Selasa, 04 Maret 2014


SIKAP REMAJA TERHADAP KEBERADAAN KELOMPOK PUNK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT KECAMATAN PEKALONGAN SELATAN



LAPORAN PENELITIAN ILMIAH
oleh Muh. Yusron, S.Pd

Guru SMP Negeri 16 Pekalongan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia merupakan mahluk sosial (Homo Sosialis), sehingga di dalam kehidupannya selalu membutuhkan bantuan manusia yang lain. Untuk itulah diperlukan adanya proses interaksi dan sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Akhirnya dengan interaksi dan sosialisasi inilah akan terbentuk kelompok sosial.
Merebaknya globalisasi sekarang ini, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka munculah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat.  Khususnya dikalangan remaja, dewasa ini kerap muncul kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan yang sama.
Masa remaja, banyak ahli psikologi menyatakan bahwa masa ini merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas, membuat remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu hal yang biasa dan wajar.
Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Salah satu dari kelompok tersebut adalah kelompok “Punk”, kelompok tersebut dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas, disertai anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri, seperti yang akhir-akhir ini kadang kita jumpai di Pekalongan, khususnya kecamatan Pekalongan Selatan.
Berdasarkan latar belakang masalah itulah penulis ingin mengetahui persepsi atau pandangan dari kalangan remaja sendiri khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan yang berada di wilayah Pekalongan Selatan terhadap keberadaan kelompok punk di tengah kehidupan masyarakat mereka. Perbedaan persepsi ini dapat saja terjadi karena nilai, sikap dan pengalaman seseorang terhadap kelompok punk serta norma yang ada di lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan perbedaan ini bisa muncul.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk di lingkungan masyarakat kecamatan Pekalongan Selatan?”

1.3    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi sikap remaja khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan terhadap keberadaan kelompok Punk di Pekalongan Selatan.

1.4    Manfaat
·      Sebagai bahan informasi mengenai sikap dikalangan remaja khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan tentang keberadaan kelompok Punk.
·      Sebagai landasan tindakan preventif agar siswa tidak terpengaruh terhadap keberadaan kelompok Punk di sekitar lingkungannya.
·      Sebagai bahan masukan kepada para remaja khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan tentang bagaimana cara kita harus memandang atau bersikap dengan keberadaan kelompok Punk.
·      Sumber informasi dan data dasar bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Remaja dan Faktor yang Mempengaruhinya
2.1.1   Remaja
Hurlock (199) dalam bukunya menuliskan bahwa istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Jersild (dalam Hidayat, 1977) dalam bukunya “The Psychology of Adolescence” menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana pribadi manusia berubah dari kanak-kanak menuju ke arah pribadi orang dewasa. Stone (dalam Hidayat, 1977) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya badai dan tekanan, yang dimulai adanya perubahan-perubahan biologis. Sedangkan Stanley Hall (dalam Hidayat, 1977) berpendapat masa remaja adalah masa kelahiran baru yang ditandai dengan gejala yang menonjol, yaitu: perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; perubahan pada segi biologis, mulai berfungsinya kelenjar kelamin dan sikap sosial yang eksplosif dan bergelora.
Piaget (dalam Hurlock, 1999) memandang masa remaja sebagai usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dari segi umur Cole (Dalam Hidayat, 1977) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa umur 13-21 tahun. Sedangkan Jersild (dalam Mappiare, 1982) berpendapat masa remaja antara umur 11-20 tahun awal. Menurut Aristoteles (dalam Hidayat, 1977) remaja adalah masa yang berkisar 14-21 tahun yang ditandai oleh fungsinya kelenjar kelamin. Hurlock (1999) menulis dalam bukunya masa remaja berawal dari umur 13 tahun dan berakhir pada umur 21 tahun.
Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perbahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cia mereka, dimana pembentukan cita-cita merupkan proses pembentukan masa depan.
Ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :
a.    Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b.    Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
c.    Masa remaja sebagai periode perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d.   Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah.
e.    Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya.
f.     Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g.    Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h.    Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.
2.1.2   Faktor yang Mempengaruhinya
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1)   Lingkungan keluarga
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2)   Lingkungan sekolah
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3)   Lingkungan teman sebaya atau pergaulan
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4)   Lingkungan dunia luar
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.

2.2    Perilaku Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar Teman pada Perilaku Gaya Hidup Remaja
Pada masa remaja, terdapat banyak hal baru yang terjadi, dan biasanya lebih bersifat menggairahkan, karena hal baru yang mereka alami merupakan tanda-tanda menuju kedewasaan. Dari masalah yang timbul akibat pergaulan, keingin tahuan tentang asmara dan seks, hingga masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja.
Banyak ahli psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas, membuat remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu hal yang biasa dan wajar.
 Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
 Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri. Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada.
Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan "tidak", membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.
Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan "energi negatif" seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan "energi positif", yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.
Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata "kenakalan remaja" yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak perlu lagi merasakan peer pressure, yang bisa membuat mereka stres.
Secara teori diatas, remaja akan menjadi pribadi yang diinginkan masyarakat. Tetapi tentu saja hal ini tidak dapat hanya dibebankan pada kelompok ataupun geng yang dimiliki remaja. Karena remaja merupakan individu yang bebas dan masing-masing tentu memiliki keunikan karakter bawaan dari keluarga. Banyak faktor yang juga dapat memicu hal buruk terjadi pada remaja.
Seperti yang telah diuraikan diatas, kelompok remaja merupakan sekelompok remaja dengan nilai, keinginan dan nasib yang sama. Contoh, banyak sorotan yang dilakukan publik terhadap kelompok remaja yang merupakan kumpulan anak dari keluarga broken home. Kekerasan yang telah mereka alami sejak masa kecil, trauma mendalam dari perpecahan keluarga, akan kembali menjadi pencetus kenakalan dan kebrutalan remaja. Tetapi, masa remaja memang merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan dengan itu pula mereka mendapatkan jati diri dari apa yang mereka inginkan (http://www.ubb.ac.id/).

2.3    Kelompok Sosial
Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorong untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang menilai, pantas dijunjung tinggi dan di puja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai dewa remaja.
Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup itu dapat di pandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut adalah pertama, karena tiadanya pedoman, si remaja pedoman, si remaja merindukan sesuatu bayang dianggap bernilai, pantas dipuja walau pun sesuatu yang dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu, bahkan seringkali remaja hanya mengetahui bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui apa yang diinginkannya.
Kedua objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu (jadi personifikasi nilai-nilai). Pada anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan memujanya dalam khayalan.
Kelompok-kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karenannya adanya antarhubungan antar mereka. Untuk menamakan kelompok sosial diperlukan beberapa persyaratan antara lain kesadaran kelompok, interaksi sosial, organisasi sosial.
Ciri-ciri kelompok sosial menurut Charles H. Cooly membedakan kelompok berdasar susunan dan organisasi menjadi 2 yaitu pertama primary group (kelompok primer) dengan ciri-ciri terdapat interaksi sosial yang lebih erat antara anggota-anggotanya. Selain itu hubungannya bersifat irrasionil dan tidak didasarkan atas pamrih. Kedua secondary group/kelompok sekunder yang mempunyai ciri-ciri bahwa kelompok terbentuk atas dasar kesadaran dan kemauan dari para anggotanya.
Selain itu fungsi dari kelompok sekunder dalam kehidupan manusia adalah untuk mencapai salah satu tujuan tertentu dalam masyarakat dengan bersama secara obyek dan rasionil. Masih banyak lagi ciri-ciri dalam kelompok sosial yang di bagi atas berbagai kelompok seperti diantaranya kelompok tak resmi (informal group) dan kelompok resmi (formal group).
Masing-masing kelompok memiliki norma-norma yang berbeda. Oleh karena itu kadang-kadang orang harus bisa menyesuaikan norma antara kelompok yang satu dengan yang lain karena Perbedaan norma suatu ketika dapat menjadi pertentangan. Adapun macam-macam norma sosial diantaranya adalah norma kelaziman, kesusilaan, hukum, dan mode

2.4    Komunitas Kelompok Punk
2.4.1   Sejarah Punk
Punk berasal dari Bahasa Inggris, yaitu: “Public United Not Kingdom” yang berarti kesatuan suatu masyarakat di luar kerajaan. Punk didefinisikan oleh O’Hara (1999) dalam tiga bentuk.  Pertama, punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Kedua, punk sebagai keberanian memberontak dan melakukan perubahan. Terakhir, punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri. Definisi pertama adalah definisi yang paling umum digambarkan oleh media. Tapi justru yang paling tidak akurat karena cuma menggambarkan kesannya saja.
Pada awalnya, punk adalah sebuah cabang dari musik rock dimana musik rock merupakan sebuah genre musik yang berasal dari musik rock and roll yang telah lahir lebih dahulu yaitu pada tahun 1955. Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The Ramones, dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu munculnya suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu. Munculnya Punk didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk kemapanan dalam masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak muda kulit putih kelas pekerja di London.  Mereka adalah kelompok marginal dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan persoalan sosial dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh sekaligus pesimis terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai suatu gaya hidup baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap mapan, (saat itu Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).
Gaya hidup ini menimbulkan suatu bentuk kebudayaan sendiri yang berbeda dengan masyarakat umum. Perbedaan ini menjadikan Punk sebuah subkultur dalam masyarakat. Dengan gaya hidup, cara berpakaian, aliran musik, ideologi dan berbagai hal lainnya yang berbeda dari masyarakat umum semakin menguatkan eksistensi subkultur Punk dalam Masyarakat. Gaya berpakaiannya yang sangat khas menjadi suatu ciri tersendiri dari budaya Punk. Dengan menggunakan apa saja yang ingin digunakan dalam berpakaian bahkan yang tidak lazim seperti penggunaan rantai, peniti, dan barang-barang lainnya yang bagi masyarakat umum tidak lazim digunakan dalam berpakaian.  Penggunaan make up oleh pria dan berbagai hal lain dalam berpenampilan menjadikan budaya Punk benar-benar ingin berbeda dari masyarakat umum yang pada saat munculnya Punk, adalah masyarakat yang memuja kemapanan.
2.4.2   Komunitas Kelompok Punk di Indonesia
Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya.  Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang. Punk juga telah semakin populer dengan timbulnya Punk sebagai suatu Trend. Contohnya ialah dalam dunia Fashion gaya berpakaian Punk menjadi trend fashion masyarakat umum.
Punk sebagai bentuk subkultur seperti telah dijelaskan sebelumnya, tentu memiliki nilai-nilai yang bersifat bertentangan karena subkultur ini muncul sebagai bentuk counter culture dari sistem sosial budaya arus utama (mainstream). Yang dimaksud dengan arus utama (mainstream) adalah pola sosial yang dominan dan konvensional.  Perbedaan ini dapat menimbulkan anggapan menyimpang dari masyarakat tentang subkultur punk.
 Dengan demikian, Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris, yang menjadi wadah untuk mencurahkan kritik dan protes atas penguasa pada waktu itu. Punk memiliki ideologi sosialis yang bersifat bebas. Punk lebih dikenal melalui gaya busananya seperti potongan rambut Mohawk, jaket penuh dengan spike dan bedge, sepatu boots, jeans ketat, badan bertato, body piercing, dan hidup di jalan-jalan. Proses modernisasi di Indonesia menyebabkan kehadiran Punk sebagai gaya hidup baru, yang umumnya dianut oleh sebagian kaum muda.
Punk kemudian lebih dikenal sebagai tata cara hidup sehari-hari, dengan ekspresi diri yang menjurus pada gaya hidup bebas seperti free sex, nongkrong di jalan, ngamen, mengkonsumsi alkohol, main musik dengan Pogo, dan gaya busana yang nyeleneh. Orang-orang yang mengikuti gaya hidup Punk disebut anak Punk. Persebaran gaya hidup Punk sangat marak di kota-kota di Indonesia, salah satunya di Bandung.
Penyebaran budaya punk tidak lepas dari adanya peran dari media yang dapat menyebarluaskan jenis musik ini yang mendorong anak-anak muda untuk mengikuti gaya hidup yang disajikan dalam musik Punk tersebut. Maka dapat dikatakan mereka yang bergaya hidup dan berbudaya Punk mengimitasi suatu bentuk gaya hidup dan budaya yang diterimanya melalui musik yang mereka dengarkan. Suatu bentuk pembelajaran untuk bertingkah laku yang didapat ini sangat mungkin mendapat tanggapan sebagai perilaku yang menyimpang. Peniruan ini semakin didukung dengan adanya desakan dari orang-orang lain yang sebaya (peer group) yang juga mempunyai tingkah laku yang sama dilingkungannya. Hal ini menimbulkan suatu bentuk Delinquency imitation model (peniruan model kenakalan remaja).
 Proses Imitasi memerlukan beberapa syarat, menurut Chorus yang dikutip oleh Soelaiman Joesoef dan Noer Abijono (1981) syarat-syarat tersebut ialah:
a)    Adanya minat atau perhatian yang cukup besar terhadap apa yang akan diimitasi
b)   Ada sikap menjunjung tinggi atau mengagumi apa yang akan diimitasi
c)    Tergantung pada pengertian, tingkat perkembangan serta tingkat pengetahuan dari individu yang akan mengimitasi.
2.4.3   Faktor Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi Adanya Komunitas Anak Punk
Adanya Komunitas anak Punk tersebut merupakan bentuk dari kenakalan anak remaja. Dengan demikian, faktor penyebab atau faktor yang mempengaruhi adanya komunitas anak punk merupakan faktor dari kenakalan anak remaja itu sendiri. Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.
Faktor–faktor dari dalam diri yang menyebabkan seseorang mengikuti Komunitas Punk adalah sebagai berikut:
a)    Rasa seni yang kental, dan mereka ingin mengekspresikan seni tersebut.
b)   Mereka ingin dianggap sebagai bagian masyarakat, dan agar diakui keberadaannya.
c)    Rasa tidak puas terhadap pemerintahan, ataupun protes terhadap kebebasan yang terkekang.
d)   Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan mereka sendiri (O’Hara, 1999, h. 41).
e)    Punk sebagai suatu keberanian dalam melakukan perubahan dan pemberontakan.
f)    Sebagai suatu bentuk apresiasi trend remaja dalam bidang fashion dan musik.
g)   Ingin menutupi ketidakpuasan atau ketidakberdayaan hidup maupun perasaan inferior mereka dalam bentuk penampilan yang superior dan unik di mata masyarakat.
h)   Ingin mengekspresikan kemarahannya melalui suatu simbolisme berupa atribut bergaya punk dan pemikiran-pemikiran ideologi anti-kemapanan.
i)       Untuk menutupi kemarahan dan rasa frustasi dari ketidakpuasan terhadap sistem yang telah diterapkan baik oleh orangtua maupun masyarakat.
2.5    Pengaruh Positif dan Negatif Adanya Komunitas Punk
Komunitas Punk di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat. Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tata cara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Pengaruh positif dan negatif dari komunitas ini, kembali lagi ke cara pandang masyarakat itu sendiri. Memang, sebagian komunitas Punk memberikan dampak negatif bagi seseorang, terutama remaja yang jiwanya masih labil dan belum mengerti makna Punk itu sendiri. Sebenarnya anak Punk adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para Punkers memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara Punkers yang mempunyai kepedulian sosial.
Pengaruh positif adanya komunitas Punk tersebut, antara lain :
a)    Adanya tempat untuk mengekspresikan diri, adanya kecocokan terhadap lingkungan pergaulan.
b)   Sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi (protes dan kritik terhadap pengekangan, baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah) dan jiwa seni yang mereka miliki, bahkan mereka
c)    Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band papan atas.
d)   Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, mereka membuat T-shirt, kaos, aksesoris dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian dan aksesoris yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia.
e)    Dengan adanya komunitas ini (terutama bagi Punkers yang memiliki keterampilan), mungkin saja dapat membantu pemerintah mengurangi pengangguran dan dapat meningkatkan ekonomi khususnya bagi komunitas Punk ini.
f)    Komunitas Punk bukan hanya berasal dari kalangan bawah, tapi ada yang berasal dari kalangan pejabat. Sehingga dapat mempererat jalinan silaturahmi dan memperbanyak saudara.
Sedangkan pengaruh negatifnya adalah :
a)    Gaya dandanan yang tidak sesuai dengan etika dan budaya Indonesia sehingga mendapat pandangan sebelah mata dan negatif dari masyarakat.
b)   Sering terjerumus pada hal – hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, misalnya : Narkoba, freesex, mabuk – mabukan. Dan akhirnya malah mengantarkan diri dibalik jeruji besi.
c)    Dapat memicu tindakan anarkis karena selalu mengahadapi hidup dengan mengekspresikan kekesalan (kemarahan) karena pengekangan ataupun hanya untuk mengekspresikan kehebatan (kesombongan) diri.
d)   Mengganggu ketentraman malam karena kebanyakan dari komunitas ini beraktifitas diwaktu malam yang seharusnya digunakan untuk beristirahat.


















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1    Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif untuk mengidentifikasi sikap remaja, khususnya siswa SMP Negeri 16 terhadap keberadaan Kelompok Punk di Kecamatan Pekalongan Selatan

3.2    Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah anak remaja khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan terdiri dari kelas VIII sebanyak 158 siswa dan kelas IX sebanyak 161 siswa sehingga jumlah keseluruhan populasi adalah 319 siswa. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada ketentuan 25% dari populasi (Arikunto, 1998), sehingga jumlah sampel penelitian sebanyak 80 orang dengan tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random Sampling.

3.3    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan berupa angket disusun oleh peneliti didasarkan pada konsep dan tinjauan pustaka.
Angket terdiri dari dua bagian: (1) informasi karakteristik responden yang berisi nama atau identitas, usia responden, jenis kelamin, alamat; (2) sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk menggunakan skor dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item.
Sikap
Skor
sangat setuju
: 2
setuju
: 1
tidak tahu
: 0
tidak setuju
: 3
sangat tidak setuju
: 4

3.4    Tekhnik Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaannya untuk menjadi responden. Peneliti menjelaskan tentang cara pengisian angket dan mengisi angket secara jujur sesuai dengan hati nurani dan apa yang diketahui tentang kelompok Punk. Setelah selesai agket dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.
3.5    Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan tabulasi dan deskriptif presentase. Hasil hitungan persentase dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif, yaitu:
<40 %        
: Sikap tidak baik
40% - 55%
: Sikap kurang baik
56% - 75%
: Sikap cukup baik
76% - 100%
: Sikap baik




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1        Hasil Penelitian
4.1.1    Karakteristik Responden
Tabel 1.  Data Karakteristik Responden Remaja / Siswa SMP Negeri
16 Pekalongan
No
Karakteristik Responden
Jumlah
Persentase (%)
1.
Usia responden
a.    11 – 13 tahun
b.   14 – 16 tahun
Mean

58
22
13,5

72,5
27,5
2.
Jenis kelamin
a.    Laki-laki
b.   Perempuan

21
59

26,25
73,75
3.
Alamat
a.    Pekalongan Selatan
b.    Batang ( luar Pekalongan)

75
5

93,75
6,25

Berdasarkan tabel diatas bahwa usia responden pada rentang 11 – 13 tahun sebanyak 58 atau 72,5% dan berusia 14 – 16 tahun sebanyak 22 orang atau 27,5% dengan usia termuda 11 tahun dan usia tertua 16 tahun sehingga rata-rata usia responden 13,5 tahun. Sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 59 atau 73,75%, sedangkan laki-laki sebanyak 21 atau 26,25%. Berdasarkan lokasi tempat tinggal responden diketahui bahwa sebanyak 75 atau 93,75% tinggal di kecamatan Pekalongan Selatan dan 5 atau 6,25% tinggal di kabupaten Batang (luar kota Pekalongan).
4.1.2   Sikap Remaja terhadap Keberadaan Kelompok Punk di Pekalongan Selatan
Berdasarkan tabel 2 dari 80 responden diketahui bahwa mengenai sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk di lingkungan sekitar tempat tinggal sebanyak 78 atau 98% responden menyatakan kurang baik dan 2 atau atau 2% responden termasuk kategori tidak baik. Sikap remaja terhadap model pergaulan dan perilaku kelompok punk sebanyak 50 atau 63% menyatakan cukup baik dan sebanyak 30 atau 37% termasuk kategori tidak baik. Persepsi remaja mengenai model dan gaya hidup kelompok Punk sebanyak 44 atau 55% menyatakan kurang baik dan 36 atau 45% menganggap tidak baik. Sedangkan sikap remaja jika mengetahui salah satu anggota kelompok Punk adalah temannya, sebanyak 58 atau 72% menyatakan cukup baik dan 22 atau (28%) termasuk kategori tidak baik.
Tabel 2. Sikap Responen terhadap Keberadaan Kelompok Punk di
Sekitar Lingkungan Tempat Tinggal
 No
Sikap Remaja terhadap Keberadaan Kelompok Punk
Kategori Sikap
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Tidak baik
1
Bagaimana sikap anda jika mengetahui terdapat kelompok Punk di lingkungan sekitar tempat tinggal kalian?
0
0
78 (98%)
2
(2%)
2
Bagaimana menurut anda mengenai  model pergaulan dan perilaku yang dilakukan oleh kelompok Punk?
0
50 (63%)
0
30 (37%)
3
Bagaimana menurut anda mengenai  model dan gaya hidup kelompok Punk? (model rambut, pakaian dan akesoris tubuh lainnya)
0
0
44
(55%)
36
(45%)
4
Bagaimana sikap anda jika mengetahui salah satu anggota kelompok tersebut adalah teman anda?
0
58 (72%)
0
22
(28%)


4.2    Pembahasan
Desain penelitian ini deskriptif untuk mengidentifikasi sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk di Pekalongan Selatan. Sebanyak 80 responden dilihat dari rentang umur terdiri dari kelompok umur 11 – 13 tahun sebanyak 58 (72,5%) dan kelompok umur 14 – 16 tahun sebanyak 22 (27,5%) dengan rata-rata (mean) umur responden adalah 13,5 , sehingga dapat dikategorikan bahwa seluruh responden adalah remaja.
Dilihat dari jenis kelamin, terdiri dari 21 laki-laki dan 59 perempuan, sedangkan berdasarkan domisili, yang bertempat tinggal di lingkungan Pekalongan Selatan sebanyak 75 dan dari luar wilayah penelitian sebanyak 5. Berdasarkan karakteristik tersebut ternyata berpengaruh kepada sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk. Semakin anak bertambah umur sesuai dengan psikologi perkembangan remaja, anak semakin berusaha untuk mencari tahu dan jati diri dengan melakukan bentuk-bentuk pergaulan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Faktor jenis kelamin sangat dominan dari hasil angket yang dikumpulkan bahwa perempuan cenderung menganggap kelompok ini tidak baik walaupun ada 2 (satu) anak yang setuju pada keberadaan kelompok ini. Dibanding laki-laki sebanyak 8 anak yang setuju bahkan sangat setuju.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan dari sikap remaja terhadap model pergaulan yang dilakukan kelompok Punk ternyata 50 reponden menunjukkan sikap cukup baik dan 58 responden menyatakan sikap cukup setuju  jika mengetahui salah satu temannya menjadi anggota kelompok Punk. Ini menandakan bahwa sikap remaja dapat dipengaruhi oleh adanya faktor keluarga, lingkungan sekolah, teman sebaya dan dunia luar. Disamping itu juga faktor pengetahuan, nilai dan norma dapat mempengaruhi sikap remaja terhadap kelompok Punk.  

















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1        Kesimpulan
§  Berdasarkan kajian teori bahwa usia 13 – 21 tahun merupakan masa remaja yang ditandai  dengan adanya perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; perubahan pada segi biologis, mulai berfungsinya kelenjar kelamin dan sikap sosial yang eksplosif dan bergelora serta memiliki ciri-ciri tertentu.
§  Pembentukan pribadi remaja dipengaruhi oleh faktor keluarga, sekolah, teman sebaya dan dunia luar.
  • Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang dalam masa remaja atau disebut motivasi dalam kelompok (peer motivation). Dalam menentukan kelompok dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan kondisi lingkungan masyarakat sekitar atau tempat tinggal. Hal ini karena terjadinya proses imitasi atau peniruan. Proses ini semakin didukung dengan adanya desakan dari orang-orang lain yang sebaya (peer group) yang juga mempunyai tingkah laku yang sama dilingkungannya.
§  Faktor umur, jenis kelamin dan tempat tinggal dapat berpengaruh pada sikap remaja terhadap salah satu kelompok pergaulan, dalam hal ini kelompok Punk. Disamping faktor pengetahuan, norma dan nilai yang ditanamkan pada diri remaja tersebut.
§  Teman sebaya sangat berpengaruh sekali dalam pengambilan sikap remaja

5.2        Saran
Labilnya psikologis di masa remaja, maka alangkah lebih baik diperlukan adanya arahan, pengawasan dan pembinaan sebagai usaha preventif demi masa depan mereka agar tidak terpengaruh pada hal-hal negatif. Akan tetapi, dalam pengawasan dan pembinaan ini dilakukan jangan dengan dipaksakan, karena akan menimbulkan salah persepsi. Selain itu masa remaja selalu merasa dirinya benar, sehingga bila dipaksakan mereka akan memberontak. Karena remaja adalah generasi penerus pembangunan dan cita-cita bangsa.

DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

http://www.masbow.com/2009/08/psikologi-remaja-dan-permasalahannya.html

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Prilaku Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar TemanpadaPrilakuGayaHidup Remaja & nomor urut_artikel=266

http://allamandakathriya.blogspot.com/2012/04/komunitas-punk.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar