BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sebuah
ungkapan mengatakan “You are what you read”, ini berarti bahwa sosok
manusia dibangun dari informasi-informasi yang diserapnya. Apapun jenis
informasi yang terdiri dari rangkaian data-data dan fakta-fakta yang masuk ke
dalam jiwa manusia, maka hasilnya tidak menyimpang dari perilaku manusia yang
bersangkutan. Dengan kata lain bahwa untuk membangun karakter, dapat dianalogikan
dengan jenis fase membaca. Makna membaca secara luas tidak hanya membaca buku
saja, melainkan juga membaca situasi, kondisi, alam, bahkan antar pribadi ( Barkah
Nogroho dalam Gerbang edisi 4, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa membaca harus
dijadikan sebagai suatu budaya, khususnya dikalangan siswa. Sekolah dituntut
mampu menumbuhkan budaya tersebut agar dapat menciptakan SDM yang berkarakter
dengan pengetahuan yang luas.
Mata
pelajaran IPS
sesuai kurikulum 2004
merupakan keterpaduan materi Geografi, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi dan Humaniora.
Materi ini berkenaan dengan fenomena dinamika sosial, budaya dan ekonomi yang
menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat, baik dalam skala kelompok masyarakat, lokal, nasional,
regional dan global. Untuk itu diperlukan adanya inovasi pembelajaran yang
mampu menumbuhkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental yang positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi dan terampil mengatasi masalah sehari-hari baik
yang menimpa dirinya maupun masyarakat.
Metode
ceramah yang dipergunakan dalam pembelajaran IPS selama ini menyebabkan siswa terpaku
mendengarkan cerita dan betul-betul membosankan, situasi pembelajaran diarahkan
pada learning to know, dan permasalahan yang disampaikan cenderung bersifat
akademik ( book oriented ) tidak mengaju pada masalah-masalah kontektual yang
dekat dengan kehidupan siswa sehingga pembelajaran IPS menjadi kurang bermakna
bagi siswa. Kondisi seperti ini tidak
akan menumbuhkembangakan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang
diharapkan. Hal ini tampak pada
rendahnya aktivitas siswa dalam kegiatan
belajar mengajar dan hasil belajar IPS
juga kurang memuaskan.
Berdasarkan
studi pendahuluan ataupun pengamatan awal terhadap proses pembelajaran IPS
di SMP Negeri 16 Pekalongan diperoleh informasi bahwa selama proses
pembelajaran, guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga
sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan
untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada
tingkat pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum,
teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual.
Upaya untuk menumbuhkan aktivitas dan karakter siswa kelas IX C
SMP Negeri 16
Pekalongan dalam pembelajaran IPS sudah
dilakukan guru Mata pelajaran dengan
berbagai macam cara, seperti memberi kesempatan siswa untuk bertanya dan
mengemukakan gagasan, serta mendesain pembelajaran dalam bentuk diskusi
kelompok. Namun demikian, hasil pembelajaran IPS pada Ulangan Harian I di Semester I Tahun
2011/2012 Kelas VI E ( pra siklus ) diperoleh nilai, bahwa 70,59 % masih dibawah KKM yaitu 73, sedangkan sisanya 29,41 %
memperoleh nilai diatas KKM,
dengan nilai rata-rata
61,21 serta tingkat aktivitas
siswa baru mencapai
42,34. Hal ini perlu
ditingkatkan menjadi sebaliknya atau bahkan lebih tinggi lagi.Adapun
faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah: (1). pembelajaran lebih
ditekankan pada pengumpulan
pengetahuan tanpa mempertimbangkan ketrampilan dan pembentukan sikap dalam
pembelajaran, (2). kurangnya kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan bernalarnya
melalui
diskusi kelompok, (3). sasaran belajar ditentukan oleh guru sehingga
pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa.
Rendahnya
hasil belajar mata pelajaran IPS yang diperoleh siswa SMP Negeri 16 Pekalongan dengan
rata-rata 5,8 setiap akhir semester dan munculnya karakter perilaku keseharian siswa
di lingkungan sekolah yang cenderung pasif,
acuh dan kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi. Hal ini
menunjukkan kurangnya perhatian pihak sekolah pembentukkan karakter siswa dan kurangnya
inovasi guru dalam proses pembelajaran.
Kondisi
ini tentunya perlu menjadi perhatian bagi semua pihak sekolah khususnya guru
mata pelajaran yang berhubungan langsung dengan siswa. Alasan inilah yang
mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan
karakter sintopikal dengan model pembelajaran Reading Guide.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
1)
Bagaimanakah
tingkat perkembangan aktivitas minat membaca siswa kelas IX C SMP Negeri 16 Pekalongan dalam
pembelajaran dengan model Reading Guide?
2)
Bagaimanakah
tingkat karakter sintopikal siswa kelas IX C SMP Negeri 16 Pekalongan dalam
pembelajaran dengan model Reading Guide?
3)
Bagaimanakah
tingkat hasil belajar siswa kelas IX C
SMP Negeri 16 Pekalongan dalam pembelajaran dengan pendekatan karakter sintopikal
melalui model Reading Guide?
4)
Bagaimanakah
respon siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan karakter sintopikal melalui
model Reading Guide?
C.
Tujuan
1)
Tujuan
Umum : Penelitian
ini bertujuan untuk
mengetahui hasil belajar
siswa dalam
pembelajaran dengan pendekatan karakter
sintopikal
melalui model Reading Guide.
2)
Tujuan
Khusus :
·
Mendesain model rencana pembelajaran dan model lembar
kerja siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX C SMP Negeri 16
Pekalongan dalam pembelajaran IPS.
·
Mendeskripsikan tingkat perkembangan aktivitas minat
membaca siswa kelas IX C SMP Negeri 16 Pekalongan.
·
Mendeskripsikan tingkat karakter sintopikal siswa kelas IX
C SMP Negeri 16 Pekalongan dalam pembelajaran IPS.
·
Mendeskripsikan tingkat hasil belajar siswa kelas IX C
SMP Negeri 16 Pekalongan dalam pembelajaran dengan pendekatan sintopikal
melalui model Reading Guide.
·
Mendeskripsikan respon siswa kelas IX C SMP Negeri 16
Pekalongan dalam pembelajaran dengan pendekatan sintopikal melalui model
Reading Guide.
·
Seluruh siswa menguasai pelajaran secara tuntas.
D.
Manfaat
Pelaksanaan
penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna
bagi perorangan maupun institusi atau lembaga :
1)
Bagi
Guru : dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas ini guru akan
mengetahui segala kekurangan yang ada dalam dirinya sehingga dapat dipergunakan
sebagai bahan koreksi dan perbaikan untuk proses pembelajaran berikutnya dengan
menggunakan strategi pembelajaran yang
tepat.
2)
Bagi
Guru lain : dengan membaca laporan penelitian tindakan kelas ini akan
mendapatkan gambaran yang jelas tentang bagaimana meningkatkan kemampuan
meneliti dan memperbaiki proses pembelajarannya.
3)
Bagi
Siswa : hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa yang mengalami
kesulitan dalam memecahkan masalah, baik dalam pembelajaran IPS maupun
kehidupan sosial, sehingga memperoleh peningkatan dalam hasil belajarnya dan
menjadi lebih berkarakter serta bersikap mental yang positif.
4)
Bagi
Sekolah : hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang berguna untuk
perbaikan proses pembelajaran di sekolah itu sendiri khususnya dan sekolah lain
pada umumnya.
BAB II
KERANGKA
TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS
TINDAKAN
A.
Kerangka Teoritis
1.
Karakter Sintopikal
Karakter sintopikal adalah karakter yang terbentuk ketika
atau setelah seseorang melakukan kegiatan membaca. Sedangkan membaca sintopikal
atau disebut membaca komparatif merupakan tingkatan dalam membaca buku yang dilakukan
dengan cara membandingkan beberapa buku. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan
informasi dari berbagai penulis dalam menjawab satu pertanyaan atau
permasalahan tertentu. Hal ini diungkapkan oleh Mortimer J Adler dan Charles
Van Doren yang menggolongkan membaca menjadi tiga besar hirarki tingkatan yang
benar, yaitu :
(1)
Tingkat membaca inspeksional, yaitu membaca sekilas atau
pra membaca. Dalam tingkatan ini seseorang baru memeriksa dengan membolak-balik
buku bertujuan mengetahui isi buku sehingga perlu dibaca atau tidak.
(2)
Tingkat membaca analitis, yaitu membaca dengan
menganalisa seluruh isi buku.
(3)
Tingkat membaca sintopikal atau tingkat membaca
perbandingan. Tingkatan ini pembaca bertujuan untuk mengumpulkan informasi dari
berbagai penulis untuk menjawab satu pertanyaan atau permasalahan tertentu.
Membaca sintopikal merupakan jenis membaca yang paling kritis diantara jenis
lainnya. Karena si pembaca harus mampu menelaah informasi berdasarkan tulisan
dan menggunakan kekuatan imajinatif sangat kritis untuk mencari kebenaran yang
diinginkannya. Dalam hal ini, pembaca tidak mudah menerima sebuah fakta yang
disuguhkan tidak malas merentangkan wawasan berpikirnya untuk mencari tambah
akan ilmu pengetahuannya.
Bahasa
yang memiliki empat kompetensi, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan
menulis. Dalam membaca Anderson (1969) melukiskan sebagai berikut “Reading
is verycomplex it requires a concentration’.
Apapun jenis informasi yang terdiri dari rangkaian data-data dan
fakta-fakta yang masuk ke dalam jiwa manusia, maka hasilnya tidak menyimpang
dari perilaku manusia yang bersangkutan. Ini berarti untuk membangun perilaku,
dapat dianalogikan dengan jenis fase membaca buku ( Barkah Nogroho dalam
Gerbang edisi V, 2005).
Para
ahli pendidikan nasional dalam diskusi panel Hardiknas 2 Mei 1998 di TVRI
berkesimpulan bahwa “kemampuan berpikir para siswa rendah karena
pembelajaran bahasa kurang melatih siswa untuk berpikir”. Hubungan ini
tampak jelas dalam konteks pada otak manusia, karena terdapat 5 (lima) pusat,
yaitu : (1) pusat organisasi berpikir, (2) pusat pembentukan kalimat, (3) pusat
berpikir abstrak dan jastifikasi, (4) pusat memori kata, dan (5) pusat
pengenalan dan asosiasi. Kelima pusat ini dihubungkan oleh saraf sensorik
dengan berbagai reseptor pada tubuh manusia yang kesemuanya menyampaikan
informasi ke otak. Di otak, informasi ini diolah melalui proses traserdensi di
pusat bahasa dan berpikir pada konteks menjadi gagasan (pikiran) yang
dikembalikan dalam bentuk perintah (bahasa) untuk dilaksanakan oleh berbagai
bagian tubuh tertentu (Ensi Amerika dalam Daan T, 2005).
a.
Tahap-tahap Membaca Sintopikal
·
Tahap Pertama : Mengelola Keperluan Diri
·
Tahap Kedua : Penguasaan Istilah
·
Tahap Ketiga : Menyediakan dalil-dalil untuk suatu
permasalahan
·
Tahap Keempat : Menjelaskan Permasalahannya
·
Tahap Kelima : Menganalisa Pembahasannya
Sasaran yang akan dicapai dari berbagai tahapan yang
dilakukan adalah pemahaman. Pembaca sintopikal harus obyektif pada waktu
mempelajari permasalahan dan mempertimbangkan semua pendapat secara jujur.
b.
Penerapan Karakter Sintopikal
Hubungan membaca sintopikal perilaku sehari-hari dapat
dianalogikan dengan membangun karakter-karakter subyek dalam beraktivitas.
Harus diketahui makna membaca secara luas tidak hanya membaca buku saja,
melainkan juga membaca situasi, kondisi, alam, bahkan antar pribadi. Karakter
sintopikal berorientasi lintas batas, artinya seseorang tidak terkukung dalam
kesempitan wawasannya, juga tidak takut akan berbuat kesalahan dalam
mengeluarkan pendapatnya guna menanggapi suatu permasalahan atau menawarkan
inovasi dalam kehidupan.
c.
Langkah Membangun Sintopikal
(1)
Pertama, penciptaan lingkungan berpikir yang kritis dan
cerdas. Hal ini berarti bahwa peserta didik harus senantiasa memperhatikan
fakta-fakta yang ada lalu menarik kesimpulan akan kebenaran. Mereka harus
memiliki sifat terbuka dalam menanggapi suatu permasalahan (open system
problem) dan selalu menerima informasi-informasi yang datang dari luar
pemikiran yang mungkin mengubah kesimpulannya. Untuk itu diperlukan cara
berpikir nalar, yaitu : mengkritisi dan skeptis sebelum membuktikan; berpikir
dahulu sebelum bertindak; memperluas pandangan dan menepis prasangka jelek;
menghindari keabsolutan kebenaran tanpa reserve; bersifat terbuka dan dewasa
dalam menerima kritikan; berorientasi jangka panjang dalam mengambil keputusan;
kritis terhadap pendapat orang lain melalui cek dan ricek terhadap diri
sendiri; optimis, positif, suka bermusyawaroh dan simpati terhadap orang lain;
jujur; dan berpikir dan bertindak secara sistematis (Bambang Marhiyanto dalam
Barkah Nugroho, 2005).
(2)
Pembinaan keberanian mengeluarkan pendapat. Cara membina
masyarakat didik sangat relatif, situasional dan kondisional.
(3)
Pendidikan keahlian berdiplomasi, yakni pelatihan
berbicara dan kepiawaian menggunakan bahasa non verbal. Kemampuan ini sangat
menentukan keefektifan dan keefisienan seseorang untuk mencapai kesuksesan.
Karakter sintopikal yang diharapkan dalam penelitian ini
adalah siswa yang memiliki cara berpikir nalar, kritis terhadap pendapat orang
lain melalui cek dan ricek terhadap diri sendiri, suka bermusyawaroh dan
simpati terhadap orang lain dan berani berpendapat di muka umum.
2.
Model Pembelajaran
Gunter
et al (1990:67) mendefinisikan an instructional model is a
step-by-stepprocedure that leads to specific learning outcomes. Joyce
dan Weil (1980), mendefinisikan model
pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran
cenderung dreskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi
pembelajaran.
An
instructionalstrategy is a method for delivering instruction that is intended
to help students achieve alearning objective (Burden & Byrd, 1999:85). Selain
memperhatikan rasional teoretik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model
pembelajaran memiliki lima unsur dasar (Joyce & Weil (1980), yaitu (1)
syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, (2) social system,
adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, (3) principles of
reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan
merespon siswa, (4) support system ,segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan
belajar yang mendukung pembelajaran, dan (5) instructional dan nurturant
effects, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar
(instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturanteffects)
(I Wayan Santyasa, 2007).
3.
Model Reading Guide
Reading
Guide adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan untuk materi mata
pelajaran yang membutuhkan waktu banyak dan tidak mungkin semuanya dijelaskan
dalam kelas. Untuk mengefektifkan waktu, maka siswa diberi tugas membaca dan
menjawab pertanyaan atau kisi-kisi untuk dikerjakan. Dalam pembelajaran ini
siswa dituntut untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Adapun
langkah-langkah dalam strategi model pembelajaran Reading Guide adalah sebagai
berikut :
1)
Menentukan
topik materi.
2)
Memberikan
materi bacaan.
3)
Siswa
disuruh membaca materi bacaan yang telah disediakan.
4)
Memberikan
guide atau daftar pertanyaan yang harus diselesaikan sesuai dengan bacaan
materi yang diberikan.
5)
Siswa
mengisi guide atau daftar pertanyaan berdasarkan teks bacaan.
6)
Siswa
mempresentasikan hasil pengisisan atau hasil pekerjaannya.
7)
Klarifikasi
tugas yang sudah dikerjakan siswa atau materi pokok pembelajaran.
4.
Hakekat dan Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial
dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu
pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau
studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi
cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.
Karateristik
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs antara lain sebagai berikut.
a.
Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah,
ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang
humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001).
b.
Kompetensi
Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan
politik, sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
c.
Kompetensi
Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan
pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
d.
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan
kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan
pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya
perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan,
keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni, 1981).
e.
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan
memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.
Tujuan
utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut
dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan
secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan
Mutakin, 1998).
a.
Memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui
pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
b.
Mengetahui
dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari
ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial.
c.
Mampu
menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
d.
Menaruh
perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat
analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
e.
Mampu
mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive
yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. ( Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2005 )
5.
Hakekat Hasil Belajar Siswa
Menurut
Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan
menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana,
baik tes tertulis, tes lesan maupun perbuatan. Sedangkan S. Nasution
berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang
belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan
penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah
hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata
pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil
belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk
mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian
merupakan suatu upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi
pendidikan yang ditujukanuntuk menjamin terciptanya ualitas proses pendidikan
serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan ( Cullen dalam Fathul Himam, 2004).
Hasil
belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan
tengah semester (sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif). Dalam
penelitian tindakan kelas ini yang dimaksud prestasi hasil belajar siswa adalah
hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran IPS.
Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan pokok
bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat
soal yang harus dijawab para peserta didik, dan tugas-tugas terstruktur yang
berkaitan dengan konsep yang dibahas. Ulangan dilakukan minimal tiga kali dalam
setiap semester. Tujuannya untuk memperbaiki modul dan program pembelajaran
serta sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan nilai bagi para peserta
didik.
B.
Kerangka Berpikir
1.
Hubungan Karakter Sintopikal dengan Pembelajaran Model
Reading Guide
Upaya untuk menumbuhkan karakter
sintopikal siswa adalah dengan mengharuskan dan membiasakan siswa untuk membaca
materi pelajaran, baik buku panduan, LKS, maupun buku penunjang atau referensi yang
lain. Tujuannya adalah untuk membandingkan isi materi yang ada dalam bacaannya.
Salah satu model yang digunakan dalam
pembelajaran adalah model Reading Guide, karena model ini menuntut siswa
untuk selalu membaca sebelum memecahkan persoalan atau menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru.
Semakin besar minat dalam membaca,
maka diharapkan muncul karakter sintopikal dari diri siswa yang sesuai dengan tujuan
dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kebiasaan membaca dapat menggali bakat dan potensi
diri, memacu daya nalar (intelektual) serta berkonsentrasi yang menjadikan
pikiran dan emosi terkendali, sehingga mudah untuk berpikir positif dalam
menyikapi berbagai masalah.
2.
Hubungan Karakter Sintopikal melalui Pembelajaran Model
Reading Guide dengan Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Salah satu tahapan dalam model pembelajaran Reading Guide
adalah siswa
diberi tugas untuk membaca dan menjawab pertanyaan atau kisi-kisi untuk
dikerjakan. Penugasan membaca dalam proses pembelajaran inilah yang diharapkan
dapat memunculkan karakter dari diri siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil
belajarnya.
C.
Hipotesis Tindakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar