PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU (WHEY)
SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN NATA DE SOYA
PERINGKAT II LPIR
Tk. KOTA PEKALONGAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keberadaan suatu industri tentunya
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, seperti halnya indutri pembuatan
tahu dan tempe yang berada di Kelurahan Duwet Kecamatan Kuripan Selatan Kota
Pekalongan. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011 desa Duwet yang memiliki
jumlah penduduk sebanyak 3784 jiwa
dengan 67 orang bekerja sebagai pengusaha industri tahu dan tempe ternyata mampu memberikan pendapatan desa sekitar Rp 155.000.000,00
pertahun.
Sayangnya dengan meningkatnya
perekonomian penduduk tidak diimbangi dengan kesadaran penduduk untuk menjaga kondisi
lingkungan. Terbukti dengan adanya sebagian pengusaha industri membuang limbah
sisa pengolahan secara sembarangan, walaupun sebagian pengusaha yang lain telah
memanfaatkan limbahnya untuk pakan ternak dan biogas. Hal ini dimungkinkan
karena faktor keterbatasan modal dan rendahnya SDM dengan tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Duwet yang
sebagian besar penduduknya hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Padahal limbah
cair industri tahu dan tempe merupakan salah satu limbah organik yang dapat
menyebabkan bau busuk dan dapat mengurangi mutu air apabila dibuang ke sungai. Namun
disisi lain limbah ini mengandung zat-zat yang berguna untuk perkembangan bagi
mahluk hidup yang lain, contohnya Acetobacter Xylinum. Bakteri ini merupakan bakteri asam
asetat aerob yang dapat digunakan untuk pembuatan nata.
Nata merupakan makanan yang sudah
banyak dikenal orang terbuat dari kelapa atau disebut dengan nata de coco,
tetapi sebenarnya nata dapat dibuat dari bahan-bahan lain seperti halnya limbah
cair hasil buangan industri tahu. Usaha ini cocok dikembangkan masyarakat yang
berada di sekitar indutri tahu terutama oleh para ibu.
Berdasarkan latar belakang masalah
itulah penulis ingin mengetahui manfaat yang terkandung dalam limbah cair tahu (whey) dan cara pembuatan nata de soya serta kendalanya, sehingga
dapat mengurangi resiko terjadinya
kerusakan lingkungan serta meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar industri tahu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1)
Apakah yang dimaksud dengan
limbah cair tahu
(whey) dan manfaat apa yang terkandung didalamnya?
2)
Bagaimanakah proses pembuatan nata de
soya dan apa manfaatnya?
3)
Kendala
apakah yang dihadapi dalam pembuatan nata de soya dan bagaimanakah cara
mengatasi kendala tersebut?
1.3
Gagasan Kreatif dan
Inovatif
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga,
yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik
dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan
manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah (http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah).
Pertimbangan dampak yang muncul adanya limbah inilah
perlunya pengolahan limbah sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat, khususnya
limbah cair tahu. Tahu yang terbuat dari kedelai banyak mengandung zat yang
bermanfaat bagi manusia, sehingga diharapkan limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan.
Menurut Pranoto (2000) bahwa bahan baku pembuatan tahu adalah kedelai dimana
mengandung zat organik sebagian larut dalam air dan terbuang. Golongan bahan
organik utama dalam buangan industri tahu adalah protein, karbohidrat, dan
lemak.
Bahan organik merupakan suatu sistem zat yang rumit dan
dinamik. Bahan tersebut tersusun atas bahan-bahan yang beraneka berupa zat yang
berada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang mengalami
perombakan, hasil metabolisme mikroorganisme yang menggunakan sisa organik
sebagai sumber energi dan hasil sintesa mikrobia (Tejoyuwono Notohadiprawiro,
1998).
Air limbah tahu bersifat asam dan mengandung nutrient
yang larut dalam air sehingga cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter
Xylinum, yang merupakan bakteri pembuatan nata.
1.4
Tujuan dan Manfaat
1)
Tujuan
·
Untuk mengetahui limbah cair tahu dan manfaat yang
terkandung di dalamnya.
·
Untuk mengetahui cara dan proses pembuatan nata de soya.
·
Untuk
mengetahui manfaat yang terkandung dalam nata de soya
·
Untuk
mengetahui kendala yang dihadapi dalam pembuatan nata de soya.
·
Untuk
mengetahui cara mengatasi kendala dalam pembuatan nata de soya.
2)
Manfaat
·
Memberikan informasi mengenai limbah
cair tahu dan manfaat yang
terkandung di dalamnya serta dapat digunakan
sebagai bahan pembuat nata de soya.
·
Memberikan informasi tentang proses pembuatan nata de soya, sehingga diharapkan
dapat dilakukan oleh masyarakat yang
berada di sekitar industri tahu.
·
Memberikan
informasi mengenai manfaat nata de soya.
·
Memberikan
informasi mengenai dan kendala yang dihadapi dalam pembuatan nata de soya dan
cara mengatasinya.
·
Memberikan
informasi mengenai penanganan dan cara untuk mengurangi dampak negatif limbah cair tahu sehingga menjadi sesuatu
yang lebih bermanfaat serta dapat lebih meningkatkan pendapatan masyarakat.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Tahu dan Proses Pembuatannya
2.1.1 Tahu
Tahu tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tahu
sering digunakan sebagai pengganti lauk–pauk dan kandungan proteinnya pun
tinggi. Kedelai merupakan bahan dasar pembuatan tahu. Tahu diproduksi
dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan
asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan
serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air
yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya.
Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat
dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian
disebut sebagai tahu.
Kandungan air di dalam
tahu ternyata bukan merupakan hal yang merugikan. Oleh beberapa pengusaha,
hal tersebut justru dimanfaatkan untuk memproduksi tahu dengan tingkat
kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air
yang dikeluarkan hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di
dalam tahu. Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun
gembur (mudah hancur). Ada pula beberapa pengusaha tahu yang memproduksi tahu keras, misalnya
tahu kediri. Air yang terperangkap di dalam gumpalan protein menyebabkan tahu
menjadi mudah dibentuk/dicetak. Untuk membentuk tahu yang keras, cetakan diberi
tekanan/beban berat, sehingga dalam waktu singkat air akan keluar dengan
sendirinya.
Berdasarkan cara pembuatannya tahu digolongkan
menjadi dua jenis tahu yang dikenal oleh masyarakat, yaitu tahu biasa dan tahu
cina. Tahu biasa merupakan tahu yang cara pembuaannya dimulai dari perendaman
kedelai, kemudian digiling dan ditambah air. Bubur kedelai hasil gilingan
tersebut dipanaskan sampai hampir mendidih kemudian disaring. Pada saat bubur
kedelai tersebut mencapai suhu yang dianggap tepat untuk penggumpalan protein,
bahan penggumpal ditambahkan ke dalamnya. Gumpalan protein yang diperoleh kemudian
dituangkan dalam cetakan dan ditekan untuk mengeluarkan air, lempengan tersebut
lalu dipotong-potong menjadi bentuk persegi atau segi tiga. Sedangkan tahu cina
sedikit berbeda cara pembuatannya dengan tahu biasa. Pada pembuatan tahu cina,
kedelai yang digunakan dikukus dahulu sebelum dirensam. Bubur kedelai yang
diperoleh setelah penggilingan disaring lebih dahulu, sebelum dipanaskan. Tahap
pengerjaan selanjutnya sama dengan pengerjaan tahu biasa. Bentuk tahu cina
biasanya bujur sangkar dengan ukuran besar dan beratnya dapat mencapai 10 kali
berat tahu biasa. Beberapa jenis tahu cina sengaja ditekan sedemikian rupa
sehingga tebalnya 0,5 cm (Winarso, 1986).
2.1.2 Proses Pembuatan Tahu
Proses pembuatan tahu
dilakukan beberapa tahapan, yaitu :
1)
Pencucian
kedelai
2)
Perendaman
kedelai
3)
Penggilingan
kedelai
4)
Pemasakan
bubur kedelai
5)
Penyaringan
dan penggumpalan
6)
Pencetakan
dan pengepresan
7)
Pemotongan
tahu
8)
Pemasakan
tahu
(Annisa Nur Ichniarsah, 2011)
Proses pembuatan
tahu dapat dijabarkan seperti diagram dibawah ini :
|
Penggumpalan
|
Tahu
|
Pemotongan
|
Perendaman
8 – 12 jam
|
Pencucian atau Perendaman kembali
8 – 12 jam
|
Penggilingan
|
Bubur Kedelai
|
Penyaringan
|
Filtrat
|
Ampas tahu
|
Pendidihan ± 30 menit
|
1
|
Penyaringan
|
Whey
|
Curd
|
2
|
Tahu
|
Pengepresan
|
2.2 Potensi Limbah Cair Tahu (Whey)
Berdasarkan survey industri kecil dan
menengah di Jawa pada tahun 2000, jumlah tahu yang diproduksi sebesar
18.338.236 kg dan ampas tahu yang dihasilkan 8.165.400 kg. Kapasitas penggunaan
kedelai rata-rata perhari berkisar 5-15 kg tergantung modal pengusaha. Industri
kecil (RT) pembuat tahu terutama yang berada di pinggir-pinggir sungai atau
selokan memberikan dampak terhadap pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
limbah cair tahu yang dibuang ke sungai atau selokan di sekitar industri
tersebut.
Pemanfaatan limbah menjadi produk yang
bernilai secara finansial diharapkan akan menjadi motivator bagi pengusaha tahu
untuk lebih bergairah dalam mengolah limbah yang dihasilkan. Bagi instansi dan
masyarakat yang terkait, kondisi ini akan meningkatkan nilai keberhasilan
terhadap kualitas lingkungan sekitar. Upaya untuk mengoptimalkan agroindustri
kedelai ini perlu dilakukan dengan beberapa masukan teknologi sederhana (BPS,
2000).
Bahan baku tahu adalah kedelai maka
hampir seluruh limbahnya merupakan limbah organik. Industri tahu menghasilkan
dua macam limbah, yaitu :
a. Limbah padat yang berupa ampas
b. Limbah cair berupa air dari pencucian kedelai,
sisa pengepresan ampas, sisa pencetakan tahu dan sisa larutan asam cuka yang
dipakai.
c. Limbah cair tahu merupakan limbah pangan yang
mengandung senyawa organik, tidak beracun dan dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan. Menurut Erlin Nurhayati dalam Kompas (2000) “limbah cair tahu
mengandung nutrisi berupa protein, karbohidrat dan lipid yang tingkat
pencemarannya sangat tinggi yaitu Chemical Oxygen Demand (COD) dan Bilogical
Oxygen Demand (BOD) yang mencapai ribuan miligram perliter”.
Pranoto (1999) menyatakan bahwa limbah
tahu cair mempunyai karakteristik fisika dan kimia.
Karakteristik
fisika yaitu :
a. Kandungan total solid atau padatan yang terdiri
yang terdiri dari bahan terapung, tersuspensi, koloid dan terlarut. Suhu air
buangan lebih tinggi dari suhu rata-rata.
b. Berwarna gelap bila sudah basi dan bau kurang
sedap apabila sudah busuk.
Karakteristik kimia meliputi :
a. Mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi.
b. Bahan organik, air buangan industri tahu
mengandung senyawa nitrogen (N2), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Amoniak (NH4) dan
Sulfida (SO4).
c. Gas, gas Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Hidrogen
Sulfida (H2S) dan Metan (CH4).
Pengolahan kedelai menjadi tahu banyak
dihasilakan limbah cair mulai dari proses penggumpalan, percetakan dan
pengepresan struktur senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair sama
dengan kedelai. Menurut Pranoto (2000),”bahan baku pengolahan tahu adalah
kedelai dimana mengandung zat organik sebagian larut dalam air dan ikut
terbuang. Golongan bahan organik utama dalam buangan industri tahu adalah
karbohidrat, protein, dan lemak.”
Bahan organik merupakan suatu sistem zat
yang rumit dan dinamik. Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat
beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik
yang sedang mengalami perombakan, hasil metabolisme mikroorganisme yang
menggunakan sisa organik sebagai sumber energi dan hasil sintesa mikrobia
(Tejoyuwono Notohadiprawiro, 1998).
Air limbah tahu bersifat asam dan mengandung nutrient
yang larut dalam air sehingga cocok untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter
Xylinum, yang merupakan bakteri pembuatan nata.
2.3 Nata de Soya dan Teknologi pembuatanya
2.3.1 Nata de Soya
Menurut Saragih
(2004) dan Hayati (2003) istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar
yang berati berenang. Dugaan lain , kata ini berasal dari bahasa latin yaitu
natare, yang berarti terapung-apung. Yang jelas nata memang terapung-apung
seperti sedang berenang dalam baki fermentasi. Wujudnya berupa sel berwarna
putih hingga abu-abu muda, tembus pandang, dan teksturnya kenyal seperti
kolang-kaling. Nata agak berserat dalam keadaan dingin dan agak rapuh saat
panas. Nata merupakan makanan rendah kalori dan mempunyai kadar serat yang
tinggi sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai makanan diet
bagi penderita diabetes mellitus dan obesitas (Budiyanto, 2002).
Nata de soya adalah
jenis makanan dalam bentuk nata, transparan, merupakan makanan penyegar dan
pencuci mulut yang dapat dicampur es cream atau cukup ditambah sirup saja. Nata
de soya dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri aerob,
pada media cair dapat membentuk lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa
sentimeter, kenyal, putih dan lebih lembut dibandingkan nata de coco. Nata de
soya merupakan perkembangan teknologi pembuatan nata yang dikembangkan oleh
penelitian dan pengembangan Industri Pertanian Bogor (Winarno, 2002).
Nata merupakan
biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna
putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan acebacter xylinum pada permukaan
media cair yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku
kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu (whey tahu). Nata yang dibuat dari
kelapa disebut dengan nata de coco, dan yang dari whey tahu disebut nata de
soya. Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda
(Dewi, 1997).
Nata yang sudah
banyak dikenal masyarakat biasanya terbuat dari air kelapa (nata de coco),
tetapi sebenarnya dapat juga dibuat dari bahan-bahan yang lain. Nama nata
disesuaikan dengan nama bahan dasarnya, yang dibuat dari cairan nanas disebut
nata de pina, nata dari jambu mete disebut nata de chashew, dan nata yang
dibuat dari limbah tahu (whey) disebut nata de soya.
2.3.2 Teknologi Pembuatan Nata de Soya
Proses pembuatan
nata diperlukan 3 (tiga) tahapan, yaitu : (1) penyiapan biakan murni; (2)
Pembuatan starter; (3) Fermentasi.
Dalam pembuatan
nata, penanaman starter merupakan hal penting. Starter adalah populasi mikroba
yang siap diinokulasi pada media fermentasi. Media starter ini diinokulasi
dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan timbul mikroba membentuk
lapisan tipis berwarna putih, lapisan ini disebut nata. Semakin lama lapisan
ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Volume starter
disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan
volume starter tidak kurang dari 5% dari volume media yang akan difermentasikan
menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karena
tidak ekonomis (Anonim, 1997).
Starter dibuat
dengan tujuan memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum sehingga enzim
yang dihasilkan lebih banyak dan reaksi pembentukan nata dapat berjalan lebih
lancar. Tujuan lainnya adalah agar bakteri asing dapat terhambat pertumbuhnnya
karena jumlah Acetobacter xylinum lebih dominan. Selain itu pembuatan starter
dapat mempercepat penyesuaian diri Acetobacter xylinum dari media padat ke
media cair (Suryani dkk. 2005).
Menurut Palungkun
(1993), pembentukkan selulosa ekstraseluler hasil sintesa Acetobacter xylinum
merupakan hasil konversi gula dan sumber karbon lainnya.
Pembentukan nata
terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau medium yang
mengandung glukosa oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Glukosa tersebut
digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor
ini dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasikan
glukosa menjadi selulosa diluar sel.
2.4 Bakteri Acetobacter Xylinum
Acetobacter
xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron
dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai
pendek dengan satuan 6-8 sel, bersifat non motil dan dengan pewarnaan gram
menunjukkan gram negatif. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi
glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat
yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk
mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa
tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Nadiya, Krisdianto, Aulia
Ajizah, 2005).
Bakteri
pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian
dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Klasifikasi
ilmiah bakteri nata adalah :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Alpha Proteobacteria
Ordo : Rhodospirillales
Familia : Psedomonadaceae
Genus : Acetobacter
Spesies : Acetobacter xylinum
Bakteri
pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara
lain gram negatif untuk kultur yang masih muda, gram positif untuk kultur yang
sudah tua, Obligat aerobic, membentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam
medium alkali berbentuk oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora,
tidak mampu mencairkan gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat
dan Termal death point pada suhu 65-70°C.
Bakteri
Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan
sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri
Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase
kematian.
Apabila
bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan
beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan
pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi
dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan
pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja.
Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan
enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa
menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu
strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.
Fase
pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolit
yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua.
Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih
lebih banyak dibanding jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi
keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi
pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah
hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami fase kematian.
Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase
ini tidak baik untuk strain nata.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi,
sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan
udara (oksigen). Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5–4,5, namun akan tumbuh
optimal bila pH nya 4,3 sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum pada suhu 28–31º. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen sehingga dalam fermentasi
tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk
kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Apwardhanu.wordpress.com, 2009).
Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata
jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam
kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun
zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa.
Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan
lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata.
Acetobacter Xylinum dapat
tumbuh pada pH 3,5–7,5, namun akan tumbuh optimal
bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
Xylinum pada suhu 28°–31 °C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
Asam asetat atau asam cuka
digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam
asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan
konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang
diinginkan yaitu pH 4,5–5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat,
asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan (http://id.wikipedia.org/wiki/ Acetobacter
Xylinum).
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1
Peralatan
1) Alat untuk pembuatan starter
· Botol bermulut besar
· Kertas koran
· Ruang inkubasi
· Timbangan
· Wadah perebus media
· kompor
2) Alat untuk fermentasi
· Nampan plastik
· Wadah perebus media
· Ruang fermentasi
· Kain kasa, kompor, timbangan
· Kertas koran
· Gelas ukur
|
3.1.2
Bahan
1)
Bahan
pembuatan starter
· Biakan murni Acetobacter xylinum
· Glukosa 100 gram
· Urea 5 gram
· Asam asetat 25% 10ml
· Air limbah tahu (whey)
2)
Bahan untuk
fermentasi
· Starter Acetobacter xylinum 15%
· Glukosa 100 gram
· Urea 5 gram
· Air limbah tahu (whey) 1 liter
· Asam asetat 25% 10 ml
|
3.2 Metode Penelitian
3.2.1
Jenis Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif dengan menggunakan studi
literatur , tehnik observasi lapangan, dan uji praktek di laboratorium sekolah.
3.2.2
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan selama 2 bulan yakni April sampai Juni 2012, dan berlokasi di 2
(dua) tempat yakni di kelurahan Duwet Pekalongan Selatan dan laboratorium SMP
Negeri 16 Pekalongan.
3.3 Tekhnik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel
dilaksanakan secara purposif sampling sebanyak 35 responden yang terdiri dari
para pengusaha tahu dan penduduk yang berada di sekitar industri pembuatan
tahu.
3.4 Tekhnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan langsung dari lapangan berupa informasi
limbah cair tahu (whey), praktek uji pembuatan nata de soya, dan studi
literatur yang
membahas tentang bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah
ini. Studi literatur ini didapatkan dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah,
koran, internet, dan sebagainya. Pokok bahasan yang diambil dari studi
literatur meliputi:
· Sosialisasi
Pemanfaatan Air Limbah Tahu dalam Pembuatan Nata de Soya
· Pemanfaatan Limbah
Tahu
· Pengaruh Sifat
Fisik-Mekanik Kacang Kedelai dalam Proses Pembuatan Tahu
· Tahu
· Membuat Nata de Coco
Data sekunder
diperoleh dari instansi kelurahan, pengusaha tahu, dan penduduk yang bertempat
tinggal di sekitar industri tahu. Pengambilan data dilakukan dengan observasi
dan wawancara semi struktural yang mengacu pada daftar pertanyaan yang telah
disiapkan.
Variabel yang
dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi :
- Informasi mengenai limbah cair tahu dan manfaatnya
- Informasi mengenai pembuatan nata de soya dan manfaatnya
- Informasi mengenai monografi kelurahan dan sosial ekonomi masyarakat
3.5 Analisis Data
Data hasil penelitian disusun berdasarkan tema dan
dianalisis secara deskriptif dengan cara :
1)
Diskusi
2) Observasi dan Pengamatan
3) Uji Praktek laboratorium
4)
Komparasi
5)
Analisa mendalam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Limbah Cair Tahu (Whey) dan Manfaat yang Terkandung
di Dalamnya
4.1.1 Limbah Cair Tahu (Whey)
Air
tahu (Whey tofu) merupakan sisa penggumpalan tahu. Air ini dapat digunakan
dalam pembuatan tahu sebagi penggumpal, tetapi kebutuhannya lebih sedikit
dibandingkan limbah yang diperoleh maka air tahu banyak dibuang sehingga
mencemari lingkungan. Cairan seperti susu segar ini akan lebih berguna bila
dimanfaatkan atau diolah menjadi Nata de Soya. Hal ini mungkin dilakukan karena
air tahu masih mengandung bahan organik (protein, lemak, dan karbohidrat) yang
bisa digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri nata (Sarwono dan Saragih,
2001)
Limbah
cair yang dihasilkan pabrik pengolahan tahu termasuk limbah tidak berbahaya,
limbah ini termasuk juga air tahu (whey tofu). Air tahu dapat dimanfaatkan
menjadi Nata de Soya, tetapi bila akan dibuang perlu dilakukan penanganan
secara khusus. Hal ini disebabkan oleh sifat limbah cair tersebut. Sifat limbah
cair dan pengolahan tahu antara lain sebagai berikut: (1) air limbah tahu
mengandung zat-zat organik terlarut yang cenderung membusuk kalau dibiarkan
tergenang sampai beberapa hari ditempat terbuka; (2) suhu air limbah tahu
rata-rata berkisar 40-60ºC, suhu ini lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata
air lingkungan. Pembuangan langsung tanpa proses, dapat membahayakan
kelestarian lingkungan hidup; (3) air limbah tahu bersifat asam karena proses
penggumpala sari kedelai membutuhkan bahan penolong yang bersifat asam.
Keasaman limbah dapat membunuh mikroba, misalnya bakteri. Bakteri tumbuh
optimal pada pH 6,5-8,5. Agar aman limbah tahu perlu diolah hingga mempunyai pH
6,5 (Sarwono dan Saragih, 2001).
Berdasarkan
hasil survey di lapangan dari 35 sampel pengusaha tahu dan masyarakat sekitar
industri air limbah tahu sisa pengolahan tahu dibuang tanpa pengolahan terlebih
dahulu dan masyarakat sekitar pun tidak ada yang memanfaatkannya. Hal ini
menyebabkan lingkungan di sekitar industri tersebut berbau tidak sedap sehingga
mengganggu pernafasan.
4.1.2 Manfaat yang Terkandung di Dalam Limbah Cair Tahu
(Whey)
Air
limbah tahu masih mengandung komposisi kimia yang cukup banyak dan potensi gizi
yang dimilikinya pun cukup tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak, serat
kasar, dan kalsium. Komposisi yang masih terdapat pada limbah air tahu merupakan
media yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku Nata de Soya, karena medium
fermentasi dalam pembuatan nata harus banyak mengandung karbohidrat disamping
vitamin dan mineral.
Tabel
1. Komposisi Gizi Tahu dan Air Limbah Tahu dalam 100 gr
No.
|
Zat gizi (satuan)
|
Tahu
|
Air Limbah Tahu
|
1.
|
Karbohidrat
(g)
|
0,8
|
2
|
2.
|
Protein (g)
|
10,9
|
1,75
|
3.
|
Lemak (g)
|
4,7
|
1,25
|
4.
|
Serat kasar
(g)
|
0,1
|
0,001
|
5.
|
Kalsium (g)
|
223
|
4,5
|
(Taufik,dkk. dalam
jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 2008).
Limbah
industri yang dibuang bebas dan tidak dilakukan pengolahan atau dibiarkan
tergenang atau tertimbun akan mengalami proses perombakan bahan organik yang
dilakukan oleh jasad renik. Hasil perombakan akan menghasilkan sejumlah asam
berbau yang sangat menyengat (H2S) disamping itu dapat menyebabkan penyebaran
pathogenik yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia.
Golongan
zat organik yang utama dalam air buangan industri tahu adalah karbohidrat,
protein, lemak, dan minyak. Pada air buangan industri tahu mengandung unsur C,
H, N, O, S, P sehingga dapat memberi manfaat unsur hara bagi mahluk hidup.
Salah satunya adalah sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri
Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut merupakan bakteri asam asetat bersifat
aerob yang merupakan bakteri yang digunakan dalam pembuatan nata.
4.2 Proses Pembuatan Nata de Soya dan Manfaatnya
4.2.1 Proses Pembuatan Nata de Soya
Survey
yang kami lakukan di lapangan terhadap pengusaha tahu dan masyarakat sekitar
industri mengenai nata de soya menunjukkan bahwa mereka tidak pernah mendengar
adanya nata de soya, mereka hanya mengetahui nata de coco. Dengan demikian
tentu saja cara pembuatannya pun mereka tidak tahu. Untuk itulah kami berusaha
untuk mencoba mempraktekkan dan menguji cara pembuatan nata de soya sesuai
dengan studi literatur yang ada. Uji praktek ini kami lakukan di laboratorium
sekolah dari tanggal 1 – 15 Juni 2012 dengan hasil sebagai berikut:
1) Alat dan bahan
a. Alat
a.1 Alat untuk pembuatan starter
· Juicer
· Pisau
· Saringan atau kain kasa
· Toples
· Kertas koran
· Kompor
· Wadah perebus media
a.2 Alat untuk
fermentasi
· Panci stainless steel
· Kompor
· Saringan atau kain kasa
· Gelas ukur
· Timbangan
· Loyang plastik
· Karet gelang
· Kertas koran
· pH indikator
|
b. bahan
b.1 Bahan pembuatan starter
· 1 Buah nanas
· Air
· Gula pasir
b.2 Bahan untuk fermentasi
· Air limbah tahu (whey) 4 liter
· Bibit bakteri Acetobacter xylinum 100-150 cc
· Pupuk urea(ZA) 0,6 gram
· Asam asetat 5-8 sendok teh
· Gula 100 gram
|
2) Prosedur kerja
a. Proses pembuatan biakan bibit bakteri Acetobacter
xylinum
Sulitnya memperoleh
bibit bakteri Acetobacter, maka diperlukan proses pembuatan dengan buah nanas.
Proses pembuatannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
· Buah nanas yang matang dikupas lalu dibersihkan
dan dipotong-potong. Kemudian potongan kecil-kecil buah nanas ini dihancurkan
dengan penghancur (juicer).
· Hancuran buah nanas yang telah menjadi ampas lalu
diperas sampai kering hingga habis sari buahnya.
· Cairkan gula kristal dengan air mendidih dan
biarkan sampai dingin
· Cairan gula ini kemudian dicampurkan dengan ampas
buah nanas yang sudah diperas dalam toples, dengan takaran 6:3:1 (6 sendok
ampas nanas, 3 sendok gula dan 1 sendok air) dan aduk hingga rata selama 10
menit.
· Terakhir tutup rapat ketiga campuran dan diperam
selama 2-3 minggu sampai terbentuk lapisan berwarna putih di atasnya.
b. Proses pembuatan starter
· Siapkan 1 liter limbah air tahu, kemudian masukkan
dalam wadah dan dipanaskan diatas kompor dengan pemanasan secukupnya. Saat air
limbah tahu dipanaskan ambilah kotoran-kotoran atau gelembung-gelembung yang
ada di atasnya sampai bersih (suhu panas ± 30-40º C).
· Masukkan 0,6 gram pupuk Urea/ZA dalam cairan
limbah tahu tersebut biarkan selama 5 menit, kemudian ambilah kotoran-kotoran
yang terbentuk di atasnya dengan saringan.
· Masukkan 100 gram gula pasir dan biarkan selama 5
menit, kemudian ambil kembali kotoran-kotoran yang terbentuk dengan saringan.
· Terakhir masukkan asam asetat sebanyak 5-8 ml
(atur agar pH 3-4) dan biarkan hingga mendidih.
c. Proses fermentasi
· Masukkan 1 liter campuran air rebusan limbah tahu
dalam wadah fermentasi.
· Tutup wadah tersebut dengan kertas koran hingga
tertutup rapat, kemudian simpan di tempat dengan sirkulasi udara yang baik
dengan suhu ruang 28-30º. Biarkan selama 1 hari.
· Setelah 1 (satu) hari lakukan pembibitan
· Ambil wadah fermentasi yang berisi campuran air
limbah tahu dibuka tutupnya dengan hati-hati di salah satu ujungnya, kemudian
masukkan bibit bakteri Acetobacter xylinum dan tutup rapat kembali.
· Simpanlah
selama 7-14 hari hingga campuran air limbah tersebut berubah menjadi lembaran
padat atau yang disebut Nata atau Selulosa.
4.2.2 Manfaat Nata de Soya
Menurut hasil
analisi gizi, Nata de Soya tergolong produk pangan yang bergizi
tinggi terutama pada kandungan karbohidrat, protein dan serat kasar. Data
tersebut membuktikan bahwa bakteri Acetobacter
xylinum yang
merupakan bakteri asam
asetat bersifat aerob yang dapat mengubah air limbah tahu yang tidak bernilai
menjadi suatu produk bernilai gizi tinggi.
Limbah
air tahu (whey tofu) selain mengandung protein juga mengandung vitamin B
terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai prospek untuk
dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat
Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum. Asetobacter xylinum dapat
mengubah gula subtat menjadi gelselulosa yang biasa dikenal dengan nata.
Dengan
pertolongan bakteri tersebut (Asetobacter xylinum) maka komponen gula yang
ditambahkan ke dalam subtrat air limbah tahu dapat diubah menjadi suatu bahan
yang menyerupai gel dan terbentuk di permukaan media. Menurut hasil penelitian
micorbial cellulose ini nata selain untuk makanan, sekarang (terutama di
Jepang) telah dikembangkan untuk keperluan peralatan-peralatan yang
berteknologi tinggi, misalnya untuk membran sound system.
Komponen utama nutrisi nata de soya berupa makanan berserat tinggi atau berunsur selulosa.
Kandungan serat yang tinggi pada nata
de soya, menurut Trismilah, salah
seorang anggota tim peneliti dari BPPT, diyakini dapat mencegah penyakit
kanker, arteriosklerosis, dan trombosis (pembekuan darah). Nata de soya-kata Trismilah saat ditemui
TEMPO di sela-sela Konferensi Bioteknologi II di Yogyakarta, pekan lalu-yang
kenyal dan bening, mirip agar-agar, juga baik untuk pencernaan dan bagi
penderita kolesterol tinggi (tempo.com,
5 November 2001).
Pemanfaatan
air limbah industri tahu untuk produk panganyang
digemari masyarakat merupakan alternatif terbaik yang dapat ditawarkan kepada
pengusaha tahu. Selama ini mereka hanya memproses kedelai menjadi tahu
serta susu kedelai dan
membuang seluruh limbah pabrik. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa limbah
tersebut tidak bernilai ekonomis sama sekali. padahal pemanfaatan bisa
meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar industri dengan adanya industri UKM
baru berupa pemanfaatan limbah tahu menjadi nata de soya.
Limbah
tahu mempunyai peluang ekonomis dan potensi gizi yang baik bila diolah menjadi
produk pangan nata de soya. Oleh
karena itu, pengembangan model usaha nata de soya perlu dilakukan guna
mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan
pendapatan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk membina pengusaha tahu
dalam masyarakat di sekitar industri tahu dalam hubungannya dengan proses
produksi, pengemasan dan pemasaran nata de soya.
Salah
satu produk pangan asal air limbah tahu yang mempunyai prospek baik adalah
pembuatan nata. Hal ini mengingat bahan pangan tersebut banyak digemari dan
telah mampu mendapat pasaran baik di Indonesia maupun luar negeri. Selama ini nata de coco telah merebut hati
masyarakat tetapi sebagian besar belum mengetahui tentang produk nata yang
berasal dan air limbah tahu yaitu nata de soya padahal produk ini mempunyai
rasa yang lebih enak daripada nata de coco disamping kandungan selulosa dan
proteinnya juga jauh lebih tinggi (Basrah Enie dan Supriatna, 1993; Lestari,
1994).
Nata de Soya merupakan alternatif pilihan untuk mengatasi pencemaran
lingkungan yang terasa langsung kerugiannya bagi manusia. Pembuatan Nata de
Soya sama dengan Nata de Coco, bedanya hanya pada medianya yaitu limbah air
kedelai dengan limbah air kelapa (http://bisnisukm.com).
4.3 Kendala dan Cara Mengatasi Kendala dalam Pembuatan
Nata de Soya
4.3.1 Kendala dalam Pembuatan Nata de Soya
Kendala yang
ditemukan saat uji pembuatan nata adalah sulitnya penyediaan bibit nata atau
starter, karena dalam pembuatannya membutuhkan media yang rumit dan ekstra
hati-hati serta ketelitian. Terutama untuk pengaturan suhu ruangan penyimpanan
dan faktor kebersihan.
Selain itu,
walaupun bibit atau starter dapat dibeli akan tetapi hanya tersedia di tempat
tertentu, yakni di laboratorium pertanian dan harganya pun relatif cukup mahal
( 1 botol ukuran 800 ml seharga Rp 25.000,00).
4.3.2 Cara mengatasi kendala dalam pembuatan Nata de
Soya
Untuk mengatasi
kesulitan itulah, maka kami berupaya membuat bibit bakteri Acetobacter xylinum
atau starter dengan menggunakan bahan lain yang berupa buah nanas. Karena buah
ini tersedia di pasaran tidak tergantung musim dan harganya pun relatif murah.
Proses pembuatan
starter dengan buah ini lebih mudah dibandingkan dengan bahan cairan limbah
tahu (whey). Waktu pembuatannya pun lebih cepat dan kemungkinan keberhasilanya
tinggi, karena buah nanas bersifat asam dan manis. Proses pembuatan nata, harus diperhatikan kondisi ruang peram dan
kebersihan. Waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk lapisan nata sekitar
seminggu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan ini adalah:
a) Limbah cair tahu (whey)
adalah sisa cairan hasil pengolahan tahu.
b) Limbah cair
tahu (whey) ternyata banyak mengandung zat yang
bermanfaat terutama mengandung
bahan-bahan organik seperti protein, lemak dan karbohidrat yang mudah busuk
sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap (Shurtleft dan Aoyogi, 1975). Selain mengandung protein juga mengandung
vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai
prospek untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya
bakteri asam asetat Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum.
Asetobacter xylinum dapat mengubah gula subtat menjadi gelselulosa yang biasa
dikenal dengan nata.
c) Ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air
limbah tahu mengandung nutrien-nutrien (protein, karbohidrat, dan bahan-bahan
lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat
menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimanfaatkan akan menguntungkan perajin tahu atau masyarakat yang berminat
mengolahnya
sehingga dapat meningkat pendapatan keluarga.
d) Nata de Soya mengandung
banyak manfaat yang berguna bagi kesehatan tubuh.
e) Kesulitan dalam pengadaan
starter atau bibit bakteri Acetobacter dapat diatasi dengan membuat sendiri
dari bahan-bahan lain, seperti buah buah nanas.
5.2
Saran
Pengembangan dan pemanfaatan limbah cair tahu (whey) sebagai bahan pembuatan
nata de soya, perlu adanya perhatian dari pemerintah
atau instansi terkait. Khususnya kepada pengusaha industri
dan masyarakat sekitar, perhatian tersebut dapat berupa
pelatihan-pelatihan maupun penyuluhan mengenai penanganan dan pemanfaatan limbah cair tahu (whey) untuk pembuatan nata de soya. Hal
ini dimaksudkan agar dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan
tetapi malah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa
Nur Lisniarsyah, 2011: Pengaruh Sifat Fisik-Mekanik Kacang Kedelai dalam
Proses Pembuatan Tahu, Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Institut Pertanian Bogor.
Anonim, 1997: Nata de Soya.
http:/Warintek.Progressio.Or.Id./.by Rans.
Anonim, 2005: Pemanfaatan Limbah Tahu. Penelitian Kerjasama
antara Bapeda dan CV. Mitra Loka dalam Prospect No. 2 bulan Februari 2006
halaman 41.
apwardhanu.wordpress.com/2009/07/11/bakteri-pembentuk-nata/
BPS Jawa Tengah dalam Angka tahun 2000.
Dwi
Arjanto, L.N. Idayanie (Yogyakarta): Nata de Soya, tempo.com, 5
November 2001
Monografi Kelurahan Duwet tahun 2011.
Palungkun R., 1999: Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sarwono, B dan Y.P Saragih, 2001: Membuat Aneka Tahu.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Taufik, dkk, 2008: Sosialisasi Pemanfaatan Air Limbah Tahu dalam
Pembuatan Nata de Soya di Desa Muara Pijoan dalam Jurnal Pengabdian
pada Masyarakat No. 46 tahun 2008 halaman 77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar