Selasa, 04 Maret 2014



RENUNGAN :

PERJALANAN KISAH HIDUP DARI SEORANG NABI ADAM DAN SITI HAWA


As Suddiy menceritakan dari Abu Shalih dan Abu Malik dari Ibnu Abbas, dan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud serta dari beberapa orang sahabat, bahwa mereka berkata, “Iblis dikeluarkan dari surga dan Adam ditempatkan di surga, maka Adam berjalan-jalan di surga sendiri tanpa ada pasangan yang dapat menenteramkannya, ia pun tidur, ketika bangun, ternyata di dekat kepalanya ada seorang wanita yang duduk, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakannya dari tulang rusuknya.
Adam lalu bertanya kepadanya, “Siapa engkau?” Ia menjawab, “Seorang wanita.” Adam bertanya, “Untuk apa engkau diciptakan?” Ia menjawab, “Agar engkau dapat merasa tenteram denganku.” Lalu para malaikat berkata kepadanya melihat ilmu yang dimiliki Adam, “Siapa namanya wahai Adam?” Ia menjawab, “Hawa’.” Mereka berkata lagi, “Mengapa (disebut) Hawa’?” Adam menjawab, “Karena ia diciptakan dari sesuatu yang hidup.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan Adam dan istrinya Hawa’ untuk tinggal di surga dan memakan buah-buahan yang ada di sana serta menjauhi sebuah pohon sebagai ujian kepada keduanya, Dia berfirman, “Wahai Adam! diamilah olehmu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah: 35)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga memperingatkan Adam dan istrinya agar tidak tergoda oleh Iblis serta mengingatkan permusuhan Iblis kepada keduanya, Dia berfirman, “Wahai Adam! Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah ia sampai mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” (QS. Thaha: 117)
Mulailah Iblis berpikir tentang cara menyesatkan Adam dan Hawa’, setelah berhasil menemukan caranya, maka ia pun melakukan rencananya itu, ia pun mendatangi Adam dan Hawa’ dan berkata, “Wahai Adam! Maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS.. Thaha: 120)
Maka Adam dan Hawa membenarkan ucapan Iblis itu karena sumpahnya, dimana menurut keduanya tidak mungkin ada seorang yang berani bersumpah secara dusta dengan nama Allah, maka Adam dan Hawa’ pun pergi mendatangi pohon itu dan memakan buahnya. Ketika itulah terjadi peristiwa yang mengejutkan, keduanya terbuka auratnya dan telanjang karena maksiatnya dan keduanya pun merasa malu dan sedih sekali, segeralah keduanya mendatangi pepohonan dan memetik daun-daunnya untuk menutupi auratnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Adam dan Hawa’, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu, “Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS.. Al A’raaf: 22)
Ketika itu Adam dan Hawa’ sangat menyesal sekali karena telah bermaksiat kepada Allah, segeralah keduanya bertobat dan beristighfar, keduanya berkata, “Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS.. Al A’raaf: 23)
Setelah Adam dan Hawa’ menyesal dan beristighfar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima tobatnya dan memerintahkan keduanya untuk turun ke bumi dan hidup di sana.
Mulailah Adam hidup di bumi dan membuka lembaran perjalanan hidupnya yang baru di sana. Di bumi itu, Adam memiliki banyak keturunan, ia mendidik dan mengajarkan mereka serta memberitahukan mereka, bahwa hidup di dunia merupakan ujian dan cobaan, dan hendaknya mereka berpegang teguh dengan petunjuk Allah serta berwaspada terhadap tipu daya setan. Ia juga mengajak keturunannya agar menyembah Allah, memberitahukan kepada mereka tentang kebenaran dan keimanan, memperingatkan mereka akan bahayanya syirk, kemaksiatan, dan bahayanya menaati setan sampai ia wafat.



PERBANDINGAN TINGKAT PERTUMBUHAN BAKTERI ACETOBACTER XYLINUM  PADA MEDIA KULIT NANAS DAN DAGING BUAH NANAS

OLEH TIM KIR IPA
SMP N 16 PEKALONGAN

BAB I
PENDAHULUAN


Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu mikroorganisme. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada mikroba bersel tunggal (unisluler), pertumbuhan sel merupakan pertambahan jumlah individu. Misalnya pembelahan sel pada bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri.
Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba (Sofa, 2008).
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri. Menurut Darkuni (2001) pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatanb jumlah sel yang berbedadan pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya. Sedangkan menururt Tarigan (1988) kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH dan tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineral-mineral dan faktor penumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Hastuti (2007) bahwa terdapat beberapa faktor abiotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suhu, kelembapan, cahaya, pH, AW dan nutrisi. Apabila dfaktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat, sehingga optimum untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel, bersifat non motil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Nadiya, Krisdianto, Aulia Ajizah, 2005).
Bakteri pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Klasifikasi ilmiah bakteri nata adalah :
Kerajaan                 : Bacteria
Filum                      : Proteobacteria
Kelas                      : Alpha Proteobacteria
Ordo                       : Rhodospirillales
Familia                    : Psedomonadaceae
Genus                     : Acetobacter
Spesies                    : Acetobacter xylinum
Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara lain gram negatif untuk kultur yang masih muda, gram positif untuk kultur yang sudah tua, Obligat aerobic, membentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat dan Termal death point pada suhu 65-70°C.
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolit yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan udara (oksigen). Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–4,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3 sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28–31º. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Apwardhanu.wordpress.com, 2009).
Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28°–31 °C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5–5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan (http://id.wikipedia.org/wiki/ Acetobacter Xylinum).
Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan buah yang banyak dikonsumsi penduduk Indonesia. Selain dikonsumsi sebagai buah segar, banyak juga yang memanfaatkannya untuk tambahan makanan salah satunya adalah rujak. Untuk dikonsumsi dalam bentuk buah maupun sebagai makanan alternatif lain, nanas perlu dikupas terlebih dahulu, karena bagian kulitnya yang kasar dapat mengganggu saat dikonsumsi. Namun sering kali kulit nanas yang terbuang tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal kalau kita jeli kulit nanas masih mengandung 81,72% air, 20,87% serat kasar, 17,53% karbohidrat, 4,41% protein dan 13,65% gula (Wijana dkk, 1991)
Kandungan zat ini diduga akan dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Selama ini pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan unsur karbon (C) dan kondisi yang memiliki pH-asam. Kandungan zat berupa gula dan unsur lain tersebut diatas serta kondisi nanas yang asam semakin meyakinkan bagi peneliti untuk memanfaatkannya sebagai bahan untuk menangkap bakteri Acetobacter xylinum.
Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana, dkk (1991) kulit nanas mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya etanol melalui proses fermentasi. Komposisi limbah kulit nanas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Limbah Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah

Komposisi
Rata-rata Berat Basah (%)
Air
86,70
Protein
0,69
Lemak
0,02
Abu
0,48
Serat basah
1,66
Karbohidrat
10,54
 Sumber: Sidharta (1989)
Kandungan zat-zat tersebut diatas diduga dapat dimanfaatkan oleh Bakteri A. xylinum untuk tumbuh dan berkembang.





BAB II
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN


A.      Masalah
Bagaimanakah perbandingan tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada media kulit nanas dan daging buah nanas?

B.       Tujuan
Untuk mengetahui perbandingan tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada media kulit nanas dan daging buah

C.      Observasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan udara (oksigen). Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–4,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3 sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28–31º. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Apwardhanu.wordpress.com, 2009).
Menurut Wijana dkk, 1991, kulit nanas masih mengandung 81,72% air, 20,87% serat kasar, 17,53% karbohidrat, 4,41% protein dan 13,65% gula. Kandungan zat ini diduga akan dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk tumbuh dan berkembang. Selama ini pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan unsur karbon (C) dan kondisi yang memiliki pH-asam. Kandungan zat berupa gula dan unsur lain tersebut diatas serta kondisi nanas yang asam semakin meyakinkan bagi peneliti untuk memanfaatkannya sebagai bahan untuk menangkap bakteri Acetobacter xylinum.

D.      Hipotesis
Ho :  tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter dengan menggunakan daging buah lebih cepat dibandingkan dengam menggunakan kulit buahnya.
Ha :  tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter dengan menggunakan daging buah lebih lambat dibandingkan dengam menggunakan kulit buahnya.
E.       Variabel
1.    Variabel terikat : tingkat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
2.    Variabel bebas : daging buah dan kulit buah Nanas
3.    Variabel control : nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, tingkat keasaman (pH) media temperatur, dan udara (oksigen)

F.       Eksperimen
1.    Alat dan Bahan
a.    Alat
·Juicer
·Pisau
·Saringan atau kain kasa
·Toples
·Kertas koran
·Kompor
·Wadah perebus media
·pH indikator
·Termometer
b.     bahan
·1 Buah nanas
·Air
·Pupuk urea(ZA) 0,6 gram
·Asam asetat 5-8 sendok teh
·Gula 100 gram

2.    Prosedur Kerja
a.    Buah nanas yang matang dikupas lalu dibersihkan dan dipotong-potong, baik daging buah maupun kulit buahnya. Kemudian masing-masing potongan kecil-kecil baik daging maupun buah nanas ini dihancurkan dengan penghancur (juicer).
b.    Hancuran daging buah nanas dan kulit buahnya yang telah menjadi ampas dipisahkan lalu diperas sampai kering hingga habis sari buahnya.
c.    Cairkan gula kristal dengan air mendidih dan biarkan sampai dingin
d.   Cairan gula ini kemudian dicampurkan dengan ampas daging buah dan kulit buah nanas yang sudah dipisahkan dalam wadah berbeda lalu diperas dalam toples, dengan takaran 6:3:1 (6 sendok ampas nanas, 3 sendok gula dan 1 sendok air) dan aduk hingga rata selama 10 menit.
e.    Terakhir tutup rapat ketiga campuran dan diperam selama 2 minggu sampai terbentuk lapisan berwarna putih di atasnya.
3.    Tabel Pengamatan
No.
Hasil Pengamatan
Media Daging buah
Media Kulit Buah
1.
Hari ke-2
Tidak ada lapisan nata
Ada lapisan nata
2.
Hari ke-4
Ada lapisan nata
Ada serabut fibril
3.
Hari ke-6
Belum ada serabut fibril
Ada serabut fibril
4.
Hari ke-8
Ada serabut fibril
Di peroleh F1
5.
Hari ke-10
Di peroleh F1
Di peroleh F2
6.
Hari ke-12
Di peroleh F2
200ml---1000ml

4.    Diagram

5.        Pembahasan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa medium kulit nanas dan daging buah nanas dapat dipakai sebagai bahan untuk menangkap bakteri yang kemudian dipakai sebagai starter yang ditumbuhkan pada air kelapa. Dari kedua wadah semuanya berhasil dalam hal; terdapat lapisan nata, ditemukan serabut fibril, dapat dikembangbiakkan di medium air kelapa hingga diperoleh keturunan pertama (F1), dan dapat dikembangbiakkan pula di medium air kelapa pada generasi kedua (F2)

Hanya saja pertumbuhan yang diperoleh lebih cepat menggunakan kulit dibandingkan dengan daging buahnya, walaupun dalam pemakaian air limbah kulit nanas sebagai medium untuk menangkap bakteri A. xylinum untuk dikembangkan menjadi 2 generasi yaitu F1 dan F2 tidak mengalami kendala karena masing-masing medium dari F1 dan F2 memiliki kandungan zat dan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan Bakteri A. xylinum. Dalam hal ini medium untuk F1 dan F2 berasal dari air kelapa.
Keberhasilan menangkap bakteri menggunakan kedua media ini  disebabkan kandungan zat buah nanas yang mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan A. xylinum. Kandungan zat tersebut antara lain: kulit nanas mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi (Wijana, dkk, 1991). Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi itulah maka kebutuhan hidup dari unsur karbon bagi A.xylinum dapat terpenuhi. Selain itu kondisi pH yang cenderung asam 4 - 5 membuat bakteri ini mampu hidup, karena memang selama ini kemampuan hidup A.xylinum cenderung berada di lingkungan yang ber-pH asam (Pambayun, 2002).
Berdasarkan hasil penentuan kadar sukrosa yang dilakukan terhadap kedua jenis media menunjukkan bahwa dalam keduanya masih relatif banyak mengandung sukrosa yang diperlukan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum (0,6% b/v), sehingga sukrosa (gula pasir) yang ditambahkan dalam proses tidak terlalu tinggi. Hal ini karena jika jumlah sukrosa melebihi dari yang diperlukan bakteri tersebut, maka akan terbuang sia-sia. Sebaliknya bila jumlah sukrosa yang ditambahkan kurang dari yang diperlukan, maka pertumbuhan bakteri tidak akan optimum yang berakibat serat yang dihasilkan tidak akan maksimum pula. 
Adanya peningkatan kadar serat nata yang relatif kecil pada penambahan sukrosa 12,5%, 15%, dan 20% kemungkinan disebabkan sukrosa yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum tersebut sudah optimum, bahkan cenderung bersisa dan akhirnya ketika masa stasioner bakteri tersebut berlang-sung, penambahan sukrosa tidak berpengaruh sama sekali terhadap aktivitas bakteri dalam membentuk jalinan selulosa.
Kemungkinan lainnya adalah ruangan yang digunakan untuk fermentasi kurang steril dari pengaruh mikroorganisme yang sewaktu-waktu dapat masuk ke dalam tempat fermentasi sehingga tumbuh jamur (khamir) yang merusak pembentukan nata (fermentasi) yang sedang berlangsung. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Endang S. Rahayu (1993 : 84), bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi nata diantaranya kondisi fermentasi diusahakan sedemikian rupa sehingga bakteri dapat bekerja secara optimum, yaitu meliputi derajat keasaman, suhu, sumber karbon, maupun nutrisi lainnya (nitrogen, sulfur, fosfor dan lain-lain), aerasi yang cukup, dan ruangan yang steril.
Aerasi yang kurang baik dapat berpengaruh terhadap kadar serat nata yang dihasilkan, karena peningkatan jumlah selulosa yang relatif cepat diduga terjadi akibat konsentrasi sel yang terus berkembang di daerah permukaan yang langsung kontak dengan udara di dalam wadah fermentasi. Suplai O­2 di permukaan akan merangsang peningkatan massa sel dan enzim pembentuk selulosa yang mengakibatkan meningkatnya produksi selulosa (Tien R.Muchtadi, 1997 : 42).
Fermentasi yang baik untuk nata adalah selama 14 hari, karena setelah lebih dari 14 hari sering terjadi kontaminasi yang disebabkan oleh jamur (Endang S. Rahayu, 1993 : 84). Namun dalam penelitian ini fermentasi hanya dilakukan selama 7 hari. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kondisi labora-torium yang digunakan untuk penelitian terlalu riskan jika digunakan untuk fermentasi selama 14 hari, karena ruangan yang kurang steril berakibat adanya mikroorganisme berkeliaran di sekitarnya, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi sangat besar. Hal ini terbukti bahwa dengan fermentasi 7 hari beberapa kultur tempat fermentasi sudah terkontaminasi sehingga nata yang terbentuk tidak sempurna, bahkan ada yang tidak terbentuk nata sama sekali. Meskipun ditempatkan di ruangan yang tidak biasa digunakan untuk praktikum, tapi tetap saja tidak menjamin bahwa ruangan tersebut bebas kontaminan. Oleh karena itu perlu dicoba lagi untuk lama fermentasi yang lebih panjang (lebih dari 7 hari), agar diperoleh kadar serat nata yang lebih besar dengan memperhatikan penempatan fermentasi yang benar-benar terjamin kesterilannya










BAB III
KESIMPULAN


A.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai  berikut :
1.    Kulit nanas dan daging buah nanas dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata.
2.    Tingkat pertumbuhan bakteri A. Xylinum pada kulit nanas lebih cepat dibandingkan pada daging buah nanas.
3.    Kadar serat nata yang terbentuk dari kedua media tergantung pada variasi konsentrasi gula pasir (sukrosa)

B.       SARAN
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa banyak jumlah bakteri A. xylinum yang tumbuh pada medium perasan air kulit nanas dalam satuan individual bakteri menggunakan Hemocytometer.
Diharapkan dapat dilakukan penelitian tentang pembuatan nata dari media yang lain. Selain itu dapat dicoba variasi konsentrasi gula pasir yang lain dan lama fermentasi yang lebih panjang agar diperoleh kondisi optimum dimana dihasilkan serat nata yang maksimum.




















DAFTAR PUSTAKA



Endang S.Rahayu. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.

Hasnelly, Sumartini, Dewi. (1997). Mempelajari Pengaruh Penambahan Konsentrasi Sacharomyces cereviceae dan Ammonium fosfat pada Pembuatan Nata Kulit Nenas. Prosiding Seminar Teknologi Pangan.


Tien R. Muchtadi. (1997). Nata De Pina. Media Komunikasi dan Informasi Pangan Nomer 33 Volume IX –1997.



































Lampiran


DOKUMENTASI PELAKSANAAN UJI PRAKTEK
PERTUMBUHAN BAKTERI ACETOBACTER XYLINUM

Pembuatan Starter / Pembibitan Bakteri Acetobacter xylinum
Penghancuran Media nanas dgn Juicer untuk dijadikan ampas
Penyaringan sari nanas agar ampas benar-benar kering
Penakaran dan penanaman bibit sebelum dimasukkan wadah
Ampas nanas siap disimpan agar tumbuh bibit bakter Acetobacter