MAKALAH
UPAYA MENUMBUHKAN KARAKTER SISWA
DENGAN
APRESIASI SASTRA BIOGRAFI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Kemajuan teknologi saat ini berkembang sangat cepat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kepribadian siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kejadian-kejadian seperti perkelahian, pembunuhan, kesenjangan sosial,
ketidakadilan, perampokan, korupsi, pelecehan seksual,
penipuan, dan fitnah terjadi dimana-mana.
Berita dapat diketahui lewat berbagai
media cetak atau elektronik,
seperti surat kabar,
televisi atau
internet. Bahkan, tidak jarang kondisi seperti itu dapat disaksikan secara langsung
di tengah masyarakat, dan
seringkali kejadian ini melibatkan pelajar.
Tidak hanya itu saja dalam penggunaan bahasa pun mulai tergantikan oleh kata-kata yang kalau anak jaman sekarang
menyebutnya sebagai bahasa alay atau
lebay. Padahal sering sekali di sekolah mereka mengucapkan sumpah pemuda yang
isinya mengaku berbahasa satu
yaitu bahasa Indonesia. Hal lain yang dapat diamati lagi, yaitu pudarnya atau
hilangnya rasa nasionalisme, dan semangat perjuangan. Masalah yang lebih
memprihatinkan lagi, hampir setiap hari bahkan hampir setiap jam mengupdate
statusnya di jejaring sosial alias facebook, ngetwitt, game online, dan yang
lebih parah lagi download dan nonton video porno di youtube. Satu hal lagi yang
sangat memprihantikan, yaitu tawuran yang dilakukan antara pelajar. Sungguh memprihatinkan melihat keadaan dan situasi yang seperti ini, karena hal ini
benar-benar bertolak belakang dengan pemuda yang hidup di jaman penjajahan,
semangat juang mereka, optimisme mereka, kerja keras mereka sangat-sangat jauh
berbeda dengan apa yang ada di jaman sekarang.
Sebagai
bangsa yang beradab dan berbudaya, situasi semacam itu jelas sangat tidak
menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa
depan yang cerdas, baik secara intelektual, emosional, spiritual, maupun
sosial. Dalam konteks demikian, perlu ada upaya serius dari segenap komponen
bangsa untuk membangun “kesadaran kolektif” demi mengembalikan karakter bangsa
yang hilang.
Keprihatinan
terhadap kondisi masyarakat yang demikian itu, menumbuhkan semangat untuk
mengkaji sebab dan mencari pemecahannya. Penelitian
dan seminar mengenai masalah tersebut telah berkali-kali diselenggarakan oleh
berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Ujungnya
adalah persamaaan persepsi terhadap pentingnya menggalakkan pendidikan
karakter.
Respon
masyarakat terhadap pendidikan karakter berbeda-beda. Dikalangan
kelompok pendidik muncul pendapat tentang perlunya pendidikan budi
pekerti, sedangkan agamawan memandang perlunya penguatan pendidikan
agama. Mereka yang berkecimpung dibidang politik mengusulkan revitalisasi
pendidikan Pancasila. Dalam hal ini, Kemendiknas telah merespon berbagai
pendapat itu dengan membentuk Tim Pengembang Pendidikan Karakter.
Dalam
konteks demikian, menjadi menarik ketika sebagai seorang pendidik bahasa dan
sastra memberikan atau menginjeksikan nilai-nilai moral ke dalam pelajarannya
yang berlabel sastra dan diupayakan bisa mengajak dan menginternalisasikan
nilai-nilai moral melalui sastra tersebut.
Mengapa
harus melalui sastra, khususnya sastra biografi? Ketika
dunia pendidikan dinilai hanya memburu dan mementingkan ranah akademik semata,
sehingga mengabaikan persoalan-persoalan moral dan keluhuran budi kalau pun ada
penyampaiannya cenderung indoktrinatif dan perlu ada terobosan visioner yang
bisa mengajak dan menginternalisasikan pendidikan karakter sesuai dengan
tuntutan dan dinamika perkembangan psikososial peserta didik. Karya
sastra, agaknya bisa menjadi medium yang strategis untuk mewujudkan tujuan
mulia itu. Melalui karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa,
olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung
anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan
berkreasi melalui karya sastra. Penulis ingin menunjukan bahwa sastra bisa
digunakan sebagai media penyampaian nilai-nilai moral kepada peserta didik.
Berawal dari itulah, kami selaku pendidik terutama guru bahasa dan sastra Indonesia ingin menyumbangkan
pemikiran tentang perlunya
pendidikan apresiasi sastra biografi terhadap
pembentukan karakter siswa. Melalui sastra diharapkan dapat terwariskan
nilai-nilai luhur kearifan lokal guna membendung pengaruh negatif era
globalisasi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk diketahui tentang
sejauhmana “Upaya Menumbuhkan Karakter Siswa Dengan Apresiasi Sastra Biografi”.
B.
Perumusan Masalah
1)
Apakah
pendidikan karakter dan satra biografi itu?
2)
Bagaimana
relevansi sastra biografi terhadap
pendidikan karakter di kalangan siswa?
3)
Bagaimana
pengaruh apresiasi sastra biografi terhadap karakter
siswa?
4)
Bagaimana memberdayakan
pembelajaran apresiasi sastra biografi di sekolah?
5)
Bagaimana
upaya yang bisa dilakukan pendidik untuk menanamkan pendidikan
karakter melalui sastra biografi?
C.
Tujuan
1)
Untuk
mengetahui pengertian pendidikan karakter dan sastra biografi.
2)
Untuk
mengetahui relevansi sastra biografi terhadap
pendidikan karakter di kalangan siswa.
3)
Untuk
mengetahui pengaruh apresiasi sastra biografi terhadap karakter siswa.
4)
Untuk
mengetahui pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra biografi di sekolah.
5)
Untuk
mengetahui upaya yang bisa dilakukan pendidik untuk menanamkan
pendidikan karakter melalui sastra biografi.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pendidikan Karakter dan Sastra Biografi
1.
Pendidikan Karakter
Kata character berasal
dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar),
seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari
pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau
ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah
pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang? Setelah
melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat
diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di
sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Williams &
Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai "any deliberate approach by which school
personnel, often in conjunction with parents and community members, help
children and youth become caring, principled and responsible".
Maknanya
dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha
yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama
dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja
agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
Karakter menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi
pekerti.Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau perbuatan
yang selalu dilakukan atau kebiasaan.
Pengertian
karakter menurut para ahli, aadalah sebagai berikut:
·
Menurut
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku
yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
·
Menurut
Pritchard (1988:467) mendefinisikan karakter sebagai sesuatu yang
berkaitan dengan kebiasaan hidup individu yang bersifat menetap dan cenderung
positif.
Lebih lanjut
Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian pendidikan
karakter tersebut
awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di
Amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan,
filosofi, dan program.Pemecahan masalah, pembuatan keputusan, penyelesaian
konflik merupakan aspek yang penting dari pengembangan karakter moral.
Oleh karena itu, didalam pendidikan karakter semestinya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara
langsung.
Pusat Kurikulum
Kementerian Pendidikan Nasional (2011:10) telah merumuskan materi pendidikan karakter
yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut: (1) religius, (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10)
semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)
bersahabat atau komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16)
peduli lingkungan, (17) peduli sosial, tanggung jawab. Jadi,
pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
2.
Sastra Biografi
Biografi
adalah sebuah tulisan yang membahas mengenai kehidupan seseorang, yang
ditulis oleh orang lain. Istilah Biografi berasal
dari bahasa Yunani dari kata bios dan graphien. Arti kata bios adalah
hidup dan graphien berarti tulis. Biografi
dapat terdiri dari beberapa baris atau lebih dari
satu buku. Biografi terdiri dari biografi singkat dan biografi
panjang, dimana biografi singkat hanya berisi fakta-fakta kehidupan seseorang
dan peran yang penting. Sedangkan biografi panjang terdiri dari informasi
penting yang dikisahkan dengan lebih detail dan ditulis dengan gaya bercerita
yang baik. Ciri-Ciri Biografi:
·
Biografi
terdiri dari struktur: orientasi, peristiwa atau masalah, serta
reorientasi
·
Berisi
informasi fakta dan disajikan dalam bentuk narasi atau cerita
·
Faktualnya
(fakta) menurut peristiwa hidup seseorang yang dinarasikan dalam tokoh
biografi.
Memiliki
Komponen penting biasanya terdapat beberapa komponen yaitu :
·
Judul
·
Menarik
dan mengesankan dari kehidupan tokoh yang diceritakan
·
Mengagumkan
dan mengharukan dari kehidupan tokoh yang diceritakan
·
Dapat
dicontoh dan diteladani dari kehidupan tokoh
Struktur Biografi
a)
Orientasi:
bagian yang menjelaskan pengenalan tokoh yang berisi gambaran awal tokoh yang
diceritakan dalam biografi tersebut.
b)
Peristiwa
dan Masalah: Bagian peristiwa atau kejadian yang berisi sebuah peristiwa
atau kejadian pernah dialami, termasuk didalamnya berisi tentang masalah yang
pernah dihadapinya dalam tujuan serta cita-citanya. Hal-hal yang menarik,
mengagumkan, mengesankan, dan mengharukan pernah dialami tokoh diuraikan dalam
bagian ini.
c) Reorientasi: bagian penutup yang berisi pandangan penulis
terhadap tokoh yang bersifat opsional artinya dapat ada atau tidak.
B.
Apresiasi Sastra Biografi
Apresiasi Sastra adalah memberikan penilaian terhadap karya sastra, sedangkan apresiasi sastra biografi berarti
penilaian terhadap karya sastra biografi. Jika anda mengapresiasikan sebuah karya sastra, maka anda
melakukan kegiatan pengamatan, penilaian,
dan memberikan penghargaan terhadap karya sastra tersebut. Menurut
sayuti (2009) bahwa
apresiasi sastra merupakan hasil usaha pembaca dalam mencari dan menemukan
nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dapat
dinyatakan
dalam bentuk tertulis.
Tahapan Apresiasi meliputi :
·
Tahap
mengenal dan menikmati yaitu suatu tindakan berupa membaca, melihat atau
menonton dan mendengarkan suatu karya sastra
·
Tahap
menghargai yaitu dapat merasakan kegunaan atau manfaat karya sastra, misalnya
memberi kesenangan, hiburan, kepuasaan serta memperluas pandangan hidup
·
Tahap
pemahaman yaitu berupa melakukan tindakan meneliti serta menganalisis unsur -
unsur yang membangun karya sastra, baik unsur intrinsik maupun unsur
ekstrinsik
·
Tahap
penghayatan yaitu membuat interprestasi atau penafsiran terhadap karya sastra
·
Tahap
aplikasi atau Penerapan yaitu mewujudkan nilai - nilai yang di peroleh dalam
karya sastra dalam sikap dan tingkah sehari – hari.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Relevansi Sastra Biografi terhadap Pendidikan Karakter di
Kalangan Siswa
Siswa adalah generasi muda, generasi penerus, yang akan menjadi
pemilik masa depan bangsa. Akan seperti apa wajah bangsa Indonesia di masa
depan sangat tergantung pada bagaimana kita membentuk karakter siswa sejak
sekarang. Oleh karena itu, membangun karakter siswa menjadi pekerjaan
bersama (khususnya para guru dan orang tua) yang amat penting.
Pengajaran di sekolah, termasuk pengajaran sastra, menjadi
tumpuan yang sangat vital. Jika kita gagal membentuk karakter yang positif dan
unggul pada diri siswa, bisa-bisa masa depan bangsa ini akan semakin
terpuruk, kehilangan harapan, atau setidaknya akan kehilangan kepribadian dan
gampang dijajah serta ”diperbudak” oleh bangsa lain
yang lebih adidaya.
Belajar sastra khususnya sastra biografi adalah
salah satu keterampilan yang imajinatif dan komunikatif bagi siswa sebagai
pencipta maupun penikmat sastra. Di dalamnya
terdapat muatan mendidik yang tersirat dan tidak bersifat doktrin. Siswa
juga bisa mencerna sesuai dengan perkembangan jiwanya dan membuatnya sangat
peka terhadap karya sastra itu sendiri.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa sastra sangat relevan dengan
pendidikan karakter. Karya sastra khususunya sastra biografi sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak seperti dikehendaki
dalam pendidikan karakter. Biografi ”Sang Tokoh”
mengajarkan anak untuk mencontoh kepribadian dan perilaku yang baik sehingga dapat menjadi tauladan bagi
siswa tersbut. Sementara
itu, bentuk puisi seperti pepatah, pantun, dan bidal penuh dengan nilai
pendidikan.
B.
Pengaruh Apresiasi Sastra Biografi Terhadap Karakter Siswa
Minat terhadap sastra khususnya sastra biografi kini mengalami degradasi. Hal
ini disebabkan oleh tuntutan jaman yang serba instan dan serba cepat. Karya
sastra anak didominasi oleh komik-komik dari luar negeri seperti Dora the Explorer, Naruto, dan sebagainya. Bahkan
tradisi mendongeng untuk peninabobokan anak sebagai pengantar tidur sang
anak sudah tidak menarik lagi bagi seorang anak dan menjadi sesuatu
yang sangat asing.
Membaca
karya sastra bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan karena keindahannya,
melainkan juga untuk memperkaya wawasan dan daya nalar. Sastra
adalah vitamin batin, karena mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan kepada
pembacanya dan memberikan pencerahan.Mengingat peranan sastra dalam
pengembangan kepribadian pembacanya, maka pengajaran sastra di sekolah
sangatlah penting.
Melalui pengajaran sastra khususnya sastra biografi, siswa tidak hanya diperkenalkan kekayaan sastra Indonesia dan
dunia, tokoh-tokoh dalam kesusastraan, bahkan juga diperkenalkan pada kekayaan
isi karya sastra itu sendiri. Dengan
membaca dan memahami karya sastra, berarti siswa mencoba memahami kehidupan,
mencoba memperoleh nilai-nilai positif dan luhur dari kehidupan, dan pada
akhirnya memperkaya batinnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sidney (dalam
Alwasilah, 2001:31) Apresiasi sastra akan berjalan baik jika didasari oleh
minat yang tinggi pada karya sastra.
Banyak hal yang dapat diperoleh dari sastra. Haryadi (1994)
mengemukakan sembilan manfaat yang dapat diambil dari sastra lama yaitu sebagai
berikut:
1.
Dapat
perperan sebagai hiburan dan media pendidikan,
2.
Isinya
dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat pada leluhur,
3.
Isinya
dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan peradaban
bangsa,
4.
Pergelarannya
dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan,
5.
Proses
penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis,
6.
Sumber
inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain,
7.
Proses
penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, profesional, dan
rendah hati,
8.
Pergelarannya
memberikan teladan kerja sama yang kompak dan harmonis,
9. Pengaruh asing yang ada di dalamnya memberi gambaran tentang tata
pergaulan dan pandangan hidup yang luas.
C.
Pemberdayaan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah
Dalam Standar Isi mata pelajaran Bahasa Indonesia, baik kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006 (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran bahasa
Indonesia bertujuan antara lain agar peserta didik memiliki kemampuan menikmati
dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, juga
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
Seperti penjelasan di atas, sesungguhnya pembelajaran sastra
memiliki tujuan yang mulia dan
besar. Hanya saja, tujuan tersebut cuma akan menjadi slogan
apabila dalam pembelajaran sastra di sekolah tidak dilakukan secara
maksimal. Jadi, untuk mewujudkan dan mengembalikan pembelajaran
sastra pada tujuan tersebut, maka pembelajaran apresiasi sastra yang saat ini
lesu dan tak berdaya ini harus kembali diberdayakan.
Dalam rangka pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah,
ada beberapa strategi yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut:
1)
Memasukkan
pendidikan karakter ke dalam semua mata pelajaran di sekolah.
2)
Membuat
slogan-slogan atau yel-yel yang dapat menumbuhkan kebiasaan semua masyarakat
sekolah untuk bertingkah laku yang baik.
3)
Membiasakan
perilaku yang positif di kalangan warga sekolah.
4)
Melakukan
pemantauan secara kontinyu.
Selain strategi tersebut, guru sebagai pendidik juga harus
mempunyai ketertarikan terhadap sastra, berikut beberapa hal yang perlu
dicermati oleh guru itu sendiri:
a.
Sikap Guru
Selama ini guru seolah terpasung kreativitas dan jiwa inovasinya
dalam melaksanakan tugasnya bila hasil upayanya hanya selalu dikaitkan dengan
hasil Ujian Nasional. Banyak
pihak yang menghakimi guru hanya berdasarkan pencapaian nilai Ujian Nasional
yang mampu diraih oleh siswanya. Bila
siswanya meraih nilai Ujian Nasional yang tinggi, maka hal ini dijadikan
indikator bahwa guru yang bersangkutan telah cukup berhasil dalam melaksanakan
pembelajaran. Anggapan yang
demikian berakibat banyak guru yang cenderung pada pelatihan mengerjakan soal
kepada siswa-siswanya. Kecenderungan semacam ini justru mencederai tujuan dan
hakikat pembelajaran apresiasi sastra.
Untuk itu, pada pemberdayaan pembelajaran apresiasi
sastra hendaknya sikap guru perlu diubah. Dalam
diri guru harus ditumbuhkan sikap untuk membuang jauh-jauh orientasi ke nilai
Ujian Nasional. Sebab, pembelajaran apresiasi sastra bukan semata-mata
ditujukan agar meraih nilai Ujian Nasional yang tinggi, melainkan pembelajaran
mengenai nilai-nilai kehidupan, mengingat banyak kandungan nilai yang terdapat
dalam sastra yang dapat dijadikan bekal siswa dalam kehidupannya.
b.
Peran Guru
Dalam pembelajaran apresiasi sastra selama ini, terkesan bahwa guru
banyak berperan sebagai informator tunggal, sehingga
terbuka kemungkinan guru dijadikan sumber utama dan satu-satunya sumber
informasi bagi siswa. Hal ini melahirkan kecenderungan guru untuk
memerankan diri sebagai ’hakim’ yang sangat menentukan ’ini benar’ dan ’ini
salah’. Pembelajaran
apresiasi sastra akan lebih berdaya bila guru mampu menempatkan diri sebagai:
1)
Apresiator yang
menjembatani antara karya sastra sebagai bahan ajar dan siswa sebagai penikmat
karya sastra.
2)
Motivator yang
mampu menumbuhkan rasa apresiasi pada diri siswa.
3)
Perunding yang
mampu dengan penuh kearifan dan kebijakan mengakomodasikan berbagai tanggapan
dari siswa sebagai bentuk apresiasi mereka terhadap karya sastra yang tengah
dinikmati serta dihayati.
c.
Kualifikasi Guru
Secara teknis, guru-guru bahasa umumnya tidak otomatis juga mampu
menjadi guru sastra. Akibatnya, pembelajaran apresiasi sastra akan cenderung
bersifat teknis-teoretis. Lebih ironis lagi bila guru sendiri tidak menyukai
sastra sehingga tak pernah menambah wawasan sastranya dengan membaca buku-buku
sastra berkualitas. Bagaimana siswa akan mencintai sastra apabila guru belum
mampu menjadi contoh bagi siswanya? Berkenaan
dengan hal tersebut, pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra akan semakin
berarti apabila guru bahasa mau dan mampu meningkatkan dan mengembangkan
dirinya sebagai guru sastra. Guru harus benar-benar memahami hakikat dan tujuan
pembelajaran apresiasi sastra, termasuk di dalamnya mampu dan terampil
mengapresiasi karya sastra. Selain itu, guru juga memiliki rasa cinta kepada
sastra, memiliki pemikiran kritis dalam menganalisis karya sastra, serta
memiliki pandangan tertentu tentang sikap hidup dan nilai-nilai hidup sehingga
mampu memilih dan memilah karya sastra yang tepat untuk diberikan kepada siswa
serta cara menyajikannya.
d.
Lingkungan yang Mendukung
Pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra tidak dapat dilepaskan
bila lingkungan yang ada turut mendukung. Hal
ini harus diciptakan baik oleh guru, siswa, maupun sekolah. Salah
satu di antaranya adalah penyediaan bacaan-bacaan sastra.Dalam hal ini
perpustakaan memegang peran yang utama.
Hanya saja bacaan sastra di perpustakaan sekolah seringkali sangat
terbatas. Untuk
menyiasatinya, guru dapat mengajak siswa mengumpulkan bacaan sastra dari media
cetak atau internet yang disusun dalam bentuk kliping yang dapat dibaca oleh
semua.Bila upaya-upaya tersebut dapat dilakukan, bukan tidak mungkin
pembelajaran sastra di sekolah menjadi bergairah sehingga mampu mencapai tujuan
yang telah dirumuskan.
e.
Upaya yang Bisa Dilakukan Pendidik Melalui Sastra
Sebagai wujud untuk menyampaikan atau menginjeksikan pendidikan
karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bias dilakukan oleh pendidik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pendidik mengungkapkan nilai-nilai dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran tersebut.
karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bias dilakukan oleh pendidik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pendidik mengungkapkan nilai-nilai dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Pengaruh sastra dalam pembentukan
karakter siswa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di
dalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan
karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada
hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan
luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan
sehingga siswa akan cenderung cinta kepada kebaikan dan membela
kebenaran.
Pada kegiatan menulis karya sastra, dikembangkan karakter tekun,
cermat, taat, dan kejujuran. Sementara itu, pada kegiatan dokumentatif
dikembangkan karakter ketelitian, dan berpikir ke depan (visioner).
Tingkat apresiasi sastra masyarakat sangat terkait dengan
pengajaran sastra di sekolah.Peran lembaga pendidikan sangat penting untuk
menumbuhkan sikap apresiatif terhadap karya sastra sejak dini.Pengajaran sastra
harus berjalan dengan baik, agar kemampuan dan sikap apresiatif siswa terhadap
karya sastra dapat tumbuh secara sehat.
B.
Saran
Melalui pengajaran sastra, diharapkan dapat berperan dalam membentuk karakter yang
positif pada diri siswa. Namun, pembentukan karakter siswa itu tidak akan
maksimal, atau bahkan gagal, jika pengajaran sastra gagal menumbuhkan minat
baca siswa pada karya sastra, dan mereka tetap tidak memiliki sikap apresiatif
terhadap karya sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2010. Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa.tersedia
pada http://www.riaupos.co.id/spesial.php?act=full&id=56&kat=2. Di akses tanggal, 26 September 2011.
Adicita.2010. Pardigma Baru Pengajaran Sastra Indonesia.Tersedia
padahttp://www.adicita.com/artikel/detail/id/600/Paradigma-Baru-Pengaja
ran-Apresiasi-Sastra-Indonesia. Di
akses tanggal, 26 September 2011.
Jibis. 2010. Mengakrabi Sastra Membangun Karakter Bangsa. Tersedia
pada http://jibis.pnri.go.id/artikel-27-mengakrabi-sastra-membangun-karakter
-bangsa.html. Di akses
tanggal, 26 September 2011.
Bektipatria. 2010. Memberdayakan Pembelajaran Apresiasi Sastra di
Sekolah. Tersedia
pada http://bektipatria.wordpress.com/2010/12/30/
memberdayakan-pembelajaran-apresiasi-sastra-di-sekolah.
Di akses tanggal, 26 September 2011.
Deny Purwanto.
2011. http://fkip.um-surabaya.ac.id/2011/04/29/pendidikan-karakter-melalui-pembelajaran-sastra/Di
akses tanggal, 26 September 2011.
Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. http://
www.mandikdasmen. depdiknas. go.id/web/pages/urgensi.html.Di akses tanggal, 26
September 2011.
Pritchard, I. 1988. ”Character \education: Research Prospect and
Problem” American Journal of Education.Di akses tanggal, 26 September
2011.
Haryadi. 1994. Sastra Melayu. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Di
akses tanggal, 26 September 2011.
Alwasilah, A. Chaedar, 2001. Language, Culture, and Education:
A Portrait of
Tidak ada komentar:
Posting Komentar