SIKAP REMAJA
TERHADAP KEBERADAAN KELOMPOK PUNK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT KECAMATAN PEKALONGAN
SELATAN
LAPORAN
PENELITIAN ILMIAH
oleh Muh. Yusron, S.Pd
Guru SMP Negeri 16 Pekalongan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri
bahwa manusia merupakan mahluk sosial (Homo Sosialis), sehingga di dalam
kehidupannya selalu membutuhkan bantuan manusia yang lain. Untuk itulah
diperlukan adanya proses interaksi dan sosialisasi dalam kehidupan
bermasyarakat. Akhirnya dengan interaksi dan sosialisasi inilah akan terbentuk
kelompok sosial.
Merebaknya globalisasi
sekarang ini, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga muncul
banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut
muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing
individu maka munculah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Khususnya dikalangan remaja, dewasa
ini kerap muncul kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda
yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang
menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan yang sama.
Masa remaja, banyak
ahli psikologi menyatakan bahwa masa ini merupakan masa yang penuh masalah,
penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain
sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi
statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas,
membuat remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan
adalah suatu hal yang biasa dan wajar.
Minat untuk berkelompok
menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di
sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki
kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus
hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya
kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Salah satu dari
kelompok tersebut adalah kelompok “Punk”, kelompok tersebut dengan dandanan
‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas, disertai anting-anting. Mereka
biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan
ciri khas sendiri, seperti yang akhir-akhir
ini kadang kita jumpai di Pekalongan, khususnya kecamatan Pekalongan Selatan.
Berdasarkan latar
belakang masalah itulah penulis ingin mengetahui persepsi atau pandangan dari
kalangan remaja sendiri khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan yang berada di
wilayah Pekalongan Selatan terhadap keberadaan kelompok punk di tengah
kehidupan masyarakat mereka. Perbedaan persepsi ini dapat saja
terjadi karena nilai, sikap dan pengalaman seseorang terhadap kelompok punk
serta norma yang ada di lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan perbedaan
ini bisa muncul.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam
penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah
sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk di lingkungan masyarakat
kecamatan Pekalongan Selatan?”
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian adalah untuk mengidentifikasi sikap remaja khususnya siswa SMP
Negeri 16 Pekalongan terhadap keberadaan kelompok Punk di Pekalongan Selatan.
1.4
Manfaat
· Sebagai
bahan informasi mengenai sikap dikalangan remaja khususnya siswa SMP Negeri 16
Pekalongan tentang keberadaan kelompok Punk.
· Sebagai
landasan tindakan preventif agar siswa tidak terpengaruh terhadap keberadaan
kelompok Punk di sekitar lingkungannya.
· Sebagai
bahan masukan kepada para remaja khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan
tentang bagaimana cara kita harus memandang atau bersikap dengan keberadaan
kelompok Punk.
·
Sumber
informasi dan data dasar bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang
sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Remaja dan Faktor yang
Mempengaruhinya
2.1.1
Remaja
Hurlock (199) dalam bukunya menuliskan bahwa istilah
adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh
atau tumbuh menjadi dewasa. Jersild (dalam Hidayat, 1977) dalam bukunya “The
Psychology of Adolescence” menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana
pribadi manusia berubah dari kanak-kanak menuju ke arah pribadi orang dewasa.
Stone (dalam Hidayat, 1977) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa yang
ditandai oleh adanya badai dan tekanan, yang dimulai adanya perubahan-perubahan
biologis. Sedangkan Stanley Hall (dalam Hidayat, 1977) berpendapat masa remaja
adalah masa kelahiran baru yang ditandai dengan gejala yang menonjol, yaitu:
perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; perubahan pada segi biologis,
mulai berfungsinya kelenjar kelamin dan sikap sosial yang eksplosif dan
bergelora.
Piaget (dalam Hurlock,
1999) memandang masa remaja sebagai usia di mana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi di bawah tingkat orang yang
lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Dari segi umur Cole (Dalam Hidayat, 1977) menyatakan bahwa masa remaja
adalah masa umur 13-21 tahun. Sedangkan Jersild (dalam Mappiare, 1982)
berpendapat masa remaja antara umur 11-20 tahun awal. Menurut Aristoteles
(dalam Hidayat, 1977) remaja adalah masa yang berkisar 14-21 tahun yang
ditandai oleh fungsinya kelenjar kelamin. Hurlock (1999) menulis dalam bukunya
masa remaja berawal dari umur 13 tahun dan berakhir pada umur 21 tahun.
Anna Freud (dalam
Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan
meliputi perubahan-perbahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual,
dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cia mereka,
dimana pembentukan cita-cita merupkan proses pembentukan masa depan.
Ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1999)
ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :
a.
Masa remaja sebagai periode yang
penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya
penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b.
Masa remaja sebagai periode peralihan,
adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
c.
Masa remaja sebagai periode perubahan,
karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan emosi, tubuh,
minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d.
Masa remaja sebagai usia bermasalah,
karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh
guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam
mengatasi masalah.
e.
Masa remaja sebagai masa mencari
identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa
peranannya.
f.
Masa remaja sebagai usia yang
menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja
adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g.
Masa remaja sebagai masa yang tidak
realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana
yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h.
Masa remaja sebagai ambang masa dewasa,
karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang
dewasa.
2.1.2
Faktor yang Mempengaruhinya
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi,
dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor
lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1)
Lingkungan
keluarga
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan
remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi
dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan
dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik
dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan
keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap
tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua,
guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk
akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan
pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain,
karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat
akibat arus informasi dan globalisasi.
2)
Lingkungan
sekolah
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh
pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah
remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi
remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan
perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para
pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan
mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang
penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang
arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju,
memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru
menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah
orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru
merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran
sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai
contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua
orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru
mereka.
3)
Lingkungan
teman sebaya atau pergaulan
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya
bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam
kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups)
mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan
diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan
perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk
bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada
waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama
masa kanak-kanaknya.
4)
Lingkungan
dunia luar
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah
dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global.
Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun
tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak.
Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor
kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.
2.2
Perilaku Hubungan Sosial dan
Solidaritas Antar Teman pada Perilaku Gaya Hidup Remaja
Pada masa remaja,
terdapat banyak hal baru yang terjadi, dan biasanya lebih bersifat
menggairahkan, karena hal baru yang mereka alami merupakan tanda-tanda menuju
kedewasaan. Dari masalah yang timbul akibat pergaulan, keingin tahuan tentang
asmara dan seks, hingga masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan
tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja.
Banyak ahli psikologi
yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh
gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya,
yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi statement yang
timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan pernyataan diatas, membuat
remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu
hal yang biasa dan wajar.
Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari
proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar
kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi,
nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini
memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini,
remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan,
Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah
terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang
bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari
solidaritas itu sendiri. Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali
memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer
pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada.
Secara individual,
remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada
dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui,
ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk
mengatakan "tidak", membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok
secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan
melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.
Kelompok atau teman
sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja.
Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan "energi
negatif" seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan
tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam
lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan "energi positif", yaitu
sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk
mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga
akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat
menular.
Motivasi dalam kelompok
(peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar
biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam
konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng,
barangkali tidak akan ada lagi kata-kata "kenakalan remaja" yang
dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi
oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak
orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak perlu lagi merasakan peer
pressure, yang bisa membuat mereka stres.
Secara teori diatas,
remaja akan menjadi pribadi yang diinginkan masyarakat. Tetapi tentu saja hal
ini tidak dapat hanya dibebankan pada kelompok ataupun geng yang dimiliki
remaja. Karena remaja merupakan individu yang bebas dan masing-masing tentu
memiliki keunikan karakter bawaan dari keluarga. Banyak faktor yang juga dapat
memicu hal buruk terjadi pada remaja.
Seperti yang telah
diuraikan diatas, kelompok remaja merupakan sekelompok remaja dengan nilai,
keinginan dan nasib yang sama. Contoh, banyak sorotan yang dilakukan publik
terhadap kelompok remaja yang merupakan kumpulan anak dari keluarga broken
home. Kekerasan yang telah mereka alami sejak masa kecil, trauma mendalam dari
perpecahan keluarga, akan kembali menjadi pencetus kenakalan dan kebrutalan
remaja. Tetapi, masa remaja memang merupakan masa dimana seseorang belajar
bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam dan dengan itu pula
mereka mendapatkan jati diri dari apa yang mereka inginkan (http://www.ubb.ac.id/).
2.3 Kelompok
Sosial
Pada masa ini mulai
tumbuh dalam diri remaja dorong untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang
dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan
dukanya. Pada masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang
menilai, pantas dijunjung tinggi dan di puja-puja sehingga masa ini disebut
masa merindu puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai dewa remaja.
Proses terbentuknya
pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup itu dapat di pandang
sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses penemuan nilai-nilai kehidupan
tersebut adalah pertama, karena tiadanya pedoman, si remaja pedoman, si remaja
merindukan sesuatu bayang dianggap bernilai, pantas dipuja walau pun sesuatu
yang dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu, bahkan seringkali remaja hanya
mengetahui bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui apa yang
diinginkannya.
Kedua objek pemujaan
itu telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi yang dipandang mendukung
nilai-nilai tertentu (jadi personifikasi nilai-nilai). Pada anak laki-laki
sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi,
dan memujanya dalam khayalan.
Kelompok-kelompok
sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh
karenannya adanya antarhubungan antar mereka. Untuk menamakan kelompok sosial
diperlukan beberapa persyaratan antara lain kesadaran kelompok, interaksi
sosial, organisasi sosial.
Ciri-ciri kelompok
sosial menurut Charles H. Cooly membedakan kelompok berdasar susunan dan organisasi
menjadi 2 yaitu pertama primary group (kelompok primer) dengan ciri-ciri
terdapat interaksi sosial yang lebih erat antara anggota-anggotanya. Selain itu
hubungannya bersifat irrasionil dan tidak didasarkan atas pamrih. Kedua
secondary group/kelompok sekunder yang mempunyai ciri-ciri bahwa kelompok
terbentuk atas dasar kesadaran dan kemauan dari para anggotanya.
Selain itu fungsi dari
kelompok sekunder dalam kehidupan manusia adalah untuk mencapai salah satu
tujuan tertentu dalam masyarakat dengan bersama secara obyek dan rasionil.
Masih banyak lagi ciri-ciri dalam kelompok sosial yang di bagi atas berbagai
kelompok seperti diantaranya kelompok tak resmi (informal group) dan kelompok
resmi (formal group).
Masing-masing kelompok
memiliki norma-norma yang berbeda. Oleh karena itu kadang-kadang orang harus
bisa menyesuaikan norma antara kelompok yang satu dengan yang lain karena
Perbedaan norma suatu ketika dapat menjadi pertentangan. Adapun macam-macam
norma sosial diantaranya adalah norma kelaziman, kesusilaan, hukum, dan mode
2.4
Komunitas Kelompok Punk
2.4.1 Sejarah
Punk
Punk berasal dari Bahasa Inggris, yaitu: “Public
United Not Kingdom” yang berarti kesatuan suatu masyarakat di luar kerajaan.
Punk didefinisikan oleh O’Hara (1999) dalam tiga bentuk. Pertama, punk sebagai trend remaja dalam
fashion dan musik. Kedua, punk sebagai keberanian memberontak dan melakukan
perubahan. Terakhir, punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan
musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri. Definisi pertama adalah
definisi yang paling umum digambarkan oleh media. Tapi justru yang paling tidak
akurat karena cuma menggambarkan kesannya saja.
Pada awalnya, punk adalah sebuah cabang
dari musik rock dimana musik rock merupakan sebuah genre musik yang berasal
dari musik rock and roll yang telah lahir lebih dahulu yaitu pada tahun 1955.
Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer
setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The Ramones,
dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu munculnya
suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu. Munculnya Punk
didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk kemapanan dalam
masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak muda kulit putih
kelas pekerja di London. Mereka adalah
kelompok marginal dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan
persoalan sosial dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh
sekaligus pesimis terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai
suatu gaya hidup baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap
mapan, (saat itu Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).
Gaya hidup ini menimbulkan suatu bentuk
kebudayaan sendiri yang berbeda dengan masyarakat umum. Perbedaan ini
menjadikan Punk sebuah subkultur dalam masyarakat. Dengan gaya hidup, cara
berpakaian, aliran musik, ideologi dan berbagai hal lainnya yang berbeda dari
masyarakat umum semakin menguatkan eksistensi subkultur Punk dalam Masyarakat.
Gaya berpakaiannya yang sangat khas menjadi suatu ciri tersendiri dari budaya
Punk. Dengan menggunakan apa saja yang ingin digunakan dalam berpakaian bahkan
yang tidak lazim seperti penggunaan rantai, peniti, dan barang-barang lainnya
yang bagi masyarakat umum tidak lazim digunakan dalam berpakaian. Penggunaan make up oleh pria dan berbagai hal
lain dalam berpenampilan menjadikan budaya Punk benar-benar ingin berbeda dari masyarakat
umum yang pada saat munculnya Punk, adalah masyarakat yang memuja kemapanan.
2.4.2
Komunitas Kelompok Punk di
Indonesia
Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar
akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya
musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di
negeri asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil
yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda
mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya
menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya.
Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia,
Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui
masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang. Punk juga telah semakin populer
dengan timbulnya Punk sebagai suatu Trend. Contohnya ialah dalam dunia Fashion
gaya berpakaian Punk menjadi trend fashion masyarakat umum.
Punk sebagai bentuk subkultur seperti
telah dijelaskan sebelumnya, tentu memiliki nilai-nilai yang bersifat bertentangan
karena subkultur ini muncul sebagai bentuk counter culture dari sistem sosial
budaya arus utama (mainstream). Yang dimaksud dengan arus utama (mainstream)
adalah pola sosial yang dominan dan konvensional. Perbedaan ini dapat menimbulkan anggapan menyimpang
dari masyarakat tentang subkultur punk.
Dengan demikian, Punk merupakan sub-budaya
yang lahir di London, Inggris, yang menjadi wadah untuk mencurahkan kritik dan
protes atas penguasa pada waktu itu. Punk memiliki ideologi sosialis yang
bersifat bebas. Punk lebih dikenal melalui gaya busananya seperti potongan
rambut Mohawk, jaket penuh dengan spike dan bedge, sepatu boots, jeans ketat,
badan bertato, body piercing, dan hidup di jalan-jalan. Proses modernisasi di
Indonesia menyebabkan kehadiran Punk sebagai gaya hidup baru, yang umumnya
dianut oleh sebagian kaum muda.
Punk kemudian lebih
dikenal sebagai tata cara hidup sehari-hari, dengan ekspresi diri yang menjurus
pada gaya hidup bebas seperti free sex, nongkrong di jalan, ngamen,
mengkonsumsi alkohol, main musik dengan Pogo, dan gaya busana yang nyeleneh.
Orang-orang yang mengikuti gaya hidup Punk disebut anak Punk. Persebaran gaya
hidup Punk sangat marak di kota-kota di Indonesia, salah satunya di Bandung.
Penyebaran budaya punk tidak lepas dari adanya peran
dari media yang dapat menyebarluaskan jenis musik ini yang mendorong anak-anak
muda untuk mengikuti gaya hidup yang disajikan dalam musik Punk tersebut. Maka
dapat dikatakan mereka yang bergaya hidup dan berbudaya Punk mengimitasi suatu
bentuk gaya hidup dan budaya yang diterimanya melalui musik yang mereka
dengarkan. Suatu bentuk pembelajaran untuk bertingkah laku yang didapat ini
sangat mungkin mendapat tanggapan sebagai perilaku yang menyimpang. Peniruan
ini semakin didukung dengan adanya desakan dari orang-orang lain yang sebaya
(peer group) yang juga mempunyai tingkah laku yang sama dilingkungannya. Hal
ini menimbulkan suatu bentuk Delinquency imitation model (peniruan model
kenakalan remaja).
Proses
Imitasi memerlukan beberapa syarat, menurut Chorus yang dikutip oleh Soelaiman
Joesoef dan Noer Abijono (1981) syarat-syarat tersebut ialah:
a)
Adanya minat atau perhatian yang cukup
besar terhadap apa yang akan diimitasi
b)
Ada sikap menjunjung tinggi atau
mengagumi apa yang akan diimitasi
c)
Tergantung pada pengertian, tingkat
perkembangan serta tingkat pengetahuan dari individu yang akan mengimitasi.
2.4.3
Faktor Penyebab dan Faktor Yang
Mempengaruhi Adanya Komunitas Anak Punk
Adanya
Komunitas anak Punk tersebut merupakan bentuk dari kenakalan anak remaja.
Dengan demikian, faktor penyebab atau faktor yang mempengaruhi adanya komunitas
anak punk merupakan faktor dari kenakalan anak remaja itu sendiri. Masa remaja
adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati
diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri
masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh
lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di
Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam
komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang
ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi
sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala
punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia
juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari
rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang
sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang
mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja
Indonesia.
Faktor–faktor dari dalam diri yang menyebabkan
seseorang mengikuti Komunitas Punk adalah sebagai berikut:
a)
Rasa seni yang kental, dan mereka ingin
mengekspresikan seni tersebut.
b)
Mereka ingin dianggap sebagai bagian
masyarakat, dan agar diakui keberadaannya.
c)
Rasa tidak puas terhadap pemerintahan,
ataupun protes terhadap kebebasan yang terkekang.
d)
Punk sebagai bentuk perlawanan yang
“hebat” karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan mereka
sendiri (O’Hara, 1999, h. 41).
e)
Punk sebagai suatu keberanian dalam
melakukan perubahan dan pemberontakan.
f)
Sebagai suatu bentuk apresiasi trend
remaja dalam bidang fashion dan musik.
g)
Ingin menutupi ketidakpuasan atau
ketidakberdayaan hidup maupun perasaan inferior mereka dalam bentuk penampilan
yang superior dan unik di mata masyarakat.
h)
Ingin mengekspresikan kemarahannya
melalui suatu simbolisme berupa atribut bergaya punk dan pemikiran-pemikiran
ideologi anti-kemapanan.
i)
Untuk
menutupi kemarahan dan rasa frustasi dari ketidakpuasan terhadap sistem yang
telah diterapkan baik oleh orangtua maupun masyarakat.
2.5 Pengaruh
Positif dan Negatif Adanya Komunitas Punk
Komunitas
Punk di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat. Tetapi
yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari
kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tata cara hidup
yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan
upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Pengaruh
positif dan negatif dari komunitas ini, kembali lagi ke cara pandang masyarakat
itu sendiri. Memang, sebagian komunitas Punk memberikan dampak negatif bagi
seseorang, terutama remaja yang jiwanya masih labil dan belum mengerti makna
Punk itu sendiri. Sebenarnya anak Punk adalah bebas tetapi bertanggung jawab.
Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah
dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para Punkers memang
sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada
mereka. Padahal banyak diantara Punkers yang mempunyai kepedulian sosial.
Pengaruh
positif adanya komunitas Punk tersebut, antara lain :
a)
Adanya tempat untuk mengekspresikan
diri, adanya kecocokan terhadap lingkungan pergaulan.
b)
Sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi
(protes dan kritik terhadap pengekangan, baik dari pihak masyarakat maupun
pemerintah) dan jiwa seni yang mereka miliki, bahkan mereka
c)
Di bidang musik misalnya, banyak band
punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah
dengan band-band papan atas.
d)
Selain di bidang musik, komunitas punk
juga bergerak di bidang fashion, mereka membuat T-shirt, kaos, aksesoris dengan
jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk
pakaian dan aksesoris yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa
disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan
produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia.
e)
Dengan adanya komunitas ini (terutama
bagi Punkers yang memiliki keterampilan), mungkin saja dapat membantu
pemerintah mengurangi pengangguran dan dapat meningkatkan ekonomi khususnya
bagi komunitas Punk ini.
f)
Komunitas Punk bukan hanya berasal dari
kalangan bawah, tapi ada yang berasal dari kalangan pejabat. Sehingga dapat
mempererat jalinan silaturahmi dan memperbanyak saudara.
Sedangkan
pengaruh negatifnya adalah :
a)
Gaya dandanan yang tidak sesuai dengan
etika dan budaya Indonesia sehingga mendapat pandangan sebelah mata dan negatif
dari masyarakat.
b)
Sering terjerumus pada hal – hal yang
dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, misalnya : Narkoba, freesex, mabuk
– mabukan. Dan akhirnya malah mengantarkan diri dibalik jeruji besi.
c)
Dapat memicu tindakan anarkis karena
selalu mengahadapi hidup dengan mengekspresikan kekesalan (kemarahan) karena
pengekangan ataupun hanya untuk mengekspresikan kehebatan (kesombongan) diri.
d)
Mengganggu ketentraman malam karena
kebanyakan dari komunitas ini beraktifitas diwaktu malam yang seharusnya
digunakan untuk beristirahat.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Desain
Penelitian
Desain
penelitian ini adalah deskriptif untuk mengidentifikasi sikap remaja, khususnya
siswa SMP Negeri 16 terhadap keberadaan Kelompok Punk di Kecamatan Pekalongan
Selatan
3.2 Populasi
dan Sampel
Populasi
penelitian adalah anak remaja khususnya siswa SMP Negeri 16 Pekalongan terdiri
dari kelas VIII sebanyak 158 siswa dan kelas IX sebanyak 161 siswa sehingga
jumlah keseluruhan populasi adalah 319 siswa. Penentuan jumlah sampel
didasarkan pada ketentuan 25% dari populasi (Arikunto, 1998), sehingga jumlah
sampel penelitian sebanyak 80 orang dengan tekhnik pengambilan sampel yang
digunakan adalah Random Sampling.
3.3 Instrumen
Penelitian
Instrumen yang digunakan berupa angket
disusun oleh peneliti didasarkan pada konsep dan tinjauan pustaka.
Angket terdiri dari dua bagian:
(1) informasi karakteristik responden yang berisi nama atau identitas, usia
responden, jenis kelamin, alamat; (2) sikap remaja terhadap keberadaan kelompok
Punk menggunakan skor dengan cara menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap
item.
Sikap
|
Skor
|
sangat setuju
|
: 2
|
setuju
|
: 1
|
tidak tahu
|
: 0
|
tidak setuju
|
: 3
|
sangat tidak setuju
|
: 4
|
3.4 Tekhnik
Pengumpulan Data
Tahapan
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : menjelaskan kepada responden
tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaannya untuk menjadi responden.
Peneliti menjelaskan tentang cara pengisian angket dan mengisi angket secara jujur
sesuai dengan hati nurani dan apa yang diketahui tentang kelompok Punk. Setelah
selesai agket dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.
3.5 Analisa
Data
Analisa
data dilakukan dengan menggunakan tabulasi dan deskriptif presentase. Hasil
hitungan persentase dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif, yaitu:
<40
%
|
:
Sikap tidak baik
|
40%
- 55%
|
:
Sikap kurang baik
|
56%
- 75%
|
:
Sikap cukup baik
|
76%
- 100%
|
:
Sikap baik
|
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Karakteristik Responden
Tabel 1. Data Karakteristik Responden Remaja / Siswa SMP
Negeri
16 Pekalongan
No
|
Karakteristik
Responden
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1.
|
Usia responden
a.
11 – 13 tahun
b.
14 – 16 tahun
Mean
|
58
22
13,5
|
72,5
27,5
|
2.
|
Jenis kelamin
a.
Laki-laki
b.
Perempuan
|
21
59
|
26,25
73,75
|
3.
|
Alamat
a.
Pekalongan Selatan
b.
Batang ( luar Pekalongan)
|
75
5
|
93,75
6,25
|
Berdasarkan tabel diatas bahwa usia
responden pada rentang 11 – 13 tahun sebanyak 58 atau 72,5% dan berusia 14 – 16
tahun sebanyak 22 orang atau 27,5% dengan usia termuda 11 tahun dan usia tertua
16 tahun sehingga rata-rata usia responden 13,5 tahun. Sebagian besar responden
adalah perempuan sebanyak 59 atau 73,75%, sedangkan laki-laki sebanyak 21 atau
26,25%. Berdasarkan lokasi tempat tinggal responden diketahui bahwa sebanyak 75
atau 93,75% tinggal di kecamatan Pekalongan Selatan dan 5 atau 6,25% tinggal di
kabupaten Batang (luar kota Pekalongan).
4.1.2
Sikap Remaja terhadap Keberadaan
Kelompok Punk di Pekalongan Selatan
Berdasarkan tabel 2 dari 80
responden diketahui bahwa mengenai sikap remaja terhadap keberadaan kelompok
Punk di lingkungan sekitar tempat tinggal sebanyak 78 atau 98% responden
menyatakan kurang baik dan 2 atau atau 2% responden termasuk kategori tidak
baik. Sikap remaja terhadap model pergaulan dan perilaku kelompok punk sebanyak
50 atau 63% menyatakan cukup baik dan sebanyak 30 atau 37% termasuk kategori
tidak baik. Persepsi remaja mengenai model dan gaya hidup kelompok Punk
sebanyak 44 atau 55% menyatakan kurang baik dan 36 atau 45% menganggap tidak
baik. Sedangkan sikap remaja jika mengetahui salah satu anggota kelompok Punk
adalah temannya, sebanyak 58 atau 72% menyatakan cukup baik dan 22 atau (28%)
termasuk kategori tidak baik.
Tabel 2. Sikap Responen
terhadap Keberadaan Kelompok Punk di
Sekitar Lingkungan Tempat
Tinggal
No
|
Sikap
Remaja terhadap Keberadaan Kelompok Punk
|
Kategori
Sikap
|
||||
Baik
|
Cukup baik
|
Kurang baik
|
Tidak baik
|
|||
1
|
Bagaimana sikap anda jika mengetahui terdapat
kelompok Punk di lingkungan sekitar tempat tinggal kalian?
|
0
|
0
|
78 (98%)
|
2
(2%)
|
|
2
|
Bagaimana menurut anda mengenai model pergaulan dan perilaku yang dilakukan
oleh kelompok Punk?
|
0
|
50 (63%)
|
0
|
30 (37%)
|
|
3
|
Bagaimana menurut anda mengenai model dan gaya hidup kelompok Punk? (model
rambut, pakaian dan akesoris tubuh lainnya)
|
0
|
0
|
44
(55%)
|
36
(45%)
|
|
4
|
Bagaimana sikap anda jika mengetahui salah satu
anggota kelompok tersebut adalah teman anda?
|
0
|
58 (72%)
|
0
|
22
(28%)
|
4.2 Pembahasan
Desain penelitian ini deskriptif
untuk mengidentifikasi sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk di
Pekalongan Selatan. Sebanyak 80 responden dilihat dari rentang umur terdiri
dari kelompok umur 11 – 13 tahun sebanyak 58 (72,5%) dan kelompok umur 14 – 16
tahun sebanyak 22 (27,5%) dengan rata-rata (mean) umur responden adalah 13,5 ,
sehingga dapat dikategorikan bahwa seluruh responden adalah remaja.
Dilihat dari jenis kelamin,
terdiri dari 21 laki-laki dan 59 perempuan, sedangkan berdasarkan domisili,
yang bertempat tinggal di lingkungan Pekalongan Selatan sebanyak 75 dan dari
luar wilayah penelitian sebanyak 5. Berdasarkan karakteristik tersebut ternyata
berpengaruh kepada sikap remaja terhadap keberadaan kelompok Punk. Semakin anak
bertambah umur sesuai dengan psikologi perkembangan remaja, anak semakin
berusaha untuk mencari tahu dan jati diri dengan melakukan bentuk-bentuk
pergaulan yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Faktor jenis
kelamin sangat dominan dari hasil angket yang dikumpulkan bahwa perempuan
cenderung menganggap kelompok ini tidak baik walaupun ada 2 (satu) anak yang
setuju pada keberadaan kelompok ini. Dibanding laki-laki sebanyak 8 anak yang
setuju bahkan sangat setuju.
Berdasarkan tabel 2
menunjukkan dari sikap remaja terhadap model pergaulan yang dilakukan kelompok
Punk ternyata 50 reponden menunjukkan sikap cukup baik dan 58 responden
menyatakan sikap cukup setuju jika
mengetahui salah satu temannya menjadi anggota kelompok Punk. Ini menandakan
bahwa sikap remaja dapat dipengaruhi oleh adanya faktor keluarga, lingkungan
sekolah, teman sebaya dan dunia luar. Disamping itu juga faktor pengetahuan,
nilai dan norma dapat mempengaruhi sikap remaja terhadap kelompok Punk.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
§ Berdasarkan
kajian teori bahwa usia 13 – 21 tahun merupakan masa remaja yang ditandai dengan adanya perubahan pada seluruh kepribadian
dengan cepat; perubahan pada segi biologis, mulai berfungsinya kelenjar kelamin
dan sikap sosial yang eksplosif dan bergelora serta memiliki ciri-ciri
tertentu.
§ Pembentukan
pribadi remaja dipengaruhi oleh faktor keluarga, sekolah, teman sebaya dan
dunia luar.
- Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang dalam masa remaja atau disebut motivasi dalam kelompok (peer motivation). Dalam menentukan kelompok dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan kondisi lingkungan masyarakat sekitar atau tempat tinggal. Hal ini karena terjadinya proses imitasi atau peniruan. Proses ini semakin didukung dengan adanya desakan dari orang-orang lain yang sebaya (peer group) yang juga mempunyai tingkah laku yang sama dilingkungannya.
§ Faktor
umur, jenis kelamin dan tempat tinggal dapat berpengaruh pada sikap remaja
terhadap salah satu kelompok pergaulan, dalam hal ini kelompok Punk. Disamping
faktor pengetahuan, norma dan nilai yang ditanamkan pada diri remaja tersebut.
§ Teman
sebaya sangat berpengaruh sekali dalam pengambilan sikap remaja
5.2
Saran
Labilnya psikologis di masa
remaja, maka alangkah lebih baik diperlukan adanya arahan, pengawasan dan
pembinaan sebagai usaha preventif demi masa depan mereka agar tidak terpengaruh
pada hal-hal negatif. Akan tetapi, dalam pengawasan dan pembinaan ini dilakukan
jangan dengan dipaksakan, karena akan menimbulkan salah persepsi. Selain itu
masa remaja selalu merasa dirinya benar, sehingga bila dipaksakan mereka akan
memberontak. Karena remaja adalah generasi penerus pembangunan dan cita-cita
bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S. (1998). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
http://www.masbow.com/2009/08/psikologi-remaja-dan-permasalahannya.html
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Prilaku
Hubungan Sosial dan Solidaritas Antar TemanpadaPrilakuGayaHidup Remaja &
nomor urut_artikel=266
http://allamandakathriya.blogspot.com/2012/04/komunitas-punk.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar