BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bahasa asing yang
menjadi pokok pelajaran di Indonesia salah satunya adalah Bahasa Inggris, tidak
hanya di tingkat SMA dan SMP pelajaran ini pun telah dipelajari di tingkat SD.
Hal ini disebabkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cenderung
berasal dari negara-negara yang menggunakan bahasa ini, sehingga kita perlu
penguasaan atas bahasa tersebut.
Tujuan
utama pengajaran bahasa Inggris di tingkat menengah adalah untuk memberi siswa
kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Untuk belajar bahasa Inggris, para siswa harus menguasai empat keterampilan, yakni:
Berbicara, Mendengarkan, Menulis dan Membaca
(Permendiknas No.23, 2006). Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
membaca adalah salah satu keterampilan penting
yang harus dikuasai para siswa. Nunan (1998: 33) menyatakan bahwa membaca adalah
proses decoding symbol tertulis, bekerja dari sebuah
unit yang lebih kecil (huruf perorangan) sampai yang lebih besar (kata, klausa, dan kalimat). Membaca sekarang merupakan cara penting untuk mengakses informasi,
jadi membaca itu penting.
Meski saat ini adalah
era modern dimana sarana komunikasi modern seperti telepon dan televisi ada,
halaman cetak belum diganti. Membaca berarti membuka jendela
yang lebih lebar ke dunia luar.
Salah satu indikator
pencapaian pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Inggris SMP Kelas VIII,
yaitu pada kompetensi dasar (KD) Menerapkan struktur teks dan unsur kebahasaan
untuk melaksanakan fungsi sosial teks recount
dengan menyatakan dan menanyakan tentang kegiatan, kejadian, dan peristiwa,
pendek dan sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya, adalah memahami Teks
recount pendek dan sederhana tentang
kegiatan, kejadian, dan peristiwa. Di dalam indikator tersebut tercakup materi tingkat ketercapaian fungsi sosial
teks teks recount tentang kegiatan, kejadian, dan peristiwa, pendek dan sederhana, tingkat
kelengkapan dan keruntutan dalam menyebutkan dan menanyakan tentang kegiatan, kejadian, dan peristiwa dalam teks recount serta tingkat ketepatan unsur
kebahasaan: tata bahasa, kosa kata, ucapan, tekanan kata, intonasi, ejaan,
tanda baca, kerapihan tulisan tangan.
Bagi sebagian besar siswa,
jika mulai dihadapkan dengan materi membaca dan mendengarkan teks-teks tersebut untuk memahami isi pesannya,
mereka akan segera pesimis
dan terlebih dahulu menganggap materi tersebut sulit.
Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan karena akan menciptakan situasi pembelajaran
yang tidak efektif. Di saat itulah peran seorang guru diperlukan. Guru dituntut untuk bisa membawa siswanya keluar dan menepis anggapan-anggapan tersebut.
Materi membaca dan mendengarkan
teks-teks tersebut untuk memahami isi pesannya sebenarnya merupakan materi
yang cukup mudah untuk dikuasai oleh siswa,
asalkan siswa bisa atau mampu memahami konsep teks recount.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep isi pesannya. Hal ini mungkin juga tidak lepas dari adanya lemahnya siswa dalam mengidentifikasi fungsi
sosialnya, struktur teks (termasuk gagasan utama dan informasi rinci) dari
setiap teks tersebut.
Kelemahan
pemahaman oleh siswa terletak dalam membaca dan mendengarkan teks-teks tersebut untuk
memahami isi pesannya maka siswa akan langsung menerjemahkan bacaannya, padahal seharusnya siswa harus memahami fungsi sosial, struktur teks, dan
unsur kebahasaan dari setiap teks tersebut. Rendahnya
pemahaman ini penulis temukan dalam refleksi awal penelitian ini, dimana dari 32 siswa di kelas VIII A, hanya 5 siswa
yang bisa memahami penjelasan dari guru, atau hanya 15.63% saja. Data ini dibuktikan dari hasil evaluasi siswa dimana hanya 5 orang
siswa yang memperoleh nilai diatas KKM (70) dan 27 siswa lainnya memperoleh nilai di
bawah KKM.
Kelemahan pemahaman konsep teks recount yang dialami oleh sebagian besar siswa ini membuat penulis termotivasi untuk segera berusaha mencari jalan keluar,
agar dalam pembelajaran materi teks recount tersebut bias berjalan efektif. Oleh karena itu penulis menggunakan tehnik pembelajaran Numbered Head Togather (NHT).
Salah satu teknik
yang tepat untuk pembelajaran membaca adalah Teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut Arends
(1998: 322) Numbered Heads Together (NHT) adalah teknik yang dikembangkan oleh
Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam meninjau materi yang dibahas dalam pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang konten pelajaran.
Itu bisa diaplikasikan dalam mengajar belajar membaca
di kelas VIII karena bisa meningkatkan motivasi siswa dan mereka bisa mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan.
Penggunaan tehnik pembelajaran Numbered Head Togather (NHT) ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep teks recount bagi siswa Sekolah Menengah Pertama
(SMP) khususnya kelas
VIIIA.
B.
Identifikasi Masalah
Setelah dilakukan proses pembelajaran Bahasa Inggris materi teks recount
di kelas VIII A
semester II, didapatkan hasil
yang masih kurang. Data ini diperoleh dari hasil evaluasi pada tahap prasiklus/observasi awal yaitu nilai rata-rata
kelas sebesar 59.41 dan hanya 5 dari
32 siswa kelas VIII A yang mampu mencapai ketuntasan belajar yaitu dengan memperoleh nilai≥70 sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan. Berdasarkan hal tersebut
di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi ini. Jika keadaan ini dibiarkan maka proses pembelajaranakan kurang berhasil.
Oleh karena itu perlu segera diadakan perbaikan dalam proses pembelajarannya.
Bertolak dari hal itu, penulis dengan dibantu teman sejawat mengidentifikasi masalah-masalah terhadap kekurangan dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris materi teks recount ini.
Berdasarkan hasil refleksi terungkap hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa kurang berminat pada proses pembelajaran.
2. Siswa tidak bersemangat dan bosan dalam mengikuti
proses pembelajaran.
3. Siswa tidak aktif dalam pembelajaran.
4. Siswa belum memahami materi yang disampaikan guru.
5. Metode pembelajaran yang diterapkan kurang sesuai.
6. Belum menggunakan media pembelajaran.
7. Sebagian besar siswa (26 orang) tidak tuntas belajar,
dan nilai rata-rata kelas yang masih rendah.
C.
AnalisisMasalah
Dari hasil identifikasi masalah di atas, yang menjadi faktor penyebabnya adalah:
1. Pembelajaran
yang dilakukan guru masih konvensional, sehingga siswa kurang berminat dan tidak bersemangat dalam mengikuti
proses pembelajaran.
2. Guru
kurang tepat dalam memilih tehnik pembelajaran.
3. Belum menggunakan media pembelajaran.
4. Guru
kurang maksimal dalam membangkitkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
D.
Rumusan Masalah dan Pemecahannya
Berdasarkan identifikasi dan analisis masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana penggunaan tehnik pembelajaran Numbered
Head Togather (NHT) dapat meningkatkan pemahaman konsep teks recount pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 16 Pekalongan tahun pelajaran
2017/2018?”
Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan pembelajaran kepada siswa tentang cara memahami teks
recount dengan menggunakan tehnik pembelajaran Numbered Head Togather (NHT).
E.
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah diatas,
tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep teks recount pada siswa kelas VIII
A SMP Negeri 16 Pekalongan tahun pelajaran
2017/2018.
F.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoretis
Dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan pengembangan penelitian sejenis lainnya.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Siswa,
dapat mempermudah memahami konsep teks recount dan meningkatkan hasil belajar khususnya pengetahuan tentang memahami isi
pesan.
b.
Bagi Guru, dapat memacu kreatifitas
guru dalam
menggunakan tehnik pembelajaran
yang efektif guna membantu proses
pembelajaran
c.
Bagi Sekolah,
merupakan sumbangan positif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat meningkatkan mutu pembelajaran Bahasa Inggris.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Landasan
Teoretis
1.
Pemahaman
Membaca
Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang
mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta
yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi
memahami konsep dari masalah atau fakta
yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan,
menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan,
memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan (Purwanto,
1997:44)
Syafrudin (2003:105) menyatakan bahwa pemahaman
berarti kemampuan untuk menerjemahkan, menginterpretasi (menafsirkan), mengekstrapolasi (mengungkapkan makna dibalik suatu kalimat) dan
menghubungkan diatas fakta atau konsep.
Menurut Anderson, siswa dikatakan
telah memahami jika mereka dapat membangun pengertian instruksional dalam
bentuk lisan, tulisan maupun dalam bentuk grafik. Siswa dikatakan paham ketika
mereka membangun hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan
pengetahuan yang terdahulu (Ningsih 2009:8). Lebih lanjut Anderson mengemukakan
indikator kemampuan pemahaman sebagai berikut:
a.
Menafsirkan
(interpreting)
Siswa
dapat menafsirkan jika mereka mampu mengubah informasi dari satu bentuk ke
bentuk yang lain
b.
Memberikan
contoh (exemplifying)
Siswa dapat memberikan contoh atau gambaran khusus tentang suatu
konsep maupun prinsip.
c.
Mengklasifikasi
(classifying)
Siswa dapat menentukan bahwa sesuatu
masuk dalam kategori atau kelompok tertentu.
d.
Menyimpulkan
(summarizing)
Siswa mampu memberikan sebuah pernyataan
yang mewakili informasi yang telah disajikan.
e.
Menduga
(inferring)
Dikatakan dapat menduga disini jika
siswa dapat menduga atau menemukan pola dalam sebuah baris atau deret dari
contoh yang diberikan.
f.
Membandingkan
(comparing)
Siswa
dapat mengenali persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, kejadian,
ide, permasalahan, atau situasi-situasi tertentu.
g.
Menjelaskan
(explaining)
Siswa
mampu membangun dan menggunakan model sebab dan akibat dari sebuah sistem atau
teori (Ningsih 2009 : 9-10).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis
mengambil indikator pemahaman yang dikemukakan oleh Anderson, yaitu menafsirkan, memberikan contoh,
mengklasifikasi, menyimpulkan, menduga, membandingkan, dan menjelaskan.
Jadi
peningkatan pemahaman dalam
penelitian ini adalah adanya
peningkatan kemampuan yang dimiliki siswa dalam menafsirkan,
memberikan contoh, mengklasifikasi, menyimpulkan, menduga, membandingkan, dan
menjelaskan sebuah konsep.
2.
Teks Recount
Teks
recount adalah salah satu dari
jenis teks bahasa Inggris yang menceritakan kembali kejadian-kejadian atau
pengalaman-pengalaman di masa lampau. Tujuan dari Teks recount adalah untuk
memberikan informasi atau untuk menghibur pembaca. Didalam Teks recount tidak terdapat
komplikasi (Complication)
seperti halnya di Narrative Text.
Tujuan komunikatif Teks
recount seperti
penjelasan diatas adalah untuk melaporkan peristiwa,
kejadian atau kegiatan dengan tujuan memberitakan atau menghibur tentunya tanpa
ada konflik didalam cerita tersebut.
Struktur generik dalam Teks Recount terdiri dari :
a)
Orientation
Orientation atau pengenalan yaitu
memberikan informasi tentang siapa, di mana, dan kapan peristiwa atau kegiatan
itu terjadi di masa lampau.
b)
Events
Events merupakan rekaman peristiwa yang
terjadi, yang biasanya disampaikan dalam urutan kronologis, seperti "In
the first day, I ... .And in the next day ... . And In the last day ..."
.Di bagian Events ini juga biasanya terdapat komentar pribadi
tentang peristiwa atau kejadian yang diceritakan.
c)
Reorientation
Pada bagian Reorientation,
terdapat pengulangan pengenalan yang ada di Orientation,
pengulangan yang merangkum rentetan peristiwa, kejadian atau kegiatan yang
diceritakan.
Terdapat beberapa ciri-ciri
kebahasaan yang mungkin akan teman-teman temukan ketika membaca sebuah Teks
recount. Ciri-ciri kebahasaan dari Teks recount tersebut
adalah:
·
Menggunakan PastTense.Misalkan we went to
zoo,I was happy, etc.
·
Menggunakan Conjunction dan Time
Connectives untu mengurutkan peristiwa atau kejadian.
Misalnya and, but, the, aftar
that, etc.
·
Menggunakan Adverbs dan Adverbial
Phrase untukmengungkapkan tempat, waktu dan cara. Misalkan yesterday,at my house, slowly, etc.
·
Menggunakan Action Verbs. Misalkan went, slept, run, brought, etc.
3.
Tehnik
Pembelajaran
Teknik pembelajaran diartikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan
metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan
teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan
metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan
penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang
siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal
ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Hamzah B Uno
bahwa teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan
kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia, teknik diartikan sebagai metode atau sistem mengerjakan
sesuatu, cara membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni.
Slamet menjelaskan teknik pembelajaran adalah suatu
rencana tentang cara-cara pendayagunaan dan penggunaan potensi dan sarana yang
ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi (pengajaran). Dengan kata
lain, teknik pembelajaran merupakan suatu rencana bagaimana melaksanakan tugas belajar
mengajar yang telah diidentifikasikan (hasil analisis) sehingga tugas tersebut
dapat memberikan hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa teknik pembelajaran
merupakan situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah
yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan
yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris, dengan menampilkan teknik teknik
pembelajaran kolaboratif Numbered Head Togather (NHT).
4.
Tehnik
Pembelajaran Numbered Head Togather (NHT)
Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor
(Numbered Heads) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Tehnik ini
memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Tehnik ini bisa
digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih
mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan
informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu,
2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model
pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar
para siswa bekerja saling bergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Struktur
tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional
seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru
untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana
seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut
dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang
telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian
besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi
pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim
(2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1)
Hasil belajar akademik stuktural:
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2)
Pengakuan adanya keragaman:
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
latar belakang.
3)
Pengembangan keterampilan sosial: Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat,
bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:
29), dengan tiga langkah yaitu :
a)
Pembentukan kelompok;
b)
Diskusi masalah;
c)
Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah dalam
pembelajaran NHT yang dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) dibagi menjadi enam langkah sebagai
berikut :
Langkah
1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah
2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Penomoran adalah hal yang utama di
dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau
tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga
setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa
di dalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau
dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan
belajar.Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal
(pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah
3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku
paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah
4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir
bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban
dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari
yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah
5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi
kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua
pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Beberapa
manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil
belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18),
antara lain adalah :
1)
Rasa harga diri menjadi lebih
tinggi
2)
Memperbaiki kehadiran
3)
Penerimaan terhadap individu
menjadi lebih besar
4)
Perilaku mengganggu menjadi lebih
kecil
5)
Konflik antara pribadi berkurang
6)
Pemahaman yang lebih mendalam
7)
Meningkatkan kebaikan budi,
kepekaan dan toleransi
8)
Hasil belajar lebih tinggi
Kelebihan
dari model ini, sebagaimana
dijelaskan oleh Hill (!993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT memiliki
kelebihan diataranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu
memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan
sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa
ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa
saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
B.
Kerangka
Berpikir
Kelemahan
yang dihadapi siswa dalam materi pembelajaran memahami teks recount adalah lebih banyak
terletak pada pemahaman akan konsep teks
recount dan pesan yang ada didalamnya, sehingga sebagian
besar siswa mengalami kelemahan
pemahaman akan konsep teks recount
ini.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis mencoba menggunakan tehnik pembelajaran Numbered Head Togather (NHT),
dimana dengan penggunaan tehnik
pembelajaran ini diharapkan akan bisa meningkatkan pemahaman konsep teks recount.
C.
Hipotesis
Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah: Penggunaan tehnik
pembelajaran Numbered Head Togather (NHT) dapat meningkatkan pemahaman konsep teks recount pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 16 Pekalongan tahun pelajaran 2017/2018.
PELAKSANAAN
PENELITIAN
A.
Setting
dan Subjek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan
di SMP Negeri16 Pekalongan,
tepatnya di kelas VIII A tahun pelajaran 2017/2018. Waktu penelitian adalah pada semester II tahun pelajaran
2017/2018, dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2017, dengan alasan karena pada bulan tersebut adalah saat penyampaian materi teks recount. Adapun jadual waktu kegiatan penelitiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jadwal Waktu Kegiatan Penelitian
No |
Kegiatan |
April |
Mei |
Juni |
||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
||
1. |
Penyusunan
proposal |
x |
X |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Revisi
proposal |
|
|
x |
|
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Persiapan penelitian |
|
|
|
x |
x |
|
|
|
|
|
|
4. |
Pra Siklus |
|
|
|
|
|
x |
|
|
|
|
|
5. |
Tindakan Siklus I |
|
|
|
|
|
|
x |
|
|
|
|
6. |
Tindakan Siklus II |
|
|
|
|
|
|
|
x |
|
|
|
7. |
Interpretasi,
penyimpulan data |
|
|
|
|
|
|
|
|
x |
|
|
8. |
Penyusunan laporan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
x |
x |
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri16 Pekalongan Tahun pelajaran 2017/2018, dengan jumlah siswa 32 orang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Kelas ini dijadikan subjek penelitian karena merupakan kelas yang hasil belajarnya paling rendah dibandingkan kelas VIII lainnya.
3. Pihak
yang Membantu Penelitian
Pihak-pihak
yang membantu penelitian tindakan kelasini adalah:
a. Bapak Sunarto, M.Pd selaku Kepala SMP Negeri16 Pekalongan.
b. Bapak Muh. Amirudin,
S.Pd selaku teman sejawat dan kolaborator dalam penelitian ini.
c. Rekan-rekan
guru SMP Negeri 16 Pekalongan
yang memberikan dorongan
moral juga saran dan masukan
yang positif untuk penelitian ini.
B.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas
(PTK), artinya objek penelitian ini adalah proses pembelajaran yang
merupakan interaksi antara guru, siswa, dan bahan ajar.
Penelitian ini menggunakan dua siklus,
yaitu siklus I dan siklus II. Masing-masing siklus terdiri dari empat kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan/tindakan,
observasi, dan refleksi.
1. Siklus
I
Siklus I dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan (4 x 40 menit). Adapun tahapan dalam siklus
I ini adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan ini merupakan refleksi awal dari kegiatan penelitian. Berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran pra siklus,
maka disusun perencanaan sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Program Pembelajaran
2) Menyiapkan tehnik pembelajaran Numbered Head Togather
3) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa
4) Menyiapkan nomer tiap kelompok dan buku sumber
5) Membagi siswa menjadi kelompok besar dengan jumlah
8 siswa tiap kelompok.
6) Menyusun lembar observasi,
dan pedoman wawancara.
7) Menyusun alat evaluasi untuk mengukur penguasaan materi.
b. Pelaksanaan
1) Peneliti
(guru) membuka pembelajaran dengan kegiatan apersepsi yaitu menanyakan kepada siswa berapa besar kemampuan siswa dalam memahami teks
recount?
2) Selanjutnya Peneliti (guru) memotivasi siswa dengan menampilkan bentuk-bentuk teks recount melalui
LCD proyektor.
3) Kemudian Peneliti (guru) menyampaikan tujuan pembelajaran.
4) Membagi siswa menjadi kelompok besar dengan jumlah
8 siswa tiap kelompok dan memeberi nomer pada masing-masing kelompoknya.
5) Peneliti
(guru) menjelaskan
mengenai teks recount.
6) Siswa menyimak dan mengeksplorasi materi dari penjelasan guru.
7) Pada pertemuan kedua siswa diberikan soal evaluasi tentang teks recount.
c. Observasi
1) Peneliti
(guru) dan kolaborator/observer mengamati perilaku siswa selama
proses pembelajaran.
2) Mengamati perilaku siswa saat mengerjakan soal evaluasi.
3) Mengoreksi dan mengamati hasil evaluasi pembelajaran siswa.
4) Mengamati dan mencatat jawaban siswa
yang diwawancara.
d. Refleksi
1) Menganalisis hasil observasi dan evaluasi pembelajaran siswa untuk membuat simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus I
2) Peneliti
(guru) dan kolaborator/observer
mendiskusikan hasil analisis untuk kegiatan pembelajaran pada siklus
II.
3)
Berdasarkan analisis data dan diskusi dengan kolaborator, peneliti dan kolaborator menemukan satu treatment
yang akan dilakukan dalam pembelajaran siklus II yaitu dengan mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 4-5 dengan satu
orang siswa yang dianggap pandai untuk menjadi
tutor sebaya pada kelompoknya masing-masing.
2. Siklus
II
Siklus
II juga dilaksanakan dalam dua
kali pertemuan (4 x 40 menit). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka disusun perencanaan sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Program Pembelajaran dengan pembagian kelompok siswa dan penunjukan
tutor sebaya.
2) Menyiapkan tehnik pembelajaran teks recount
3) Menyiapkan lembar kerja siswa
4) Menyiapkan nomor tiap kelompok dan buku sumber
5) Menyusun lembar observasi,
dan pedoman wawancara.
6) Menyusun alat evaluasi untuk mengukur penguasaan materi.
b. Pelaksanaan
1) Peneliti
(guru) membuka pembelajaran dengan kegiatan apersepsi yaitu menanyakan kepada siswa ada berapa bentuk-bentuk teks recount?
2) Selanjutnya Peneliti (guru) memotivasi siswa dengan bercerita tentang teks recount pada situasi-situasi
tertentu.
3) Kemudian Peneliti (guru) menyampaikan tujuan pembelajaran.
4) Peneliti
(guru) menjelaskan
bentuk-bentuk dan pesan yang terkandung dalam teks recount.
5) Siswa menyimak dan mengeksplorasi materi dari penjeslasan guru.
6) Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok
yang beranggotakan 4-5 orang siswa
dan diberikan nomer pada masing-masing kelompoknya.
7) Salah
satu siswa pada masing-masing kelompok ditunjuk sebagai tutor sebaya.
8) Masing-masing kelompok mencoba memhami bentuk-bentuk teks recount dengan dibimbing oleh
tutor sebaya.
9) Pada pertemuan kedua siswa diberikan soal evaluasi bentuk-bentuk teks recount.
c. Observasi
1) Peneliti
(guru) dan kolaborator/observer
mengamati perilaku siswa selama
proses pembelajaran.
2) Mengamati siswa setelah dikelompokkan dan setelah ada tutor sebaya.
3) Mengamati perilaku siswa saat mengerjakan soal evaluasi.
4) Mengoreksi dan mengamati hasil evaluasi pembelajaran siswa.
5) Mengamati dan mencatat jawaban siswa
yang diwawancara.
d. Refleksi
1) Menganalisis hasil observasi dan evaluasi pembelajaran siswa untuk membuat simpulan terhadap pelaksanaan siklus II.
2) Membandingkan hasil tes evaluasi pembelajaran pada siklus
II dengan siklus I.
3) Refleksi aktivitas yaitu dengan cara memperhatikan kejadian-kejadian selama proses pembelajaran yang dicatat pada lembar observasi dan dibandingkan dengan hasil observasi yang dicapai siswa pada siklus I, sebagai upaya evaluasi
yang dilakukan guru dan kolabolator dalam penelitian tindakan kelas.
4) Peneliti
(guru) dan kolaborator/observer
mendiskusikan terhadap berbagai masalah
yang muncul di kelas penelitian yang diperoleh dari analisis
data sebagai bentuk dari pengaruh tindakan
yang telah dirancang.
5) Menelaah aspek-aspek mengapa,
bagaimana, dan sejauh mana tindakan
yang dilakukan mampu memperbaiki masalah secara optimal
C.
InstrumenPenelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrument tes dan instrumen non tes. Instrumen tes berupa soal tertulis, yaitu soal-soal yang berkaitan dengan pemahaman konsep teks recount. Sedangkan instrumen non tes berupa lembar observasi, dan pedoman wawancara.
D.
TeknikPengumpulan
Data
Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu teknik tes dan teknik
non tes. Teknik tes dilakukan pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Teknik non tes yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Teknik observasi dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung dan diperuntukkan bagi seluruh siswa. Wawancara dilakukan setelah
proses pembelajaran dan digunakan untuk mengungkap data penyebab kesulitan dan hambatan yang dialami siswa dalam
proses pembelajaran.
E.
TeknikAnalisis
Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan
data-data yang diperoleh dari prasiklus, siklus I, dan siklus II, dimana terdiri dari dua teknik analisis data yaitu teknik kuantitatif dan teknik kualitatif. Teknik kuantitatif dipakai untuk menganalisis data kuantitatif yang
diperoleh dari hasil tes. Analisis data tes secara kuantitatif dilakukan dengan merekap skor
yang diperoleh siswa,
menghitung skor rata-rata
kelas, dan menghitung persentase. Hasil perhitungan nilai siswa dari masing-masing tes di siklus I dan siklus II ini kemudian dibandingkan. Hasil ini akan memberikan gambaran mengenai persentase pemahaman siswa tentang teks recount.
Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang sifatnya kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil
data non tes. Data kualitatif dalam penelitian ini berasal dari hasil observasi, dan wawancara. Analisis
data ini dilakukan dengan menelaah seluruh
data non tes yang diperoleh.
F.
IndikatorKeberhasilan
Keberhasilan dalam penelitian ini diukur dari adanya peningkatan pemahaman siswa tentang konsep teks recount,
baik secara individual maupun klasikal. Keberhasilan individual
ditentukan dengan nilai minimal yang harus dicapai oleh siswa adalah
70 (KKM),
sedangkan keberhasilan klasikal adalah siswa yang mendapat nilai 70 setidaknya berjumlah 85% dari seluruh siswa
di kelas yang diteliti ini.
Indikator
keberhasilan ditetapkan kriteria bahwa semakin meningkat perolehan hasil tes
pada kategori diatasnya menunjukkan kriteria peningkatan pembelajaran dalam
penelitian tindakan kelas ini. Jadi seumpama pada siklus II kategori paham
lebih besar daripada siklus I berarti terjadi peningkatan yang positif
sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2
Kualifikasi
Tingkat Pemahaman
KATEGORI |
INTERVAL NILAI |
|
Sangat Paham |
91 – 100 |
|
Paham |
70 – 90 |
|
Kurang Paham |
61 – 69 |
|
Tidak Paham |
0 – 60 |
|
Penelitian ini akan dihentikan jika ≥ 75% siswa dikelas tersebut sudah mencapai kategori paham
(70-90) atau sangat paham (91-100.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar