelai menjadi tahu banyak dihasilakan limbah cair mulai dari proses penggumpalan, percetakan dan pengepresan struktur senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair sama dengan kedelai. Menurut Pranoto (2000),”bahan baku pengolahan tahu adalah kedelai dimana mengandung zat organik sebagian larut dalam air dan ikut terbuang. Golongan bahan organik utama dalam buangan industri tahu adalah karbohidrat, protein, dan lemak.”
Bahan organik merupakan suatu sistem zat yang rumit dan dinamik. Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang mengalami perombakan, hasil metabolisme mikroorganisme yang menggunakan sisa organik sebagai sumber energi dan hasil sintesa mikrobia (Tejoyuwono Notohadiprawiro, 1998).
Air limbah tahu bersifat asam dan mengandung nutrient yang larut dalam air sehingga cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum, yang merupakan bakteri pembuatan nata.

2.3  Nata de Soya dan Teknologi pembuatanya
2.3.1   Nata de Soya
Menurut Saragih (2004) dan Hayati (2003) istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar yang berati berenang. Dugaan lain , kata ini berasal dari bahasa latin yaitu natare, yang berarti terapung-apung. Yang jelas nata memang terapung-apung seperti sedang berenang dalam baki fermentasi. Wujudnya berupa sel berwarna putih hingga abu-abu muda, tembus pandang, dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling. Nata agak berserat dalam keadaan dingin dan agak rapuh saat panas. Nata merupakan makanan rendah kalori dan mempunyai kadar serat yang tinggi sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai makanan diet bagi penderita diabetes mellitus dan obesitas (Budiyanto, 2002).
Nata de soya adalah jenis makanan dalam bentuk nata, transparan, merupakan makanan penyegar dan pencuci mulut yang dapat dicampur es cream atau cukup ditambah sirup saja. Nata de soya dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri aerob, pada media cair dapat membentuk lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter, kenyal, putih dan lebih lembut dibandingkan nata de coco. Nata de soya merupakan perkembangan teknologi pembuatan nata yang dikembangkan oleh penelitian dan pengembangan Industri Pertanian Bogor (Winarno, 2002).
Nata merupakan biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan acebacter xylinum pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu (whey tahu). Nata yang dibuat dari kelapa disebut dengan nata de coco, dan yang dari whey tahu disebut nata de soya. Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda (Dewi, 1997).
Nata yang sudah banyak dikenal masyarakat biasanya terbuat dari air kelapa (nata de coco), tetapi sebenarnya dapat juga dibuat dari bahan-bahan yang lain. Nama nata disesuaikan dengan nama bahan dasarnya, yang dibuat dari cairan nanas disebut nata de pina, nata dari jambu mete disebut nata de chashew, dan nata yang dibuat dari limbah tahu (whey) disebut nata de soya.
2.3.2   Teknologi Pembuatan Nata de Soya
Proses pembuatan nata diperlukan 3 (tiga) tahapan, yaitu :                 (1) penyiapan biakan murni; (2) Pembuatan starter; (3) Fermentasi.
Dalam pembuatan nata, penanaman starter merupakan hal penting. Starter adalah populasi mikroba yang siap diinokulasi pada media fermentasi. Media starter ini diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan timbul mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih, lapisan ini disebut nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% dari volume media yang akan difermentasikan menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis (Anonim, 1997).
Starter dibuat dengan tujuan memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum sehingga enzim yang dihasilkan lebih banyak dan reaksi pembentukan nata dapat berjalan lebih lancar. Tujuan lainnya adalah agar bakteri asing dapat terhambat pertumbuhnnya karena jumlah Acetobacter xylinum lebih dominan. Selain itu pembuatan starter dapat mempercepat penyesuaian diri Acetobacter xylinum dari media padat ke media cair (Suryani dkk. 2005).
Menurut Palungkun (1993), pembentukkan selulosa ekstraseluler hasil sintesa Acetobacter xylinum merupakan hasil konversi gula dan sumber karbon lainnya.
Pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau medium yang mengandung glukosa oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel.

2.4  Bakteri Acetobacter Xylinum
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel, bersifat non motil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Nadiya, Krisdianto, Aulia Ajizah, 2005).
Bakteri pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Klasifikasi ilmiah bakteri nata adalah :
Kerajaan                 : Bacteria
Filum                      : Proteobacteria
Kelas                      : Alpha Proteobacteria
Ordo                       : Rhodospirillales
Familia                    : Psedomonadaceae
Genus                     : Acetobacter
Spesies                    : Acetobacter xylinum
Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara lain gram negatif untuk kultur yang masih muda, gram positif untuk kultur yang sudah tua, Obligat aerobic, membentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat dan Termal death point pada suhu 65-70°C.
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolit yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan udara (oksigen). Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–4,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3 sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28–31º. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Apwardhanu.wordpress.com, 2009).
Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28°–31 °C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5–5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan (http://id.wikipedia.org/wiki/ Acetobacter Xylinum).



BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1  Alat dan Bahan
3.1.1        Peralatan
1)      Alat untuk pembuatan starter
·      Botol bermulut besar
·      Kertas koran
·      Ruang inkubasi
·      Timbangan
·      Wadah perebus media
·      kompor
2)      Alat untuk fermentasi
·      Nampan plastik
·      Wadah perebus media
·      Ruang fermentasi
·      Kain kasa, kompor, timbangan
·      Kertas koran
·      Gelas ukur
3.1.2        Bahan
1)      Bahan pembuatan starter
·      Biakan murni Acetobacter xylinum
·      Glukosa 100 gram
·      Urea 5 gram
·      Asam asetat 25% 10ml
·      Air limbah tahu (whey)
2)      Bahan untuk fermentasi
·      Starter Acetobacter xylinum 15%
·      Glukosa 100 gram
·      Urea 5 gram
·      Air limbah tahu (whey) 1 liter
·      Asam asetat 25% 10 ml

3.2    Metode Penelitian
3.2.1        Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif dengan menggunakan studi literatur , tehnik observasi lapangan, dan uji praktek di laboratorium sekolah.
3.2.2        Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yakni April sampai Juni 2012, dan berlokasi di 2 (dua) tempat yakni di kelurahan Duwet Pekalongan Selatan dan laboratorium SMP Negeri 16 Pekalongan.

3.3  Tekhnik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposif sampling sebanyak 35 responden yang terdiri dari para pengusaha tahu dan penduduk yang berada di sekitar industri pembuatan tahu.
3.4  Tekhnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan langsung dari lapangan berupa informasi limbah cair tahu (whey), praktek uji pembuatan nata de soya, dan studi literatur yang membahas tentang bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah ini. Studi literatur ini didapatkan dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, internet, dan sebagainya. Pokok bahasan yang diambil dari studi literatur meliputi:
·      Sosialisasi Pemanfaatan Air Limbah Tahu dalam Pembuatan Nata de Soya
·      Pemanfaatan Limbah Tahu
·      Pengaruh Sifat Fisik-Mekanik Kacang Kedelai dalam Proses Pembuatan Tahu
·      Tahu
·      Membuat Nata de Coco
Data sekunder diperoleh dari instansi kelurahan, pengusaha tahu, dan penduduk yang bertempat tinggal di sekitar industri tahu. Pengambilan data dilakukan dengan observasi dan wawancara semi struktural yang mengacu pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
Variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi :
  • Informasi mengenai limbah cair tahu dan manfaatnya
  • Informasi mengenai pembuatan nata de soya dan manfaatnya
  • Informasi mengenai monografi kelurahan dan sosial ekonomi masyarakat

3.5  Analisis Data 
Data hasil penelitian disusun berdasarkan tema dan dianalisis secara deskriptif dengan cara :
1)   Diskusi
2)   Observasi dan Pengamatan
3)   Uji Praktek laboratorium
4)   Komparasi
5)   Analisa mendalam
  
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Limbah Cair Tahu (Whey) dan Manfaat yang Terkandung di Dalamnya
4.1.1  Limbah Cair Tahu (Whey)
Air tahu (Whey tofu) merupakan sisa penggumpalan tahu. Air ini dapat digunakan dalam pembuatan tahu sebagi penggumpal, tetapi kebutuhannya lebih sedikit dibandingkan limbah yang diperoleh maka air tahu banyak dibuang sehingga mencemari lingkungan. Cairan seperti susu segar ini akan lebih berguna bila dimanfaatkan atau diolah menjadi Nata de Soya. Hal ini mungkin dilakukan karena air tahu masih mengandung bahan organik (protein, lemak, dan karbohidrat) yang bisa digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri nata (Sarwono dan Saragih, 2001)
Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolahan tahu termasuk limbah tidak berbahaya, limbah ini termasuk juga air tahu (whey tofu). Air tahu dapat dimanfaatkan menjadi Nata de Soya, tetapi bila akan dibuang perlu dilakukan penanganan secara khusus. Hal ini disebabkan oleh sifat limbah cair tersebut. Sifat limbah cair dan pengolahan tahu antara lain sebagai berikut: (1) air limbah tahu mengandung zat-zat organik terlarut yang cenderung membusuk kalau dibiarkan tergenang sampai beberapa hari ditempat terbuka; (2) suhu air limbah tahu rata-rata berkisar 40-60ºC, suhu ini lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata air lingkungan. Pembuangan langsung tanpa proses, dapat membahayakan kelestarian lingkungan hidup; (3) air limbah tahu bersifat asam karena proses penggumpala sari kedelai membutuhkan bahan penolong yang bersifat asam. Keasaman limbah dapat membunuh mikroba, misalnya bakteri. Bakteri tumbuh optimal pada pH 6,5-8,5. Agar aman limbah tahu perlu diolah hingga mempunyai pH 6,5 (Sarwono dan Saragih, 2001).
Berdasarkan hasil survey di lapangan dari 35 sampel pengusaha tahu dan masyarakat sekitar industri air limbah tahu sisa pengolahan tahu dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu dan masyarakat sekitar pun tidak ada yang memanfaatkannya. Hal ini menyebabkan lingkungan di sekitar industri tersebut berbau tidak sedap sehingga mengganggu pernafasan.
4.1.2  Manfaat yang Terkandung di Dalam Limbah Cair Tahu (Whey)
Air limbah tahu masih mengandung komposisi kimia yang cukup banyak dan potensi gizi yang dimilikinya pun cukup tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, dan kalsium. Komposisi yang masih terdapat pada limbah air tahu merupakan media yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku Nata de Soya, karena medium fermentasi dalam pembuatan nata harus banyak mengandung karbohidrat disamping vitamin dan mineral.
Tabel 1. Komposisi Gizi Tahu dan Air Limbah Tahu dalam 100 gr
No.
Zat gizi (satuan)
Tahu
Air Limbah Tahu
1.
Karbohidrat (g)
0,8
2
2.
Protein (g)
10,9
1,75
3.
Lemak (g)
4,7
1,25
4.
Serat kasar (g)
0,1
0,001
5.
Kalsium (g)
223
4,5
(Taufik,dkk. dalam jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 2008).
Limbah industri yang dibuang bebas dan tidak dilakukan pengolahan atau dibiarkan tergenang atau tertimbun akan mengalami proses perombakan bahan organik yang dilakukan oleh jasad renik. Hasil perombakan akan menghasilkan sejumlah asam berbau yang sangat menyengat (H2S) disamping itu dapat menyebabkan penyebaran pathogenik yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia.
Golongan zat organik yang utama dalam air buangan industri tahu adalah karbohidrat, protein, lemak, dan minyak. Pada air buangan industri tahu mengandung unsur C, H, N, O, S, P sehingga dapat memberi manfaat unsur hara bagi mahluk hidup. Salah satunya adalah sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut merupakan bakteri asam asetat bersifat aerob yang merupakan bakteri yang digunakan dalam pembuatan nata.

4.2    Proses Pembuatan Nata de Soya dan Manfaatnya
4.2.1   Proses Pembuatan Nata de Soya
Survey yang kami lakukan di lapangan terhadap pengusaha tahu dan masyarakat sekitar industri mengenai nata de soya menunjukkan bahwa mereka tidak pernah mendengar adanya nata de soya, mereka hanya mengetahui nata de coco. Dengan demikian tentu saja cara pembuatannya pun mereka tidak tahu. Untuk itulah kami berusaha untuk mencoba mempraktekkan dan menguji cara pembuatan nata de soya sesuai dengan studi literatur yang ada. Uji praktek ini kami lakukan di laboratorium sekolah dari tanggal 1 – 15 Juni 2012 dengan hasil sebagai berikut:

1)   Alat dan bahan
a.    Alat
a.1 Alat untuk pembuatan starter
·    Juicer
·    Pisau
·    Saringan atau kain kasa
·    Toples
·    Kertas koran
·    Kompor
·    Wadah perebus media
a.2 Alat  untuk  fermentasi
·    Panci stainless steel
·    Kompor
·    Saringan atau kain kasa
·    Gelas ukur
·    Timbangan
·    Loyang plastik
·    Karet gelang
·    Kertas koran
·    pH indikator
b.    bahan
b.1 Bahan pembuatan starter
·    1 Buah nanas
·    Air
·    Gula pasir
b.2 Bahan untuk fermentasi
·    Air limbah tahu (whey) 4 liter
·    Bibit bakteri Acetobacter xylinum 100-150 cc
·    Pupuk urea(ZA) 0,6 gram
·    Asam asetat 5-8 sendok teh
·    Gula 100 gram
2)   Prosedur kerja
a.    Proses pembuatan biakan bibit bakteri Acetobacter xylinum
Sulitnya memperoleh bibit bakteri Acetobacter, maka diperlukan proses pembuatan dengan buah nanas. Proses pembuatannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
·      Buah nanas yang matang dikupas lalu dibersihkan dan dipotong-potong. Kemudian potongan kecil-kecil buah nanas ini dihancurkan dengan penghancur (juicer).
·      Hancuran buah nanas yang telah menjadi ampas lalu diperas sampai kering hingga habis sari buahnya.
·      Cairkan gula kristal dengan air mendidih dan biarkan sampai dingin
·      Cairan gula ini kemudian dicampurkan dengan ampas buah nanas yang sudah diperas dalam toples, dengan takaran 6:3:1 (6 sendok ampas nanas, 3 sendok gula dan 1 sendok air) dan aduk hingga rata selama 10 menit.
·      Terakhir tutup rapat ketiga campuran dan diperam selama 2-3 minggu sampai terbentuk lapisan berwarna putih di atasnya.
b.    Proses pembuatan starter
·      Siapkan 1 liter limbah air tahu, kemudian masukkan dalam wadah dan dipanaskan diatas kompor dengan pemanasan secukupnya. Saat air limbah tahu dipanaskan ambilah kotoran-kotoran atau gelembung-gelembung yang ada di atasnya sampai bersih (suhu panas ± 30-40º C).
·      Masukkan 0,6 gram pupuk Urea/ZA dalam cairan limbah tahu tersebut biarkan selama 5 menit, kemudian ambilah kotoran-kotoran yang terbentuk di atasnya dengan saringan.
·      Masukkan 100 gram gula pasir dan biarkan selama 5 menit, kemudian ambil kembali kotoran-kotoran yang terbentuk dengan saringan.
·      Terakhir masukkan asam asetat sebanyak 5-8 ml (atur agar pH 3-4) dan biarkan hingga mendidih.
c.    Proses fermentasi
·      Masukkan 1 liter campuran air rebusan limbah tahu dalam wadah fermentasi.
·      Tutup wadah tersebut dengan kertas koran hingga tertutup rapat, kemudian simpan di tempat dengan sirkulasi udara yang baik dengan suhu ruang 28-30º. Biarkan selama 1 hari.
·      Setelah 1 (satu) hari lakukan pembibitan
·      Ambil wadah fermentasi yang berisi campuran air limbah tahu dibuka tutupnya dengan hati-hati di salah satu ujungnya, kemudian masukkan bibit bakteri Acetobacter xylinum dan tutup rapat kembali.
·       Simpanlah selama 7-14 hari hingga campuran air limbah tersebut berubah menjadi lembaran padat atau yang disebut Nata atau Selulosa.
4.2.2   Manfaat Nata de Soya
Menurut hasil analisi gizi, Nata de Soya tergolong produk pangan yang bergizi tinggi terutama pada kandungan karbohidrat, protein dan serat kasar. Data tersebut membuktikan bahwa bakteri Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri asam asetat bersifat aerob yang dapat mengubah air limbah tahu yang tidak bernilai menjadi suatu produk bernilai gizi tinggi.
Limbah air tahu (whey tofu) selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum. Asetobacter xylinum dapat mengubah gula subtat menjadi gelselulosa yang biasa dikenal dengan nata.
Dengan pertolongan bakteri tersebut (Asetobacter xylinum) maka komponen gula yang ditambahkan ke dalam subtrat air limbah tahu dapat diubah menjadi suatu bahan yang menyerupai gel dan terbentuk di permukaan media. Menurut hasil penelitian micorbial cellulose ini nata selain untuk makanan, sekarang (terutama di Jepang) telah dikembangkan untuk keperluan peralatan-peralatan yang berteknologi tinggi, misalnya untuk membran sound system.
Komponen utama nutrisi nata de soya berupa makanan berserat tinggi atau berunsur selulosa. Kandungan serat yang tinggi pada nata de soya, menurut Trismilah, salah seorang anggota tim peneliti dari BPPT, diyakini dapat mencegah penyakit kanker, arteriosklerosis, dan trombosis (pembekuan darah). Nata de soya-kata Trismilah saat ditemui TEMPO di sela-sela Konferensi Bioteknologi II di Yogyakarta, pekan lalu-yang kenyal dan bening, mirip agar-agar, juga baik untuk pencernaan dan bagi penderita kolesterol tinggi (tempo.com, 5 November 2001).
Pemanfaatan air limbah industri tahu untuk produk panganyang digemari masyarakat merupakan alternatif terbaik yang dapat ditawarkan kepada pengusaha tahu. Selama ini mereka hanya memproses kedelai menjadi tahu serta susu kedelai dan membuang seluruh limbah pabrik. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa limbah tersebut tidak bernilai ekonomis sama sekali. padahal pemanfaatan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar industri dengan adanya industri UKM baru berupa pemanfaatan limbah tahu menjadi nata de soya.
Limbah tahu mempunyai peluang ekonomis dan potensi gizi yang baik bila diolah menjadi produk pangan nata de soya. Oleh karena itu, pengembangan model usaha nata de soya perlu dilakukan guna mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk membina pengusaha tahu dalam masyarakat di sekitar industri tahu dalam hubungannya dengan proses produksi, pengemasan dan pemasaran nata de soya.
Salah satu produk pangan asal air limbah tahu yang mempunyai prospek baik adalah pembuatan nata. Hal ini mengingat bahan pangan tersebut banyak digemari dan telah mampu mendapat pasaran baik di Indonesia maupun luar negeri. Selama ini nata de coco telah merebut hati masyarakat tetapi sebagian besar belum mengetahui tentang produk nata yang berasal dan air limbah tahu yaitu nata de soya padahal produk ini mempunyai rasa yang lebih enak daripada nata de coco disamping kandungan selulosa dan proteinnya juga jauh lebih tinggi (Basrah Enie dan Supriatna, 1993; Lestari, 1994).
Nata de Soya merupakan alternatif pilihan untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang terasa langsung kerugiannya bagi manusia. Pembuatan Nata de Soya sama dengan Nata de Coco, bedanya hanya pada medianya yaitu limbah air kedelai dengan limbah air kelapa (http://bisnisukm.com).

4.3  Kendala dan Cara Mengatasi Kendala dalam Pembuatan Nata de Soya
4.3.1   Kendala dalam Pembuatan Nata de Soya
Kendala yang ditemukan saat uji pembuatan nata adalah sulitnya penyediaan bibit nata atau starter, karena dalam pembuatannya membutuhkan media yang rumit dan ekstra hati-hati serta ketelitian. Terutama untuk pengaturan suhu ruangan penyimpanan dan faktor kebersihan.
Selain itu, walaupun bibit atau starter dapat dibeli akan tetapi hanya tersedia di tempat tertentu, yakni di laboratorium pertanian dan harganya pun relatif cukup mahal ( 1 botol ukuran 800 ml seharga Rp 25.000,00).
4.3.2   Cara mengatasi kendala dalam pembuatan Nata de Soya
Untuk mengatasi kesulitan itulah, maka kami berupaya membuat bibit bakteri Acetobacter xylinum atau starter dengan menggunakan bahan lain yang berupa buah nanas. Karena buah ini tersedia di pasaran tidak tergantung musim dan harganya pun relatif murah.
Proses pembuatan starter dengan buah ini lebih mudah dibandingkan dengan bahan cairan limbah tahu (whey). Waktu pembuatannya pun lebih cepat dan kemungkinan keberhasilanya tinggi, karena buah nanas bersifat asam dan manis. Proses pembuatan nata, harus diperhatikan kondisi ruang peram dan kebersihan. Waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk lapisan nata sekitar seminggu.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan ini adalah:
a)    Limbah cair tahu (whey) adalah sisa cairan hasil pengolahan tahu.
b)    Limbah cair tahu (whey) ternyata banyak mengandung zat yang bermanfaat terutama mengandung bahan-bahan organik seperti protein, lemak dan karbohidrat yang mudah busuk sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap (Shurtleft dan Aoyogi, 1975). Selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum. Asetobacter xylinum dapat mengubah gula subtat menjadi gelselulosa yang biasa dikenal dengan nata.
c)    Ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu mengandung nutrien-nutrien (protein, karbohidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimanfaatkan akan menguntungkan perajin tahu atau masyarakat yang berminat mengolahnya sehingga dapat meningkat pendapatan keluarga.
d)   Nata de Soya mengandung banyak manfaat yang berguna bagi kesehatan tubuh.
e)    Kesulitan dalam pengadaan starter atau bibit bakteri Acetobacter dapat diatasi dengan membuat sendiri dari bahan-bahan lain, seperti buah buah nanas.

5.2    Saran
Pengembangan dan pemanfaatan limbah cair tahu (whey) sebagai bahan pembuatan nata de soya, perlu adanya perhatian dari pemerintah atau instansi terkait. Khususnya kepada pengusaha industri dan masyarakat sekitar, perhatian tersebut dapat berupa pelatihan-pelatihan maupun penyuluhan mengenai penanganan dan pemanfaatan limbah cair tahu (whey) untuk pembuatan nata de soya. Hal ini dimaksudkan agar dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan tetapi malah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 
DAFTAR PUSTAKA


Annisa Nur Lisniarsyah, 2011: Pengaruh Sifat Fisik-Mekanik Kacang Kedelai dalam Proses Pembuatan Tahu, Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Institut Pertanian Bogor.

Anonim, 1997: Nata de Soya. http:/Warintek.Progressio.Or.Id./.by Rans.

Anonim, 2005: Pemanfaatan Limbah Tahu. Penelitian Kerjasama antara Bapeda dan CV. Mitra Loka dalam Prospect No. 2 bulan Februari 2006 halaman 41.

apwardhanu.wordpress.com/2009/07/11/bakteri-pembentuk-nata/

BPS Jawa Tengah dalam Angka tahun 2000.

Dwi Arjanto, L.N. Idayanie (Yogyakarta): Nata de Soya, tempo.com, 5 November 2001

http://bisnisukm.com/ Lezatnya Nata De Soya, Mampu Selamatkan Lingkungan Terbit28 Oktober 2009



Monografi Kelurahan Duwet tahun 2011.

Palungkun R., 1999: Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sarwono, B dan Y.P Saragih, 2001: Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Taufik, dkk, 2008: Sosialisasi Pemanfaatan Air Limbah Tahu dalam Pembuatan Nata de Soya di Desa Muara Pijoan dalam Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No. 46 tahun 2008 halaman 77.

Y.P Saragih, 2004: Membuat Nata de Coco Olahan Sari Kelapa yang Menyegarkan. Jakarta: Puspa Swara