PERBANDINGAN TINGKAT PERTUMBUHAN BAKTERI ACETOBACTER XYLINUM
PADA MEDIA KULIT NANAS DAN DAGING BUAH NANAS
OLEH TIM KIR IPA
SMP N 16 PEKALONGAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua
komponen sel suatu mikroorganisme. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan
sel. Pada mikroba bersel tunggal (unisluler), pertumbuhan sel merupakan
pertambahan jumlah individu. Misalnya pembelahan sel pada bakteri akan
menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri.
Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang
irreversible artinya tidak dapat dibalik kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan
sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang
dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran
sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan
ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan
populasi mikroba (Sofa, 2008).
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan
nutrisi yang mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses
pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri. Menurut Darkuni (2001) pertumbuhan
bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor
ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatanb jumlah sel yang
berbedadan pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva
pertumbuhannya. Sedangkan menururt Tarigan (1988) kebutuhan mikroorganisme
untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: kebutuhan fisik
dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH dan
tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi air, sumber karbon,
nitrogen oksigen, mineral-mineral dan faktor penumbuh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hastuti (2007) bahwa terdapat beberapa faktor abiotik yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suhu, kelembapan, cahaya, pH, AW
dan nutrisi. Apabila dfaktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat, sehingga
optimum untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri dapat tumbuh dan berkembang
biak.
Acetobacter
xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2
mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk
rantai pendek dengan satuan 6-8 sel, bersifat non motil dan dengan pewarnaan
gram menunjukkan gram negatif. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi
glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat
yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk
mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa
tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Nadiya, Krisdianto, Aulia
Ajizah, 2005).
Bakteri
pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian
dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Klasifikasi
ilmiah bakteri nata adalah :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Alpha Proteobacteria
Ordo : Rhodospirillales
Familia : Psedomonadaceae
Genus : Acetobacter
Spesies : Acetobacter xylinum
Bakteri
pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara
lain gram negatif untuk kultur yang masih muda, gram positif untuk kultur yang
sudah tua, Obligat aerobic, membentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam
medium alkali berbentuk oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora,
tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat
dan Termal death point pada suhu 65-70°C.
Bakteri
Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan
sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri
Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase
kematian.
Apabila
bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan
beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan
pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi
dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan
pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja.
Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan
enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa
menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu
strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
Fase
pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolit
yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua.
Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih
lebih banyak dibanding jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi
keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak
diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam
media sudah hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami
fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri
hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi,
sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan
udara (oksigen). Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–4,5, namun akan tumbuh
optimal bila pH nya 4,3 sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum pada suhu 28–31º. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi
tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk
kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Apwardhanu.wordpress.com, 2009).
Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata
jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam
kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun
zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa.
Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan
lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata.
Acetobacter Xylinum dapat
tumbuh pada pH 3,5–7,5, namun akan tumbuh optimal
bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
Xylinum pada suhu 28°–31 °C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
Asam asetat atau asam cuka
digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam
asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan
konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang
diinginkan yaitu pH 4,5–5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat,
asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan (http://id.wikipedia.org/wiki/
Acetobacter Xylinum).
Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan buah yang
banyak dikonsumsi penduduk Indonesia. Selain dikonsumsi sebagai buah segar,
banyak juga yang memanfaatkannya untuk tambahan makanan salah satunya adalah
rujak. Untuk dikonsumsi dalam bentuk buah maupun sebagai makanan alternatif
lain, nanas perlu dikupas terlebih dahulu, karena bagian kulitnya yang kasar
dapat mengganggu saat dikonsumsi. Namun sering kali kulit nanas yang terbuang
tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal kalau kita jeli kulit nanas masih mengandung
81,72% air, 20,87% serat kasar, 17,53% karbohidrat, 4,41% protein dan 13,65%
gula (Wijana dkk, 1991)
Kandungan zat ini diduga akan dapat dimanfaatkan oleh
bakteri Acetobacter xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Selama ini pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan unsur karbon (C) dan kondisi yang
memiliki pH-asam. Kandungan zat berupa gula dan unsur lain tersebut diatas
serta kondisi nanas yang asam semakin meyakinkan bagi peneliti untuk
memanfaatkannya sebagai bahan untuk menangkap bakteri Acetobacter xylinum.
Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah
nanas mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana, dkk
(1991) kulit nanas mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 %
karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi. Mengingat kandungan
karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya etanol
melalui proses fermentasi. Komposisi limbah kulit nanas dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Limbah
Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah
Komposisi
|
Rata-rata
Berat Basah (%)
|
Air
|
86,70
|
Protein
|
0,69
|
Lemak
|
0,02
|
Abu
|
0,48
|
Serat basah
|
1,66
|
Karbohidrat
|
10,54
|
Sumber: Sidharta
(1989)
Kandungan zat-zat tersebut diatas diduga dapat
dimanfaatkan oleh Bakteri A. xylinum untuk tumbuh dan berkembang.
BAB
II
LANGKAH-LANGKAH
PENELITIAN
A.
Masalah
Bagaimanakah perbandingan tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
pada media kulit nanas dan daging buah nanas?
B.
Tujuan
Untuk mengetahui perbandingan tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum pada media kulit nanas dan daging buah
C.
Observasi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi,
sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan
udara (oksigen). Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–4,5, namun akan tumbuh
optimal bila pH nya 4,3 sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum pada suhu 28–31º. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi
tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk
kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Apwardhanu.wordpress.com, 2009).
Menurut Wijana
dkk, 1991, kulit
nanas masih mengandung 81,72% air, 20,87% serat kasar, 17,53% karbohidrat,
4,41% protein dan 13,65% gula. Kandungan zat ini diduga akan dapat dimanfaatkan oleh bakteri
Acetobacter xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Selama ini pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum membutuhkan unsur karbon (C) dan kondisi yang memiliki
pH-asam. Kandungan zat berupa gula dan unsur lain tersebut diatas serta kondisi
nanas yang asam semakin meyakinkan bagi peneliti untuk memanfaatkannya sebagai
bahan untuk menangkap bakteri Acetobacter xylinum.
D.
Hipotesis
Ho : tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter dengan
menggunakan daging buah lebih cepat dibandingkan dengam menggunakan kulit
buahnya.
Ha : tingkat pertumbuhan bakteri
Acetobacter dengan menggunakan daging buah lebih lambat dibandingkan dengam
menggunakan kulit buahnya.
E.
Variabel
1.
Variabel terikat : tingkat pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum
2.
Variabel bebas : daging buah dan kulit buah
Nanas
3.
Variabel control : nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, tingkat keasaman (pH) media temperatur, dan udara (oksigen)
F.
Eksperimen
1.
Alat dan Bahan
a. Alat
·Juicer
·Pisau
·Saringan atau kain kasa
·Toples
·Kertas koran
·Kompor
·Wadah perebus media
·pH indikator
·Termometer
|
b. bahan
·1 Buah nanas
·Air
·Pupuk urea(ZA)
0,6 gram
·Asam asetat
5-8 sendok teh
·Gula 100 gram
|
2.
Prosedur Kerja
a. Buah nanas yang matang dikupas lalu dibersihkan
dan dipotong-potong, baik daging buah maupun kulit buahnya. Kemudian masing-masing
potongan kecil-kecil baik daging maupun buah nanas ini dihancurkan dengan
penghancur (juicer).
b. Hancuran daging buah nanas dan kulit buahnya yang
telah menjadi ampas dipisahkan lalu diperas sampai kering hingga habis sari
buahnya.
c. Cairkan gula kristal dengan air mendidih dan
biarkan sampai dingin
d. Cairan gula ini kemudian dicampurkan dengan ampas daging
buah dan kulit buah nanas yang sudah dipisahkan dalam wadah berbeda lalu diperas
dalam toples, dengan takaran 6:3:1 (6 sendok ampas nanas, 3 sendok gula dan 1
sendok air) dan aduk hingga rata selama 10 menit.
e. Terakhir tutup rapat ketiga campuran dan diperam
selama 2 minggu sampai terbentuk lapisan berwarna putih di atasnya.
3.
Tabel Pengamatan
No.
|
Hasil Pengamatan
|
Media Daging buah
|
Media Kulit Buah
|
1.
|
Hari ke-2
|
Tidak ada lapisan nata
|
Ada lapisan nata
|
2.
|
Hari ke-4
|
Ada lapisan nata
|
Ada serabut fibril
|
3.
|
Hari ke-6
|
Belum ada serabut fibril
|
Ada serabut fibril
|
4.
|
Hari ke-8
|
Ada serabut fibril
|
Di peroleh F1
|
5.
|
Hari ke-10
|
Di peroleh F1
|
Di peroleh F2
|
6.
|
Hari ke-12
|
Di peroleh F2
|
200ml---1000ml
|
4.
Diagram
5.
Pembahasan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa medium kulit nanas
dan daging buah nanas dapat dipakai sebagai bahan untuk menangkap bakteri yang kemudian
dipakai sebagai starter yang ditumbuhkan pada air kelapa. Dari kedua wadah semuanya berhasil dalam hal; terdapat lapisan nata, ditemukan
serabut fibril, dapat dikembangbiakkan di medium air kelapa hingga diperoleh
keturunan pertama (F1), dan dapat dikembangbiakkan pula di medium air kelapa
pada generasi kedua (F2)
Hanya saja pertumbuhan yang diperoleh
lebih cepat menggunakan kulit dibandingkan dengan daging buahnya, walaupun dalam pemakaian air limbah kulit nanas sebagai medium untuk menangkap
bakteri A. xylinum untuk dikembangkan menjadi 2 generasi yaitu F1 dan F2 tidak
mengalami kendala karena masing-masing medium dari F1 dan F2 memiliki kandungan
zat dan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan Bakteri A. xylinum. Dalam hal ini
medium untuk F1 dan F2 berasal dari air kelapa.
Keberhasilan menangkap bakteri menggunakan kedua media ini disebabkan kandungan zat buah nanas yang mencukupi
untuk pertumbuhan dan perkembangan A. xylinum. Kandungan zat tersebut antara
lain: kulit nanas mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 %
karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi (Wijana, dkk, 1991).
Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi itulah maka
kebutuhan hidup dari unsur karbon bagi A.xylinum dapat terpenuhi. Selain itu
kondisi pH yang cenderung asam 4 - 5 membuat bakteri ini mampu hidup, karena
memang selama ini kemampuan hidup A.xylinum cenderung berada di lingkungan yang
ber-pH asam (Pambayun, 2002).
Berdasarkan hasil penentuan kadar sukrosa yang dilakukan
terhadap kedua jenis media menunjukkan bahwa dalam keduanya masih relatif banyak mengandung sukrosa yang
diperlukan untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum (0,6% b/v), sehingga sukrosa (gula pasir) yang ditambahkan dalam
proses tidak terlalu tinggi. Hal ini karena jika jumlah sukrosa melebihi dari
yang diperlukan bakteri tersebut, maka akan terbuang sia-sia. Sebaliknya bila
jumlah sukrosa yang ditambahkan kurang dari yang diperlukan, maka pertumbuhan
bakteri tidak akan optimum yang berakibat serat yang dihasilkan tidak akan
maksimum pula.
Adanya peningkatan kadar serat nata yang relatif kecil
pada penambahan sukrosa 12,5%, 15%, dan 20% kemungkinan disebabkan sukrosa yang
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum tersebut sudah optimum, bahkan cenderung bersisa dan akhirnya
ketika masa stasioner bakteri tersebut berlang-sung, penambahan sukrosa tidak
berpengaruh sama sekali terhadap aktivitas bakteri dalam membentuk jalinan
selulosa.
Kemungkinan lainnya adalah ruangan yang digunakan untuk
fermentasi kurang steril dari pengaruh mikroorganisme yang sewaktu-waktu dapat
masuk ke dalam tempat fermentasi sehingga tumbuh jamur (khamir) yang merusak
pembentukan nata (fermentasi) yang sedang berlangsung. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Endang S. Rahayu (1993 : 84), bahwa faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam fermentasi nata diantaranya kondisi fermentasi
diusahakan sedemikian rupa sehingga bakteri dapat bekerja secara optimum, yaitu
meliputi derajat keasaman, suhu, sumber karbon, maupun nutrisi lainnya
(nitrogen, sulfur, fosfor dan lain-lain), aerasi yang cukup, dan ruangan yang
steril.
Aerasi yang kurang baik dapat berpengaruh
terhadap kadar serat nata yang dihasilkan, karena peningkatan jumlah selulosa
yang relatif cepat diduga terjadi akibat konsentrasi sel yang terus berkembang
di daerah permukaan yang langsung kontak dengan udara di dalam wadah
fermentasi. Suplai O2 di permukaan akan merangsang peningkatan massa sel dan enzim
pembentuk selulosa yang mengakibatkan meningkatnya produksi selulosa (Tien
R.Muchtadi, 1997 : 42).
Fermentasi yang baik untuk nata adalah selama 14 hari,
karena setelah lebih dari 14 hari sering terjadi kontaminasi yang disebabkan
oleh jamur (Endang S. Rahayu, 1993 : 84). Namun dalam penelitian ini fermentasi
hanya dilakukan selama 7 hari. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
kondisi labora-torium yang digunakan untuk penelitian terlalu riskan jika
digunakan untuk fermentasi selama 14 hari, karena ruangan yang kurang steril
berakibat adanya mikroorganisme berkeliaran di sekitarnya, sehingga kemungkinan
terjadinya kontaminasi sangat besar. Hal ini terbukti bahwa dengan fermentasi 7
hari beberapa kultur tempat fermentasi sudah terkontaminasi sehingga nata yang
terbentuk tidak sempurna, bahkan ada yang tidak terbentuk nata sama sekali.
Meskipun ditempatkan di ruangan yang tidak biasa digunakan untuk praktikum,
tapi tetap saja tidak menjamin bahwa ruangan tersebut bebas kontaminan. Oleh
karena itu perlu dicoba lagi untuk lama fermentasi yang lebih panjang (lebih
dari 7 hari), agar diperoleh kadar serat nata yang lebih besar dengan
memperhatikan penempatan fermentasi yang benar-benar terjamin kesterilannya
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1.
Kulit nanas dan daging buah nanas dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata.
2.
Tingkat
pertumbuhan bakteri A. Xylinum pada kulit nanas lebih cepat dibandingkan pada
daging buah nanas.
3.
Kadar serat nata yang terbentuk
dari kedua media tergantung pada variasi konsentrasi gula pasir (sukrosa)
B.
SARAN
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui seberapa banyak jumlah bakteri A. xylinum yang tumbuh pada medium
perasan air kulit nanas dalam satuan individual bakteri menggunakan
Hemocytometer.
Diharapkan dapat dilakukan penelitian tentang pembuatan
nata dari media yang lain. Selain itu dapat dicoba variasi konsentrasi gula pasir yang lain
dan lama fermentasi yang lebih panjang agar diperoleh kondisi optimum dimana
dihasilkan serat nata yang maksimum.
DAFTAR PUSTAKA
Endang
S.Rahayu. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. Yogyakarta
: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.
Hasnelly,
Sumartini, Dewi. (1997). Mempelajari Pengaruh Penambahan Konsentrasi Sacharomyces cereviceae dan
Ammonium fosfat pada Pembuatan Nata Kulit Nenas. Prosiding Seminar
Teknologi Pangan.
Tien R.
Muchtadi. (1997). Nata De Pina. Media Komunikasi dan Informasi Pangan Nomer 33 Volume
IX –1997.
Lampiran
DOKUMENTASI PELAKSANAAN UJI PRAKTEK
PERTUMBUHAN BAKTERI ACETOBACTER XYLINUM
Pembuatan Starter / Pembibitan Bakteri Acetobacter
xylinum
|
|
Penghancuran Media nanas dgn
Juicer untuk dijadikan ampas
|
Penyaringan sari nanas agar
ampas benar-benar kering
|
|
|
Penakaran dan penanaman bibit
sebelum dimasukkan wadah
|
Ampas nanas siap disimpan agar
tumbuh bibit bakter Acetobacter
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar