Jumat, 25 Oktober 2019

Makalah "MEMBANGUN BUDAYA KARAKTER SISWA DENGAN KEGIATAN LITERASI "


MEMBANGUN BUDAYA KARAKTER SISWA DENGAN KEGIATAN LITERASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LatarBelakang
Dewasa ini pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan dengan masalah besar, hal itu ditunjukkan dengan penurunan kualitas moral para peserta didiknya. Selain itu, semakin banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh peserta didik di Indonesia menjadi faktor pendukung menurunnya kualitas moral peserta didik. Banyaknya kasus tawuran yang terjadi antar sekolah yang tidak jarang menimbulkan banyak korban jiwa, pelajar di Indonesia identik dengan citra pelajar yang gemar tawuran, tidak punya sopan santun, minum-minuman keras, gemar kebut-kebutan di jalan raya dan masih banyak lagi kenakalan remaja Indonesia. Penyimpangan lain yang dilakukan pelajar di Indonesia antara lain mencontek, mencuri, berjudi dan membolos sekolah dan lain sebagainya.
Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan pengetahuannya, sedangkan kecerdasan dan pengetahuan dihasilkan oleh seberapa ilmu pengetahuan yang didapat, sedangkan ilmu pengetahuan di dapat dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan.
Semakin banyak penduduk suatu wilayah yang semangat mencari ilmu pengetahuan, maka akan semakin tinggi peradabannya. Budaya suatu bangsa biasanya berjalan seiring dengan budaya literasi, faktor kebudayaan dan peradaban dipengaruhi oleh membaca yang dihasilkan dari temuan-temuan kaum cendekia yang diabadikan dalam tulisan yang menjadikan warisan literasi informasi yang sangat berguna bagi proses kehidupan sosial yang dinamis.
Pendidikan karakter sangat perlu diterapkan di Indonesia Penerapan pendidikan karakter dapat dilaksanakan melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia, sebab mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang sarat akan nilai-nilai pendidikan karakter dan obyek kajian Bahasa Indonesia adalah pemahaman dan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar, sehingga diharapkan peserta didik dapat berbicara, berperilaku dan bersikap sesuai dengan karakter dan kepribadian yang bertanggung jawab dan bertakwa .
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah. Komponennya berupa pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pelaksanaannya dapat dilakukan kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun terhadap bangsa sehingga individu tersebut menjadi manusia yang berakhlak mulia.
Pendidikan karakter harus disosialisasikan sejak dini pada semua level maupun jenjang pendidikan. Lembaga pendidikan harus tampil sebagai pionir pendidikan dalam membangun karakter peserta didik yang bermoral dan berakhlak, dinamis serta visioner. Berdasarkan fakta tersebut, apakah pelajar bangsa Indonesia sudah memiliki karakter yang diharapkan oleh masyarakat sebagai generasi muda penerus bangsa
Sejalan dengan program pemerintah untuk menggalakkan pembentukan karakter dikalangan siswa. Karakter merupakan proses yang berjalan seumur hidup, karena anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter. Ada tiga pihak yang berpran dalam pembentukan karakter anak, yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan. Ketiga pihak tersebut harus berjalan secara sinergis. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak dan moral anak. Akan tetapi kecenderungan saat ini peran tersebut digantikan oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Salah satu upaya yang dilakukan lembaga pendidikan dalam pembentukan karakter adalah melalui gerakan literasi membaca yang tentunya melibatkan pelajaran bahasa. Peran ini perlu dimaksimalkan, karena melalui budaya membaca dapat meningkatkan mutu pendidikan, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Siswa yang sudah terbiasa membaca dapat mengembangkan dirinya secara terus menerus. Dan diharapkan pendidikan sepanjang hayat dapat terlaksana.

B.       Perumusan Masalah
1)      Bagaimana penerapan kegiatan literasi dalam membangun budaya karakter siswa?
2)      Bagaimana peran guru dalam penerapan kegiatan literasi dalam membangun budaya karakter siswa?

C.      Tujuan
1)      Untuk mengetahui penerapan kegiatan literasi dalam membangun budaya karakter siswa.
2)      Untuk mengetahui peran guru dalam penerapan kegiatan literasi untuk membangun budaya karakter siswa.
3)      Untuk mengetahui faktor penghambat dalam penerapan kegiatan literasi untuk membangun budaya karakter siswa.
4)      Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi hambatan dalam penerapan kegiatan literasi untuk membangun budaya karakter siswa.












BAB II
KAJIAN TEORI
           
A.      Pendidikan Karakter dan Perlunya Membangun Budaya Karakter
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa dimasa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Karakter merupakan suatu keadaan jiwa, keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa berpikir, atau dipertimbangkan secara mendalam. Keadaan ini ada 2 jenis yang pantas alamiah yang bertolak dari watak, kedua tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada umumya keadaan ini terjadi kerena dipetimbangkan dan di pikirkan namun kemudian melalui praktik secara terus menerus menjadi sebuah karakter. Mulai dekade tahun 1990-an pendidikan karakter mulai dibicarakan sebagai tujuan utama dari pendidikan. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya yang sangat terkenal, The Retrun of Character Education. Karakter sebagaimana di definisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).
Pembentukan karakter bangsa yang kuat menuntut keteladanan, dan semua pihak harus memiliki tanggung jawab di dalamnya. mengatakan, yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan karakter adalah calon-calon pemimpin bangsa yang akan memberikan teladan.
Ratna Megawangi menjelaskan, inti dari pendidikan karakter adalah mengajarkan bagaimana para peserta didik memahami nuraninya sendiri. Sementara, pakar psikologi sosial Yayah Khisbiyah mengatakan, pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan perasaan nasionalis masyarakatnya. Pendidikan karakter ini perlu dimaknai sebagai sarana penguatan rasa cinta Tanah Air.
Karakter bangsa Indonesia adalah suatu ciri khas bangsa yang membedakan antara bangsa Indonesia dengan bangsa atau negara lain. Sebagaimana yang diungkapkan psikologi sosial Yayah Khisbiyah karakter bangsa memiliki keeratan dengan perasaan nasionalis. Perasaan nasionalis sendiri dapat diartikan menjaga persatuan bangsa, memkmurkan bangsa, setia kepada bangsa dan negara terutama terhadap masuknya globalisasi, berprestasi dalam berbagai bidang untuk mengharumkan bangsa, menjaga nama baik bangsa, rela berkorban demi bangsa dan Negara.
M. Soeparno, mengemukakan karakter bangsa Indonesia kedalam              5 bagian. Bagian tersebut adalah sebagai berikut: pertama, Bangsa Indonesia adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, patuh terhadap hukum perundang-undangan serta peraturan yang berlaku. Kedua, bangsa Indonesia adalah manusia yang bangga sebagai warga Negara Indonesia serta mencintai tanah air dan bangsanya, berbudi pekerti baik, siap membela negara dan bangsa demi tegaknya negara Indonesia. Ketiga, Bangsa Indonesia didalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa adalah manusia yang memiliki kebersamaan gotong royong, toleransi serta anti segala bentuk kekerasan. Keempat, bangsa Indonesia adalah manusia yang berbadan sehat, bersih, rajin tepat waktu, serta berdisiplin tinggi. Kelima, bangsa Indonesia adalah manusia yang memiliki kemauan belajar dan jangkauan masa depan penuh inisiatif, kreaktifitas, inovasi yang dilandasi dedikasi yang tinggi demi kemajuan, pengabdian dan manfaat bagi dirinya, bangsa, dan negaranya serta umat manusia.
Usaha pembentukan karakter melalui sekolah menurut Azyumardi Azra ada tiga pendekatan, pendekatan tersebut yaitu: pertama, menerapkan pendekatan modeling atau uswah hasanah yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakan nilai-nilai akhlak dan moral melalui model teladan. Kedua, menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan buruk.
Usaha ini bisa diberengi dengan memberi penghargaan dan menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk. Ketiga, menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character based education). Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character based approach kedalam setiap mata pelajaran disamping mata pelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter seperti, mata pelajaran agama, sejarah, pancasila.
Kesuksesan akan pendidikan yang membentuk karakter bangsa merupakan suatu kemenangan besar. Akan tetapi predikat kesuksesan secara lahiriyah membanggakan karena secara tersurat mencerminkan keberhasilan seseorang dalam mengarungi kehidupan. Namun sayangnya standar kesuksesan masih menyandarkan hanya pada perhitungan materi belaka seperti kekayaan.

B.       Kegiatan Literasi
Literasi yang berasal dari bahasa Inggris literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya.
Saat ini kajian literasi telah meluas tergantung bagaimana kata itu disematkan dalam sebuah kalimat. Terdapat diantaranya literasi informasi dan literasi media yang memiliki definisinya masing-masing.
Beberapa ahli memberikan definisi mengenai literasi sebagai berikut :



1)        Sulzby (1986)
Pengertian Literasi adalah kemampuan berbahasa seseorang (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) untuk berkomunikasi dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
Jika didefinisikan secara singkat, pengertian literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.
2)        Graff (2006)
Graff mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. 7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, (2005:898)
3)        Menurut Kamus Oxford, Definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan menulis
Seiring berkembangya zaman Literasi telah memiliki perkembangan dalam maknanya. Karenanya menurut Freebody dan Luke terdapat 4 model dalam Literasi yakni :
1)   Memahami konteks dalam teks
Mengenali dan menggunakan fitur seperti alfabet, suara, ejaan, konvensi dan pola teks.
2)   Terlibat dalam memaknai teks
Memahami dan menyusun teks tertulis dan teks virtual dan lisan yang berati dari budaya tertentu, lembaga, keluarga, masyarakat, negara-negara dan lain-lain. Menggambarkan skema yang ada.
3)   Menggunakan teks secara fungsional.
4)   Melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis
Memahami dan bertindak atas pengetahuan bahwa teks-teks tidak netral. Teks mewakili pandangan tertentu, diam, mempengaruhi ide-ide orang. Desain teks dan wacana dapat dikritik dan didesain ulang dengan cara baru dan hibrida.
Kegiatan literasi memiliki beberapa dimensi sebagai berikut :
1)   Dimensi Geografis
Dimensi Geografis meliputi lokal, nasional, regional, dan internasional
Dimensi Geografis bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionalnya (kecakapan kejuruan).
2)   Dimensi Bidang
Dimensi Bidang meliputi pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain-lain.
Literasi suatu bangsa tampak dalam dimensi ini. Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula. Hal ini karena bidang pendidikan merupakan ujung tombak kebangkitan suatu bangsa.
3)   Dimensi Ketrampilan
Dimensi Keterampilan meliputi membaca, menulis, menghitung, berbicara. Literasi seseorang tampak atau tercermin dari dimensi ini. Semua sarjana mampu membaca, akan tetapi tidak semua sarjana mampu menulis.
Oleh sebab itu, keterampilan sangat diperlukan. Selain itu, tidak cukup dengan mengandalkan literasi saja (dalam hal ini membaca dan menulis) namun harus juga memiliki kemampuan numerasi (keterampilan menghitung).
4)   Dimensi Fungsi
Dimensi Fungsi memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri. Orang yang literat karena pendidikannya mampu memecahkan masalah dan mengatasi semua tentang kehidupan yang menghampirinya.
5)   Dimensi Media
Dimensi Media meliputi teks, cetak, visual, digital.
Zaman sekarang orang harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital. Perkembangan IT sangat penting dan berpengaruh banyak terhadap gaya berliterasi.
6)   Dimensi Jumlah
Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa): Jumlah dapat merujuk pada banayak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu dan media. Literasi seperti halnya kemampuan berkomunikasi, bersifat relatif.
7)   Dimensi Bahasa
Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional): Ada literasi yang singular dan ada yang plural.
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.
Sedangkan pengertian Literasi Sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.
Gerakan Literasi Sekolah merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan  15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.



BAB III
PEMBAHASAN


A.      Penerapan kegiatan literasi dalam membangun budaya karakter siswa
Literasi dapat diartikan melek teknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik. Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut. Kepekaan atau literasi pada seseorang tentu tidak muncul begitu saja. Tidak ada manusia yang sudah literat sejak lahir. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses panjang dan sarana yang kondusif. Proses ini dimulai dari kecil dan dari lingkungan keluarga, lalu didukung atau dikembangkan di sekolah, lingkungan pergaulan, dan lingkungan pekerjaan. Budaya literasi juga sangat terkait dengan pola pemelajaran di sekolah dan ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan. Tapi kita juga menyadari bahwa literasi tidak harus diperoleh dari bangku sekolah atau pendidikan yang tinggi. Kemampuan akademis yang tinggi tidak menjamin seseorang akan literat. Pada dasarnya kepekaan dan daya kritis akan lingkungan sekitar lebih diutamakan sebagai jembatan menuju generasi literat, yakni generasi yang memiliki ketrampilan berpikir kritis terhadap segala informasi untuk mencegah reaksi yang bersifat emosional.
Ada beberapa program yang layak dilakukan untuk suksesnya kegiatan literasi. Pertama, kita perlu memperbaiki kualitas dan pemerataan pendidikan agar bisa mendorong tingkat melek huruf yang lebih tinggi. Infrastruktur (fasilitas) dan suprastruktur (sumber daya manusia) perlu dikembangkan hingga menjangkau pelosok Tanah Air. Jangan sampai ada masyarakat di pedalaman Nusantara yang masih sulit belajar garagara tidak ada sekolah, kekurangan guru, atau minim fasilitas lain. Negara bertanggung jawab memenuhi fasilitas pendidikan bagi warganya. Kedua, kita bangun lebih banyak perpustakaan di semua daerah sebagai tempat yang nyaman untuk membaca, jumlah koleksi buku yang banyak, dan menawarkan kegiatan yang menarik. Ketiga, dibutuhkan programprogram berkelanjutan untuk lebih memperkenalkan buku dan mendorong minat baca buku ke sekolah dan masyarakat umum. Jangan terpaku pada seremoni, tetapi fokus pada terobosan yang lebih membumi dan memikat kaum muda untuk membaca. Keempat, dari sisi penerbit, kita dorong agar semakin banyak buku diterbitkan, terutama buku-buku yang berkualitas dari berbagai bidang. Kian banyak tawaran buku menarik, kian banyak alternatif bacaan bagi masyarakat. Kelima, kita dukung kekuatan masyarakat madani untuk bersama-sama pemerintah dan semua pihak membangun peradaban membaca buku. Bentuknya bisa berupa pendirian taman bacaan hingga ke pelosok Nusantara, program pendorong membaca, atau langkah-langkah lain yang mungkin diambil untuk memprovokasi kaum muda agar mencintai buku.
Pembelajaran berbasis budaya literasi akan mengondisikan peserta didik yang merupakan generasi muda untuk menjadi seorang literat. Peningkatan kemampuan literasi dalam belajar sejalan dengan tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas, 2003). Pemerolehan tujuan ini dapat dilakukan siswa jika mereka telah menjadi sosok literat. Para siswa memiliki bekal literasi dalam dirinya sehingga mampu melengkapi diri dengan kemampuan yang diharapkan.
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini:
1)        Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut:
a.         Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
b.        Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga.

B.       Peran guru dalam penerapan kegiatan literasi dalam membangun budaya karakter siswa
Pihak sekolah memiliki peran hal ini terlihat dari kepala sekolah yang berperan sebagai penanggung jawab sekaligus pengambil kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan literasi, guru berperan sebagai motivator dan mendorong siswa untuk aktif melaksanakan kegiatan literasi dikelas maupun diperpustakaan, dan siswa berperan sebagai pelaksana dalam kegiatan literasi. Terlaksananya kegiatan literasi ini tentu tidak terlepas dari berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pihak sekolah.
1)        Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
2)        Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan.
3)        Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
a)        Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
b)        Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah.
“Pada dasarnya kemampuan literasi adalah bagaimana membelajarkan siswa agar rajin membaca dan menulis. Dalam hal ini maka diperlukan kreativitas guru dalam menentukan cara yang efektif dan efisien (Widodo dkk, 2015:61).”
“Kemampuan berbahasa Indonesia, termasuk keterampilan literasi perlu mendapatkan penekanan dalam kompetensi, pemilihan materi dan distribusinya di sekolah dasar maupun sekolah menengah. Sekolah dasar menjadi dasar pembelajaran literasi karena sekolah dasar merupakan awal seorang anak belajar membaca dan menulis (Nurdiyanti, 2010:116).”
Susanto (2013:63) menyatakan bahwa perkembangan minat sangat tergantung pada lingkungan dan orang-orang dewasa yang erat pergaulannya dengan mereka, sehingga secara langsung akan berpengaruh pula terhadap kematangan psikologisnya.






















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A.      Kesimpulan
Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Dengan kegiatan literasi membaca buku, ilmu pengetahuan akan didapatkan. Kegiatan literasi membaca akan menambah wawasan sekaligus mempengaruhi mental dan perilaku seseorang, dan bahkan memiliki pengaruh besar bagi masyarakat. Pada gilirannya, kegemaran membaca ini akan membentuk budaya literasi yang berperan penting dalam menciptakan bangsa yang berkualitas.

B.       Saran
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction, menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah, antara lain:
  1. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi
  2. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat
  3. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat






DAFTAR PUSTAKA

Ane Permatasari. 2015. Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Beers, dkk. (2009) A Principal’s Guide to Literacy Instruction

Eko Widodo,Suparno.2015.”Manajemen Pengembangan Sumber Daya. Manusia”.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Idrus, Muhammad.2009.

Lea Sakti Mitasari. 2017. Peran Kegiatan Literasi Dalam Meningkatkan Minat Membaca Dan Menulis Siswa Kelas Atas  Di SDN Gumpang 1. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan  Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anonim. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Jakarta, 2010

Samingan. 2010. Program Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Karakter Bangsa Peserta Didik Di MTs Negeri Galur Kulon Progo. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group). Tamwifi, Irfan,et.al.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar