Jumat, 25 Oktober 2019

Makalah UPAYA MENUMBUHKAN KARAKTER SISWA DENGAN APRESIASI SASTRA BIOGRAFI


MAKALAH
UPAYA MENUMBUHKAN KARAKTER SISWA

DENGAN APRESIASI SASTRA BIOGRAFI



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LatarBelakang
Kemajuan teknologi saat ini berkembang sangat cepat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kepribadian siswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kejadian-kejadian seperti perkelahian, pembunuhan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, perampokan, korupsi, pelecehan seksual, penipuan, dan fitnah terjadi dimana-mana. Berita dapat diketahui lewat berbagai media cetak atau elektronik, seperti surat kabar, televisi atau  internet. Bahkan, tidak jarang kondisi seperti itu dapat disaksikan secara langsung di tengah masyarakat, dan seringkali kejadian ini melibatkan pelajar.
Tidak hanya itu saja dalam penggunaan bahasa pun mulai tergantikan oleh kata-kata yang kalau anak jaman sekarang menyebutnya sebagai bahasa alay atau lebay. Padahal sering sekali di sekolah mereka mengucapkan sumpah pemuda yang isinya mengaku berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia. Hal lain yang dapat diamati lagi, yaitu pudarnya atau hilangnya rasa nasionalisme, dan semangat perjuangan. Masalah yang lebih memprihatinkan lagi, hampir setiap hari bahkan hampir setiap jam mengupdate statusnya di jejaring sosial alias facebook, ngetwitt, game online, dan yang lebih parah lagi download dan nonton video porno di youtube. Satu hal lagi yang sangat memprihantikan, yaitu tawuran yang dilakukan antara pelajar. Sungguh memprihatinkan melihat keadaan dan situasi yang seperti ini, karena hal ini benar-benar bertolak belakang dengan pemuda yang hidup di jaman penjajahan, semangat juang mereka, optimisme mereka, kerja keras mereka sangat-sangat jauh berbeda dengan apa yang ada di jaman sekarang.
Sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya, situasi semacam itu jelas sangat tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan yang cerdas, baik secara intelektual, emosional, spiritual, maupun sosial. Dalam konteks demikian, perlu ada upaya serius dari segenap komponen bangsa untuk membangun “kesadaran kolektif” demi mengembalikan karakter bangsa yang hilang.
Keprihatinan terhadap kondisi masyarakat yang demikian itu, menumbuhkan semangat untuk mengkaji sebab dan mencari pemecahannya. Penelitian dan seminar mengenai masalah tersebut telah berkali-kali diselenggarakan oleh berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Ujungnya adalah persamaaan persepsi terhadap pentingnya menggalakkan pendidikan karakter.
Respon masyarakat terhadap pendidikan karakter berbeda-beda. Dikalangan kelompok pendidik muncul pendapat tentang perlunya pendidikan budi pekerti, sedangkan agamawan memandang perlunya  penguatan pendidikan agama. Mereka yang berkecimpung dibidang politik mengusulkan revitalisasi pendidikan Pancasila. Dalam hal ini, Kemendiknas telah merespon berbagai pendapat itu dengan membentuk Tim Pengembang Pendidikan Karakter.
Dalam konteks demikian, menjadi menarik ketika sebagai seorang pendidik bahasa dan sastra memberikan atau menginjeksikan nilai-nilai moral ke dalam pelajarannya yang berlabel sastra dan diupayakan bisa mengajak dan menginternalisasikan nilai-nilai moral melalui sastra tersebut.
Mengapa harus melalui sastra, khususnya sastra biografi? Ketika dunia pendidikan dinilai hanya memburu dan mementingkan ranah akademik semata, sehingga mengabaikan persoalan-persoalan moral dan keluhuran budi kalau pun ada penyampaiannya cenderung indoktrinatif dan perlu ada terobosan visioner yang bisa mengajak dan menginternalisasikan pendidikan karakter sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan psikososial peserta didik. Karya sastra, agaknya bisa menjadi medium yang strategis untuk mewujudkan tujuan mulia itu. Melalui karya sastra, anak-anak sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui karya sastra. Penulis ingin menunjukan bahwa sastra bisa digunakan sebagai media penyampaian nilai-nilai moral kepada peserta didik.
Berawal dari itulah, kami selaku pendidik terutama guru bahasa dan sastra Indonesia ingin menyumbangkan pemikiran tentang perlunya pendidikan apresiasi sastra biografi terhadap pembentukan karakter siswa. Melalui sastra diharapkan dapat terwariskan nilai-nilai luhur kearifan lokal guna membendung pengaruh negatif era globalisasi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk diketahui tentang sejauhmana “Upaya Menumbuhkan Karakter Siswa Dengan Apresiasi Sastra Biografi”.

B.       Perumusan Masalah
1)      Apakah pendidikan karakter dan satra biografi itu?
2)      Bagaimana relevansi sastra biografi terhadap pendidikan karakter di kalangan siswa?
3)      Bagaimana pengaruh apresiasi sastra biografi terhadap karakter siswa?
4)      Bagaimana memberdayakan pembelajaran apresiasi sastra biografi di sekolah?
5)      Bagaimana upaya yang bisa dilakukan pendidik untuk menanamkan pendidikan karakter melalui sastra biografi?

C.      Tujuan
1)      Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter dan sastra biografi.
2)      Untuk mengetahui relevansi sastra biografi terhadap pendidikan karakter di kalangan siswa.
3)      Untuk mengetahui pengaruh apresiasi sastra biografi terhadap karakter siswa.
4)      Untuk mengetahui pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra biografi di sekolah.
5)      Untuk mengetahui upaya yang bisa dilakukan pendidik untuk menanamkan pendidikan karakter melalui sastra biografi.








BAB II
KAJIAN TEORI
           
A.      Pendidikan Karakter dan Sastra Biografi
1.         Pendidikan Karakter
Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang? Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai "any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children and youth become caring, principled and responsible".
Maknanya dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti.Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan.
Pengertian karakter menurut para ahli, aadalah sebagai berikut:
·      Menurut Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
·      Menurut Pritchard (1988:467) mendefinisikan karakter sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kebiasaan hidup individu yang bersifat menetap dan cenderung positif.
Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di Amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan, filosofi, dan program.Pemecahan masalah, pembuatan keputusan, penyelesaian konflik  merupakan aspek yang penting dari pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, didalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2011:10) telah merumuskan materi pendidikan karakter yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut: (1) religius,   (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5) kerja keras,        (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat atau komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, tanggung jawab.  Jadi, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

2.         Sastra Biografi
Biografi adalah sebuah tulisan yang membahas mengenai kehidupan seseorang, yang ditulis oleh orang lain. Istilah Biografi berasal dari bahasa Yunani dari kata bios dan graphien. Arti kata bios adalah hidup dan graphien berarti tulis. Biografi dapat terdiri dari beberapa baris atau lebih dari satu buku. Biografi terdiri dari biografi singkat dan biografi panjang, dimana biografi singkat hanya berisi fakta-fakta kehidupan seseorang dan peran yang penting. Sedangkan biografi panjang terdiri dari informasi penting yang dikisahkan dengan lebih detail dan ditulis dengan gaya bercerita yang baik.  Ciri-Ciri Biografi: 
·      Biografi terdiri dari struktur: orientasi, peristiwa atau masalah, serta reorientasi 
·      Berisi informasi fakta dan disajikan dalam bentuk narasi atau cerita
·      Faktualnya (fakta) menurut peristiwa hidup seseorang yang dinarasikan dalam tokoh biografi. 
Memiliki Komponen penting biasanya terdapat beberapa komponen yaitu :
·      Judul 
·      Menarik dan mengesankan dari kehidupan tokoh yang diceritakan
·      Mengagumkan dan mengharukan dari kehidupan tokoh yang diceritakan 
·      Dapat dicontoh dan diteladani dari kehidupan tokoh

Struktur Biografi
a)    Orientasi:  bagian yang menjelaskan pengenalan tokoh yang berisi gambaran awal tokoh yang diceritakan dalam biografi tersebut.
b)   Peristiwa dan Masalah: Bagian peristiwa atau kejadian yang berisi sebuah peristiwa atau kejadian pernah dialami, termasuk didalamnya berisi tentang masalah yang pernah dihadapinya dalam tujuan serta cita-citanya. Hal-hal yang menarik, mengagumkan, mengesankan, dan mengharukan pernah dialami tokoh diuraikan dalam bagian ini.
c)    Reorientasi: bagian penutup yang berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang bersifat opsional artinya dapat ada atau tidak.

B.       Apresiasi Sastra Biografi
Apresiasi Sastra adalah memberikan penilaian terhadap karya sastra, sedangkan apresiasi sastra biografi berarti penilaian terhadap karya sastra biografi. Jika anda mengapresiasikan sebuah karya sastra, maka anda melakukan kegiatan pengamatan, penilaian, dan memberikan penghargaan terhadap karya sastra tersebut. Menurut sayuti (2009) bahwa apresiasi sastra merupakan hasil usaha pembaca dalam mencari dan menemukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dapat dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Tahapan Apresiasi meliputi :
·      Tahap mengenal dan menikmati yaitu suatu tindakan berupa membaca, melihat atau menonton dan mendengarkan suatu karya sastra
·      Tahap menghargai yaitu dapat merasakan kegunaan atau manfaat karya sastra, misalnya memberi kesenangan, hiburan, kepuasaan serta memperluas pandangan hidup
·      Tahap pemahaman yaitu berupa melakukan tindakan meneliti serta menganalisis unsur - unsur yang membangun karya sastra, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik 
·      Tahap penghayatan yaitu membuat interprestasi atau penafsiran terhadap karya sastra
·      Tahap aplikasi atau Penerapan yaitu mewujudkan nilai - nilai yang di peroleh dalam karya sastra dalam sikap dan tingkah sehari – hari.














BAB III
PEMBAHASAN


A.      Relevansi Sastra Biografi terhadap Pendidikan Karakter di Kalangan Siswa
Siswa adalah generasi muda, generasi penerus, yang akan menjadi pemilik masa depan bangsa. Akan seperti apa wajah bangsa Indonesia di masa depan sangat tergantung pada bagaimana kita membentuk karakter siswa sejak sekarang. Oleh karena itu, membangun karakter siswa menjadi pekerjaan bersama (khususnya para guru dan orang tua) yang amat penting.
Pengajaran di sekolah, termasuk pengajaran sastra,  menjadi tumpuan yang sangat vital. Jika kita gagal membentuk karakter yang positif dan unggul pada diri siswa, bisa-bisa masa depan bangsa ini akan semakin terpuruk, kehilangan harapan, atau setidaknya akan kehilangan kepribadian dan gampang dijajah serta ”diperbudak” oleh bangsa lain yang lebih adidaya.
Belajar sastra khususnya sastra biografi adalah salah satu keterampilan yang imajinatif dan komunikatif bagi siswa sebagai pencipta maupun penikmat sastra. Di dalamnya terdapat muatan mendidik yang tersirat dan tidak bersifat doktrin. Siswa juga bisa mencerna sesuai dengan perkembangan jiwanya dan membuatnya sangat peka terhadap karya sastra itu sendiri.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa sastra sangat relevan dengan pendidikan karakter. Karya sastra khususunya sastra biografi sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak seperti dikehendaki dalam pendidikan karakter.  Biografi  Sang Tokoh” mengajarkan anak untuk mencontoh kepribadian dan perilaku yang baik sehingga dapat menjadi tauladan bagi siswa tersbut. Sementara itu, bentuk puisi seperti pepatah,  pantun, dan bidal penuh dengan nilai pendidikan.

B.       Pengaruh Apresiasi Sastra Biografi Terhadap Karakter Siswa
Minat terhadap sastra khususnya sastra biografi kini mengalami degradasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan jaman yang serba instan dan serba cepat. Karya sastra anak didominasi oleh komik-komik dari luar negeri seperti Dora the Explorer, Naruto, dan sebagainya. Bahkan tradisi mendongeng untuk peninabobokan anak sebagai pengantar tidur sang anak sudah tidak menarik lagi bagi seorang anak dan menjadi sesuatu yang sangat asing.
Membaca karya sastra bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan karena keindahannya, melainkan juga untuk memperkaya wawasan dan daya nalar. Sastra adalah vitamin batin, karena mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan kepada pembacanya dan memberikan pencerahan.Mengingat peranan sastra dalam pengembangan kepribadian pembacanya, maka pengajaran sastra di sekolah sangatlah penting.
Melalui pengajaran sastra khususnya sastra biografi, siswa tidak hanya diperkenalkan kekayaan sastra Indonesia dan dunia, tokoh-tokoh dalam kesusastraan, bahkan juga diperkenalkan pada kekayaan isi karya sastra itu sendiri. Dengan membaca dan memahami karya sastra, berarti siswa mencoba memahami kehidupan, mencoba memperoleh nilai-nilai positif dan luhur dari kehidupan, dan pada akhirnya memperkaya batinnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sidney (dalam Alwasilah, 2001:31) Apresiasi sastra akan berjalan baik jika didasari oleh minat yang tinggi pada karya sastra.
Banyak hal yang dapat diperoleh dari sastra. Haryadi (1994) mengemukakan sembilan manfaat yang dapat diambil dari sastra lama yaitu sebagai berikut:
1.    Dapat perperan sebagai hiburan dan media pendidikan,
2.    Isinya dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat pada leluhur,
3.    Isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan peradaban bangsa,
4.    Pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan,
5.    Proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis,
6.    Sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain,
7.    Proses penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, profesional, dan rendah hati,
8.    Pergelarannya memberikan teladan kerja sama yang kompak dan harmonis,
9.    Pengaruh asing yang ada di dalamnya memberi gambaran tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.

C.      Pemberdayaan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah
Dalam Standar Isi mata pelajaran Bahasa Indonesia, baik kurikulum 2013 maupun Kurikulum 2006 (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan antara lain agar peserta didik memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, juga menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Seperti penjelasan di atas, sesungguhnya pembelajaran sastra memiliki tujuan yang mulia dan besar. Hanya saja, tujuan tersebut cuma akan menjadi slogan apabila dalam pembelajaran sastra di sekolah tidak dilakukan secara maksimal. Jadi, untuk mewujudkan dan mengembalikan pembelajaran sastra pada tujuan tersebut, maka pembelajaran apresiasi sastra yang saat ini lesu dan tak berdaya ini harus kembali diberdayakan.
Dalam rangka pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut:
1)        Memasukkan pendidikan karakter ke dalam semua mata pelajaran di sekolah.
2)        Membuat slogan-slogan atau yel-yel yang dapat menumbuhkan kebiasaan semua masyarakat sekolah untuk bertingkah laku yang baik.
3)        Membiasakan perilaku yang positif di kalangan warga sekolah. 
4)        Melakukan pemantauan secara kontinyu.
Selain strategi tersebut, guru sebagai pendidik juga harus mempunyai ketertarikan terhadap sastra, berikut beberapa hal yang perlu dicermati oleh guru itu sendiri:
a.        Sikap Guru
Selama ini guru seolah terpasung kreativitas dan jiwa inovasinya dalam melaksanakan tugasnya bila hasil upayanya hanya selalu dikaitkan dengan hasil Ujian Nasional. Banyak pihak yang menghakimi guru hanya berdasarkan pencapaian nilai Ujian Nasional yang mampu diraih oleh siswanya. Bila siswanya meraih nilai Ujian Nasional yang tinggi, maka hal ini dijadikan indikator bahwa guru yang bersangkutan telah cukup berhasil dalam melaksanakan pembelajaran. Anggapan yang demikian berakibat banyak guru yang cenderung pada pelatihan mengerjakan soal kepada siswa-siswanya. Kecenderungan semacam ini justru mencederai tujuan dan hakikat  pembelajaran apresiasi sastra.
Untuk itu, pada pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra hendaknya sikap guru perlu diubah. Dalam diri guru harus ditumbuhkan sikap untuk membuang jauh-jauh orientasi ke nilai Ujian Nasional. Sebab, pembelajaran apresiasi sastra bukan semata-mata ditujukan agar meraih nilai Ujian Nasional yang tinggi, melainkan pembelajaran mengenai nilai-nilai kehidupan, mengingat banyak kandungan nilai yang terdapat dalam sastra yang dapat dijadikan bekal siswa dalam kehidupannya.
b.        Peran Guru
Dalam pembelajaran apresiasi sastra selama ini, terkesan bahwa guru banyak berperan sebagai informator tunggal, sehingga terbuka kemungkinan guru dijadikan sumber utama dan satu-satunya sumber informasi bagi siswa. Hal ini melahirkan kecenderungan guru  untuk memerankan diri sebagai ’hakim’ yang sangat menentukan ’ini benar’ dan ’ini salah’. Pembelajaran apresiasi sastra akan lebih berdaya bila guru mampu menempatkan diri sebagai:
1)        Apresiator yang menjembatani antara karya sastra sebagai bahan ajar dan siswa sebagai penikmat karya sastra.
2)        Motivator yang mampu menumbuhkan rasa apresiasi pada diri siswa.
3)        Perunding yang mampu dengan penuh kearifan dan kebijakan mengakomodasikan berbagai tanggapan dari siswa sebagai bentuk apresiasi mereka terhadap karya sastra yang tengah dinikmati serta dihayati.
c.         Kualifikasi Guru
Secara teknis, guru-guru bahasa umumnya tidak otomatis juga mampu menjadi guru sastra. Akibatnya, pembelajaran apresiasi sastra akan cenderung bersifat teknis-teoretis. Lebih ironis lagi bila guru sendiri tidak menyukai sastra sehingga tak pernah menambah wawasan sastranya dengan membaca buku-buku sastra berkualitas. Bagaimana siswa akan mencintai sastra apabila guru belum mampu menjadi contoh bagi siswanya? Berkenaan dengan hal tersebut, pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra akan semakin berarti apabila guru bahasa mau dan mampu meningkatkan dan mengembangkan dirinya sebagai guru sastra. Guru harus benar-benar memahami hakikat dan tujuan pembelajaran apresiasi sastra, termasuk di dalamnya mampu dan terampil mengapresiasi karya sastra. Selain itu, guru juga memiliki rasa cinta kepada sastra, memiliki pemikiran kritis dalam menganalisis karya sastra, serta memiliki pandangan tertentu tentang sikap hidup dan nilai-nilai hidup sehingga mampu memilih dan memilah karya sastra yang tepat untuk diberikan kepada siswa serta cara menyajikannya.
d.        Lingkungan yang Mendukung
Pemberdayaan pembelajaran apresiasi sastra tidak dapat dilepaskan bila lingkungan yang ada turut mendukung. Hal ini harus diciptakan baik oleh guru, siswa, maupun sekolah. Salah satu di antaranya adalah penyediaan bacaan-bacaan sastra.Dalam hal ini perpustakaan memegang peran yang utama.
Hanya saja bacaan sastra di perpustakaan sekolah seringkali sangat terbatas. Untuk menyiasatinya, guru dapat mengajak siswa mengumpulkan bacaan sastra dari media cetak atau internet yang disusun dalam bentuk kliping yang dapat dibaca oleh semua.Bila upaya-upaya tersebut dapat dilakukan, bukan tidak mungkin pembelajaran sastra di sekolah menjadi bergairah sehingga mampu mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
e.         Upaya yang Bisa Dilakukan Pendidik Melalui Sastra
Sebagai wujud untuk menyampaikan atau menginjeksikan pendidikan
karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bias dilakukan oleh pendidik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pendidik mengungkapkan nilai-nilai dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran tersebut.











BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A.      Kesimpulan
Pengaruh sastra dalam pembentukan karakter siswa tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan sehingga siswa akan cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran.
Pada kegiatan menulis karya sastra, dikembangkan karakter tekun, cermat, taat, dan kejujuran. Sementara itu, pada kegiatan dokumentatif dikembangkan karakter ketelitian, dan berpikir ke depan (visioner).
Tingkat apresiasi sastra masyarakat sangat terkait dengan pengajaran sastra di sekolah.Peran lembaga pendidikan sangat penting untuk menumbuhkan sikap apresiatif terhadap karya sastra sejak dini.Pengajaran sastra harus berjalan dengan baik, agar kemampuan dan sikap apresiatif siswa terhadap karya sastra dapat tumbuh secara sehat.

B.       Saran
Melalui pengajaran sastra, diharapkan dapat berperan dalam membentuk karakter yang positif pada diri siswa. Namun, pembentukan karakter siswa itu tidak akan maksimal, atau bahkan gagal, jika pengajaran sastra gagal menumbuhkan minat baca siswa pada karya sastra, dan mereka tetap tidak memiliki sikap apresiatif terhadap karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010. Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa.tersedia pada http://www.riaupos.co.id/spesial.php?act=full&id=56&kat=2. Di akses tanggal, 26 September 2011.

Adicita.2010. Pardigma Baru Pengajaran Sastra Indonesia.Tersedia padahttp://www.adicita.com/artikel/detail/id/600/Paradigma-Baru-Pengaja ran-Apresiasi-Sastra-Indonesia. Di akses tanggal, 26 September 2011.

Jibis. 2010. Mengakrabi Sastra Membangun Karakter Bangsa. Tersedia pada http://jibis.pnri.go.id/artikel-27-mengakrabi-sastra-membangun-karakter -bangsa.html. Di akses tanggal, 26 September 2011.

Bektipatria. 2010. Memberdayakan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah. Tersedia  pada                http://bektipatria.wordpress.com/2010/12/30/  memberdayakan-pembelajaran-apresiasi-sastra-di-sekolah.                                            Di   akses tanggal, 26 September 2011.

Deny Purwanto. 2011. http://fkip.um-surabaya.ac.id/2011/04/29/pendidikan-karakter-melalui-pembelajaran-sastra/Di akses tanggal, 26 September 2011.


Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. http:// www.mandikdasmen. depdiknas. go.id/web/pages/urgensi.html.Di akses tanggal, 26 September 2011.

Pritchard, I. 1988. ”Character \education: Research Prospect and Problem” American Journal of Education.Di akses tanggal, 26 September 2011.

Haryadi. 1994. Sastra Melayu. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Di akses tanggal,     26 September 2011.

Alwasilah, A. Chaedar, 2001. Language, Culture, and Education: A Portrait of




Tidak ada komentar:

Posting Komentar